Kawasan Puncak, Bogor memang sudah menjadi tempat mencurahkan lelah dari hiruk pikuk ibu kota, Selain itu pemandangan bukit-bukit atau gunung yang hijau selalu memanjakan mata. Suasana udara yang dingin juga menjadi nilai tambah yang menarik.
Kurang lebih empat jam lebih mereka bertujuh menempuh perjalanan memakai motor masing-masing. Mereka sudah sampai di vila kedua orang tua Leo yang bernuansa eropa ini menghadap langsung pamandangan puncak berbagai tanaman hijau yang menghiasi sekitaran puncak ini halaman yang begitu luas, dan di samping vila ini terdapat bangunan mesjid sederhana.
Sesampainya di vila mereka mengecek da
mengelilingi vila hanya untuk memastikan apakah aman atau tidak. Braga yang langsung merebahkan dirinya di lantai teras vila meminimalisir rasa lelahnya. Aji dan Leo bermain basket di halaman, Marka yang sedang di balkon vila berkutik dengan gitar kesayangannya, Reyhan dan Naren pergi ke supermarket terdekat membeli makanan untuk nanti malam dan Janu yang tengah berekspremin di dapur."Guys! sini dulu semuanya!" Pinta Marka yang sudah ia siapkan tempat duduk di depan vila dengan api unggun kecil di tengah-tengah.
Braga dan Reyhan yang sedang membakar jagung pun menghentikan aktifitasnya itu. Naren dan janu yang tadi sibuk bermain tenis meja ikut menghentikan pemainannya.
Leo dan Aji yang sedang di dalam vila mereka ikut keluar mendengar Marka.
Mereka semua mendudukan dirinya di kursi yang tadi Marka siapkan dan tak lupa api unggun yang sudah menyala membuat suasana menjadi hangat.
"Guys, berhubungan tiga hari lagi kelulusan, dan nanti mungkin kita gak bisa kumpul kayak gini lagi, karna kesibukan masing-masing.. Jadi malam ini sharing-sharing tentang masa SMA," Ujar Marka sambil memakai kupluknya.
"Mungkin yang mau sharing duluan sok."
Mareka bertujuh menatap api unggun, pemandangan api yang meliuk-liuk tertangkap di netra setiap mereka yang mengelilinginya membakar kayu yang menjadi arang. Hening, se olah-olah mereka menikmati suasana ini.
"Gue bang! mau cerita." Aji yang duduk di sebelah janu pun mengangkat tangannya membuat mereka menoleh ke arah Aji.
Aji menegakan tubuhnya menahan gelak tawanya saat melirik Naren.
"Moment yang buat gue sampe sekarang ngakak- HAHAAH itu.. Waktu bang Naren kecebur di empang Abah HAHAHA." Naren yang di sebutpun membelalakan matanya.
"Itu gara-gara pantat lo Ji, nyenggol gue." Ketusnya membuat mereka tertawa terbahak-bahak.
Bagaimana mereka melupakan kenangan itu saat mereka bertujuh memancing ikan. moment yang bersejarah, Seragam putih Naren berubah warna hijau dan tak lupa ikan terselip di saku celananya.
"Eh gue jadi inget, Janu sama Reyhan pas tawuran malah ngumpet di mesjid pesantren mana di tempat shalat ceweknya-WKWWK berakhir di gebugin masal sama santri cewek." Naren yang nyeletuk saat waktu itu ia masih ingat, menonton keributan Janu dan Reyhan.
"Itu gara-gara lo, Na emang lo kurang ajar." Reyhan melemparkan satu bungkus rokok sebagai senjatanya. Naren menangkapnya dengan senyum lebar, dia mah syukur-syukur aja di lempar sama rokok, lumayan katanya.
"Emang lo asu. Lo bilang itu tempat paling aman, sial."
"HAHAAH Terus terus lo berdua berakhir bonyok bang?" Tanya Leo yang masih asyik menertawakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
PANGLIMA || Haechan✔️
Teen Fiction❝ Takut mah ke Allah dan abah, selain itu mah sikat aja ❞