31. Bumi pasundan dan salam perpisahan

1K 160 19
                                    

Bandung, 2028.

Lonceng pintu caffe berbunyi menandakan seorang memasuki tempat itu. Suara langkah kaki jenjang pria mengisi caffe yang tidak terlalu banyak pengunjung pagi ini membuat beberapa orang atensinya teralihkan kepada pria berpakaian setelan jas hitam kacamata bertengger membuat siapa saja meliriknya.

Pandanganya menyisir ketiap sudut caffe ini, mencari sosok yang sudah lama tak bersua dengannya.

"Braga!"

"Kuy! kasep!"

Panggilan dari mereka disudut caffe itu membuatnya menoleh ke arah kawan-kawanya sudah lama tak bercengkrama, sudah lama tidak tertawa di depan warung Abah, sudah lama tidak beradu nasib di kedai jalan setia budi, Sudah terlalu lama untuk menceritakan pahit manisnya hidup ini. Braga merindukan itu semua.

Braga melebarkan senyumannya langkah yang kian mendekat ke arah mereka. Ternyata bukan Braga saja yang merindu, Marka salah satu kawannya rela untuk memghentikan aktifitasnya untuk berdiri dari kursi merentangkan kedua tangannya seakan Braga benar-benar di sambut oleh pelukan pria dua puluh enam tahun beranak satu itu dengan hangat.

"Eyyo! boss kita!"

Braga membalas pelukan marka bersama dengan tepukan pelan di punggung Marka. beralih ke pada Naren kemudian kepada Janu, Aji dan Leo.

Sempat terhenti ketika melihat Reyhan membuat mereka menatap Braga bingung. sama dengannya Reyhan yang sudah ancang-ancang akan merangkul kawannya yang ia rindukan selama delapan tahun ini.

"Anak jogja sombong banget etdah gak pernah ke bandung, mana sekarang udeh punya bini bonus anak tiga lagi!" Celetuk Braga membuat Reyhan tertawa renyah sama dengan halnya ke lima kawannya itu tergelak.

"Sorry, abisnya gue hubungin lo lewat email gak ada balesan, mana lo bulak balik ke negara orang! lo tuh yang sibuk!" Jawab Reyhan bersamaan mereka duduk kembali. Braga tersenyum kikuk, memang benar ia terlalu sibuk sampai-sampai ia tak sadar hanya dia lah yang belum menikah.

"Kalah lo bang sama kita berdua!" Sindiran keras dari Leo.

"Kita udah tunangan! lo kapan bang?" Timpal Aji dengan lagak sombongnya tergelak mereka. mereka memang sudah sama-sama akan mengakhiri masa lajangnya.

Dari Marka yang sudah mempunyai satu anak laki-laki yang sudah berumur dua tahun, Marka mempunyai industri musik hidupnya memang seperti remaja pengangguran, tetapi investasi sana-sini membuat siapa aja ternganga.

Reyhan yang sudah menjadi seorang arsitektur hidup di jogyakarta serba enak, tak tanggung-tanggung bibit kembar tiga menjadi variasi hidup Reyhan yang bahagia.

Janu hidupnya memang begitu saja menurut Braga, hidupnya di temani dengan istri tercintanya yang sudah satu tahun Janu resmi melepas masa lajangnya.  berkeja di perminyakan membuatnya sulit untuk bertemu dengan Braga.

Dan Naren hidupnya dihantui oleh kawan-kawannya meminta gratisan ketika istri mereka melahirkan, Reyhan pernah nyeletuk, 'Kalo istri gue lahiran harga temen lah yah.' membuat Naren ingin selalu berteriak 'KULIAH UDAH NGESOT-NGESOT TAU TAU JADI GRATISAN.' Tapi sambatan itu hanya berakhir dikerongkongnya, yah katanya untung sahabat, kalo bukan, udah tak cekik mereka. Hidup Naren tidak sendirian lagi, enam bulan lalu ia melepaskan status lajangnya menikah dengan salah satu teman dokter yang bekerja di rumah sakit yang sama.

Braga masih tetap Braga yang mereka temui sepuluh tahun yang lalu, yang berubah hanya penampilan, kedudukannya, sikapnya masih sama selalu menjadi petuah online mereka berenam. Braga benar-benar membuktikan semua omong kosong manusia di bumi ini, ia membuktikan bahwawasannya ia kini menjadi direktur salah satu perusahaannya yang sudah sukses berkejasama dengan negara-negara tetangga.

Sesekali ia selalu meloneh kebalakang untuk menyapa Braga urakan, Braga yang selalu menjadi langganan guru BK, kini Braga abimanyu yang bersinar dengan sendirinya. Hasil kerja kerasnya selama ini benar-benar terbayar walau tidak sekontan orang-orang. Tahap demi tahap ia lewati. Braga bangga pada dirinya sendiri bisa melewati pahitnya hidup.

Braga menyerput kopi hangat yang baru saja disajikan, "Santai aja, nanti hari-H nya gue kasih tau. Jangan pada kaget lo semua!" Gelaknya membuat mereka tertawa dengan bertepuk tangan.

Braga memang tidak memperlihat kedekatan dengan seorang perempuan, ia tidak pernah mempersalahkan status lajangnya yang sudah berumur kepala dua ini.

Baginya, Hidup harus dibawa dengan enjoy, kalo gak ada duit jalanin aja, gak ada pasangan gapapa, asalkan jodoh memang adanya ia tak memperumit itu. kalo tahun ini ia gagal, berarti bukan waktunya sekarang.

"Si Braga mah paginya tunangan, malem nya kawin." Sahutan dari Janu sukses Naren menggeplak meja.

"Nikah dulu goblok baru kawin!"

Gelak tawa dari mereka terdengar di caffe ini, bahkan pegawai disini hanya menggeleng-geleng pelan melihatnya. Wajar saja mereka sama-sama pertama kalinya bertemu kembali menguntai cerita yang sempat tertunda waktu itu, Waktu dimana mereka mengejar impian mereka masing-masing.

Braga meneguk kopinya kembali sebelum bangun dari tempat duduknya. "Gue pamit dulu, sorry ada urusan yang belum gue selesain." Pamit Braga setelah melihat pesan diponselnya.

Mereka berenam mengguk, "Yoi kalem gue masih lama disini."

"Sipp gue masih cuti besok atur lagi aja." Setelah mendapati izin dari kawan-kawannya Braga langsung bergegas pergi keluar caffe.

Tempat ini, tempat yang dulu menjadi kedai bang Jay dimana ia dan Biru bertemu. Ia masih ingat kopi tubruk dan choco brownies menjadi hal paling apik untuknya.

Kini sudah genap delapan tahun pasca gadis itu meninggalkan bumi pasundan ini. Ternyata kata sampai jumpa bermakna selamat tinggal baginya. Pesan-pesan yang tak kunjung di balas membuat Braga paham, bahwasannya Biru sudah memberi celah untuknya melepaskan.

Braga menghela nafas berat kemudian hendak mengambil langkah lagi, meneruskan jalannya untuk bertemu seseorang yang menjadikan rumah walau tidak lagi sama dengan rumah delapan tahun lalu yang membuat Braga lagi-lagi menghentikan langkahnya, tak mampu lagi untuk meneruskan sebab suara gelak tawa gadis yang ia rindukan ada di dekatnya.

Sekitar beberapa meter darinya, perempuan memakai dress putih tulang itu ada disana. Sama-sama terdiam saling tatap dipertemukan lagi ditempat ini. Namun kali ini ada berbeda, perempuan yang kini membawa stroller bayi senyumannya pudar begitu saja saat mereka saling melempar pandangan.

"Biru?"

PANGLIMA || Haechan✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang