"Sakit gak bang?" Tanya Leo yang meringis melihat Luka lebam kebiruan di wajah Braga.
Kini Braga dirumahnya, entah siapa yang membawanya ke sini, yang jelas saat ia terbangun di suguhi Leo, Reyhan, dan marka.
Deheman dari Braga yang berusaha menahan perih saat Marka mengoboti.
"Jangan nambah masalah Ga, kita masih khawatir mikirin kesehatan Abah, dan lo malah babak belur parah gini." Ketus Reyhan yang duduk di tepi kasur.
Braga melirik, alih-alih menjawab, "Yang bawa gue ke sini siapa?"Tanyanya.
Mereka saling pandang satu sama lainnya, sebenarnya tadi mereka baru saja datang, melihat Braga yang sudah ada di tempat tidurnya dengan ke adaan babak belur.
"Kita gak tau, yang jelas kita dateng, lo udah kayak gini" Jelas Marka yang menyimpan kotak obat di nakas.
Leo menjentikan tanganya, membuat mereka bertiga menoleh ke arah Leo, "Lo tadi ke tempat Lukas kan, bang?" yang dibalas oleh Braga dengan deheman.
"Mungkin Lukas bawa lo ke sini?"
"Gak lah Le, Tuh anak yang bikin si Braga kayak barongsai gini, yakin si Lukas?"
"Ck, muka gue masih ganteng, dikatain barongsai!"
"Eh tapi serius si Lukas yang bikin abah masuk rumah sakit?" Tanya Marka.
"gue capek. mending lo pada balik" Braga yang menarik selimutnya kemudian memposisikan dirinya membelakangi mereka, Mata Braga mulai terperjam.
Mereka bertiga hanya menggeleng pelan, susah, ego Braga terlalu tinggi.
suara lembut dari perempuan memakai gaun putih terlihat pancaran wajahnya membuat Braga sesidikit menyipitkan matanya.
Mulutnya kelu, ingin menyapa gadisnya.
Gadis yang selama ini ia rindukan.
Braga melihat mata Alaska menatap kearahnya penuh kasih sayang. Sudut bibir gadisnya itu membentuk senyuman kecil indah namun menyayat hati. Dari matanya Braga membaca bahwa kehidupan seorang Alaska sudah bahagia disana.
"Braga, sudah saat kamu untuk berdamai dengan semuanya, kesalahan di masa lampau sudah saat untuk di tutup"
"Yang sudah hilang, ikhlaskan, Braga"
"Braga jangan lagi menyalahkan diri sendiri ya? janji bahagia oke? jangan pernah ngerasa sendiri, aku jagain kamu dari sini"
"Aku mau kamu bahagia Braga, walaupun bukan sama aku. Kamu harus cari bahagia kamu, gapapa kalo kamu mau jatuh cinta lagi, yg penting kamu bahagia."
"mau lihat kalian berdua, di depan rumah abadi aku, iya.. sama Lukas, tolong ya? maafin semuanya"
"Maaf karena aku, kamu menyalahkan dunia, maaf karna tidak bisa menjadi rumah abadimu"
Braga langsung terbangun dari tidurnya. Keringat yang sedikit bercucuran dengan nafas tak karuan.
Ia berusaha mengontrol nafasnya kembali normal. mengacak surai hitam legamnya kemudian dilirik jam diatas nakas, Jam delapan pagi.
Braga benar-benar merasakan mimpi itu terasa nyata.
Atensinya teralihkan suara bel rumahnya berbunyi. Entah siapa yang bertamu se pagi ini, pikirnya.
Braga membukakan pintu mendapati Janu. Dengan penampilan setengah kusut pakaian seragamnya.
Raut wajahnya terlihat begitu pilu, matanya memerah.
KAMU SEDANG MEMBACA
PANGLIMA || Haechan✔️
Novela Juvenil❝ Takut mah ke Allah dan abah, selain itu mah sikat aja ❞