"Braga?" dari jarak yang cukup dekat ini, Braga bisa mendegar suara Biru yang dulu amat ia rindukan. ada rasa sesak menjalar keseluruh tubuh Braga saat melihat perempuan di hadapannya yang sedekat ini.
Dan stroller itu.
Sama dengan halnya Biru, pria yang selama ini ia rindukan kini di hadapannya. Ada rasa ingin memeluknya dan berbisik 'Panglima,aku rindu' namun niatnya urung ketika ia melirik malaikat kecilnya yang sedang terlelap.
"akhirnya kita bertemu" kalimat pertama yang Braga ucapan ketika delapan tahun sudah kedua insan itu tidak bertemu.
Biru memantup bibirnya, "apa kabar?" Mungkin semesta sedang menertawakan kedua insan ini, kalimat sapaan asing itu seakan tidak pernah ada cerita diantara mereka.
Braga tersenyum getir. "Baik." Hanya itu yang mampu Braga katakan. Ia tidak bisa mengatakan, bahwasannya selama ini ia benar-benar sesak, Merindukan seseorang yang sekarang sudah menemukan pusat kebahagian.
Dalam rangka apa? Semesta menemukan mereka yang hampir menyerah. Mereka yang hampir putus asa menerima takdir sesuai dituliskan oleh kehendakNya.
Braga menatap stroller yang Biru genggam sangat kuat. Braga lagi-lagi menertawakan dirinya dalam diam, delapan tahun ia habiskan untuk bersabar menunggu kepulangan perempuan dihadapannya, seperti pria yang bodoh. Pikiran mulai memutar ke tahun delapan yang lalu, dimana kisah mereka memulai.
"Saya sedang berusaha menggantikan kamu dengan orang baru tapi tetap tidak bisa, karena dia bukan kamu," Braga menarik kedua sudut bibirnya.
"Braga, kisah kita sudah usai, aku bukan pelengkap di dalam ceritamu lagi."
Ada sesak di relung hati Biru mengucapkan itu, jika saja waktu bisa di ulang ia sangat ingin menjadi pelengkap bahkan tokoh utama di dalam cerita pria itu. Alih-alih merutuki kisah mereka berdua, Biru tersenyum simpul saat melihat sosok perempuan cantik di belakang Braga, sudah dipastikan perempuan itu yang selama ini berusaha untuk menjadi rumah panglima.
Braga mengikuti arah pandangan Biru, sosok perempuan yang selama dua tahun ini membantunya melepaskannya dari perasaan yang racu ini.
Awan rembulana, teman kuliahnya dulu yang sekarang menjadi calon tunangannya. Awan tersenyum yang sudah Braga pastikan senyuman itu mengisyaratkan bahwa Awan mengizinkan Braga untuk menyelesaikan kisahnya.
Tangan Braga menggenggam Awan saat perempuan itu berjalan mundur akan meninggalkannya. Braga tersenyum mengangguk seakan berkata, 'beri saya kekuatan untuk melepaskan semuanya.' Karena satu-satunya yang ia punya sekarang hanya Awan rembulana.
Biru yang melihatnya tersenyum getir, seharusnya tangannya yang pria itu genggam, seharusnya dia yang berdiri disamping Braga, seharusnya ia dulu membalas pesan-pesannya panglima. Seharusnya ia menjadi rumah tempat pulang pria itu.
"dia Awan rembulana, calon saya." Braga memperkenalkan kepada Biru.
Kedua netra Biru terasa perih, sunggu dadanya sesak mendengarnya, seharusnya ia sadar kini bukanlah dia yang menjadi tokoh utama panglima. Tetapi ketika ia melihat kembali anaknya menjadi kekuatannya, Biru ingin menampar dirinya bahwa kini hidupnya sudah bahagia, mempunyai keluarga kecil yang sudah berjalan selama dua tahun ini.
Katakan ini hanya rindu yang tertunda, bukan untuk memaksakan untuk bersama.
"selamat ya Braga?"
Braga membuang pandangan ke arah lainnya, enggan menatap Biru. Takut perasaannya selama ini yang ia paksa tepis kembali lagi. Awan yang melihat Braga seperti itu dengan cepat mengelus punggung Braga dengan jarinya seakan memberi kekuatan untuknya.
Awan perempuan yang menjadi saksi kisahnya dengan Biru, perempuan itu masih tersenyum kedua netranya berkata, 'Sudah waktunya menyelesaikan yang terjeda delapan tahun ini.' Braga mengangguk dengan mantap sebelum pandangannya kembali kepada perempuan dihadapannya.
Braga menghela nafas panjangnya. "Kisah kita memang tak penah di mulai, tapi saya akan mengakhiri cerita kita yang sempat terjeda. Saya sudah mengikhlaskan kamu, Rindu yang saya simpan selama ini sudah terbayar. Saya senang kamu bahagia dengan keluarga kecilmu, terimakasih Biru." Dengan satu tarikan nafas Braga bisa mengakhiri kisahnya. Kisah yang selama ini sempat ia tunda.
Braga dan Biru belajar pelan-pelan, belajar bahwa ini bukan sebuah akhir,
Melainkan awal untuk mereka menemukan bahagianya masing-masing."Sayang kopi tubruknya gak ad-" suara dari pria yang baru saja keluar dari caffe membuat atensi Braga beralih ke arah pria yang tak asing itu.
Biru yang paham akan situasi pun dengan cepat memperkenalkan kepada Braga. "dia mas haris, suami aku," Kemudian beralih memandang Haris, "mas kenalin dia braga dan calonnya."
Haris menyambut dengan senyuman kecil, "Kita pernah ketemu di supermarket waktu itu?" Ujarnya membuat ingatannya membawa Braga ketahun berisi tentangnya dan Biru.
Braga mengangguk. "terimakasih ya? Waktu itu udah minjemin uang kepada teman saya."
Kata 'teman' membuat Braga dan Biru sedikit tersenyum nanar kini keduanya sama-sama asing kembali.
"kalo gitu saya pamit ya?terimakasih atas reuni sekejap ini Biru, bahagai selalu," Braga sedikit membungkuk untuk pamitan kepada Haris dan Biru.
Awan yang sedari tadi hanya terdiam pun mengucapkan sesuatu, "Saya pamit Biru, maaf...."
Maaf karena ia lancang untuk memasuki kehidupan Braga. Maaf karenanya Biru sesak, Maaf sebab Braga sudah menjadikannya tempat pulang untuk berkeluh kesah.
Maaf....
Biru memejamkan matanya, saat air matanya mulai jatuh, menatap kepergian Braga yang masih menggenggam perempuan itu.
"beberapa orang memang dimasukan untuk dibab-bab tertentu dalam buku kehidupan, mereka datang ada yang membuatmu bahagia, kecewa, atau bahkan mengubah kehidupanmu. Dan disaat bab itu berakhir, mereka hilang. Tapi hal itu bukan berarti mereka tidak bermakna di dalam kehidupanmu, bukan? Mereka mengajarkanmu sesuatu. berdamai dengan diri sendiri, itu yang saya dapatkan dari dirinya."
Tak ada tokoh pengganti, dan kamu Braga, tak akan pernah saya izinkan pergi, setidaknya dalam cerita ini.
Hari ini, kita benar-benar selesai, dan menyelesaikan rindu selama delapan tahun saya pendam. Kisah kita saya simpan untuk menjadi kenangan bahwa saya pernah mencintaimu begitu sungguh, Biru.
"Kita selesai"
-SELESAI-
akhirnya panglima sudah sampai bagian terakhirnyaa. sebelumnya aku minta maaf jika dicerita keduaku ini masih banyak kurangnya, dan untuk kalian terimakasih terimakasih banget banget karena kalian udah ngikutin panglima sampai selesai💖 aku selalu baca dan liat setiap kalian votmen itu bagian yang aku ngerasa bahwa cerita panglima itu hidup terimakasih:')
sampai ketemu di cerita selanjutnya<33
KAMU SEDANG MEMBACA
PANGLIMA || Haechan✔️
Teen Fiction❝ Takut mah ke Allah dan abah, selain itu mah sikat aja ❞