Di jalan Braga menyambut Langkah pelan kedua insan itu susuri ruas jalan legendaris setiap sudutnya klasik Hiruk pikuk para pejalan kaki tertawa lepas terdengar, dan tak lupa beberapa dari mereka sedang duduk bersandar sebuah kursi antik di tepi jalan bersusun granit.
Sesekali Braga dan Biru menghentikan langkahnya untuk sekedar menonton pelukis jalanan menari di atas kanvas.
Setelah itu Braga selalu mengatakan, "Keren pisan om! hebat lah semangat"
Biru hanya tertawa gembira melihat Braga dan tak lupa di tangan kanannya mengenggam es krim vanila kesukaannya.
Braga benar-benar tidak pernah menghentikan ocehannya. ia selalu mengomentari setiap sudut yang lelaki itu lihat. Atau bahkan menyapa semua orang yang sedang ia lewati.
Begitu juga Biru sesekali ikut mengomentari setiap sudut jalanan Braga kota kembang itu.
Biru hanya tersenyum malu melihat Braga menyapa orang yang sedang melewati mereka, "Kamu kenal dia?" Tanya Biru setelah Braga menyapa orang melewati mereka berdua.
Braga menggeleng, "Nyapa orang emang harus sama orang kenal aja?" Tanyanya balik.
Biru melirik Braga kemudian beralih kembali pada es krimnya yang hampir meleleh itu. "Aneh sih, Orang kayak kamu, ada aja di bumi" Ucapan Biru yang spontan.
Ucapan Biru justru membuat Braga tawanya menguar di Jalanan Braga ini. "Makanya Allah ciptaan gue cuma ada satu di bumi ini"
"Loh? Manusia kan punya 7 kembaran, berarti masih ada 6 lagi di bumi ini" Sahut Biru yang menjulurkan lidahnya ke arah Braga.
Braga lagi-lagi tertawa gemas. Tangan Braga mengusak rambut Biru pelan.
Gadis di sampingnya ini benar-benar menggemaskan bagi Braga. Apa ia saat ini sedang di mabuk kasmaran? atau kali ini ia benar-benar menetapkan hatinya pada gadis ini?
Braga menatapnya lekat saat pandangan saling bertemu, Sebelum barisan kata mengalir. "Tapi kalo Biru ada tujuh, gue bakal milih, Biru Renjani" Braga menghentikan langkahnya kemudian menautkan jarinya dengan jari Biru. "Biru, yang seperti lo gak ada tujuh, hanya ada satu di bumi ini" Ucapnya dengan sangat lembut.
Rona merah terpangpang jelas di wajah Biru, sebelum akhirnya Biru melihat Supeno tuna netra yang mangkal disudut Jalan Braga.
Braga lagi-lagi dibuatnya tersenyum melihat betapa rona sedih itu pelan menghilang. Tergantikan pancaran ekspresi gembira di wajah Biru.
"Braga terimakasih ya?" Ucap Biru tawanya yang masih menghiasi wajahnya sambil menikmati musik kecapi dan harmonika yang dilantunkan.
"Braga yang mana?"
Biru melirik Braga bingung, "Ya kamu lah? emang Braga mana lagi?"
Braga melangkah kan kakinya sedikit lebih dekat dengan Biru. Di tatapnya wajah cantik gadis itu, "Kalo Braga yang kita kunjungin ini punya bandung, kalo Braga ini.." Tangan Braga menunjuk dirinya sendiri.
"Punya Lo" sambungnya. Biru mengerit, kemudian tak lama ia tersenyum tipis.
Dan pada akhirnya, Braga sudah menemukan tempat untuk pulang. Braga sudah memporoskan dunianya pada Biru.
"Udah dapet bahagianya?" Tanyanya yang melihat wajah Biru yang masih merona.
Biru mengangguk, seulas senyum yang paling indah ia perlihatkan pada sang panglima. "Udah, sejak kamu ada di kehidupan aku panglima."
Braga menautkan tangannya, "Kalo gitu... sekarang ikut gue ketempat rahasia negara" Bisik Braga yang misterius.
Tanpa menunggu jawaban dari gadis itu, Braga menarik lenganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PANGLIMA || Haechan✔️
Teen Fiction❝ Takut mah ke Allah dan abah, selain itu mah sikat aja ❞