Hari demi Hari, bulan demi bulan setengah tahun Biru mencemaskan akan suatu yang terjadi kini benar-benar kejadian. Setelah ia kemarin menemui Bu Rindang, dan tragedi adu mulut dengan Cila di depan ruang BK kemarin cukup membuat Biru gusar.
Perihal kedua orang tua Biru, saat anaknya diketahui lulus seleksi, mereka mengembang kebahagian, mereka yang sebelumnya selalu sibuk dengan pekerjaannya, saat tadi pagi memberi kejutan untuk Biru. Katanya sebuah apresiasi ketika anak emasnya berhasil. Sudut bibir Biru terangkat ia sangat bahagia— Jauh dari sebelum-sebelumnya.
Tetapi sorotan mata dan senyuman yang mengembang sirna begitu saja, Saat— Braga terlintas di kepalanya bahwa lelaki itu belum mengetahui tentang kepergiannya besok.
Biru tidak mengenal dirinya sendiri, memaksakan ego, memaksakan Braga tetap bersamanya yang jelas-jelas mereka memang tak bisa. Braga selama ini memang tidak mengeluh akan hubungan mereka yang tak jelas, berteman bukan, kekasih juga bukan. Lelaki itu sempat menanyakan, 'Biru alangkah baiknya kita perjelas hubungan ini.' katanya membuat Biru menggeleng Bukan tak ingin, ada sebuah kenyataan yang selalu membuatnya merasa, "kita sebaiknya gini aja, Braga."
Biru takut laki-laki itu pergi, jadi ia lebih dulu pergi.
Gedung hotel dua puluh lantai itu disewa oleh sekolah mereka, ya malam ini mengadakan promnight acara yang sudah di nantikan oleh semua. Tapi tidak untuk Biru malam terakhirnya.
Sore hari ini beberapa panitia yang mengurus persiapan acara untuk malam nanti. Biru mengedarkan pandangannya saat telah sampai di aula melihat Braga yang tengah berbincang dengan MC untuk malam nanti, Braga yang merasa di perhatikan pun menoleh ke arah Biru seulas senyuman yang mereka saling lempar.
"Hey kok ke sini? about dress? udah kamu siapin?" Tanya Braga setelah menghampirinya. Entah sejak kapan Braga menyebut 'kamu' pada Biru.
Rambut kecoklatan yang sedikit acak-acakan setelan kaos putih adidas dan celana training membuat Braga terlihat seharian ini benar-benar sibuk, dan setelan sederhana suskes siapa saja yang melewati meliriknya. dipikirannya kadang terlintas, "Ini Braga, sadar gak sih dia tuh tampan?"
Biru mengangguk, "Udah." Mendapatkan anggukan kecil dari Braga dengan tangan usilanya mengusak surai Biru.
"Yaudah aku anter pulang, siap-siap buat nanti malem." Ucapnya tanpa melirik Biru, sibuk mengambil jaketnya. Biru tersenyum simpul ketika ia mengingat kembali— Apakah ia masih bisa merasakan usakan acak di rambutnya dari Braga? apa ia masih bisa menaiki motor kesayangan Braga bernama rembo yang membelah jalan kota bandung ini?
Biru memejamkan matanya sebentar untuk tidak menangis disini.
"Braga, let's talk,"Suara purau Biru membuat Braga menautkan kedua halisnya menunggu Biru melanjutkan.
Biru menghela nafasnya mengigit bibir dalamnya, mengurangi rasa takutnya— takut Braga marah padanya. Takut jika Braga tidak ingin berbicara dengannya lagi. ketakutan menguasai pikirannya benar-benar tidak bisa ia singkirkan.
"Ga! gue cabut duluan yak." Pamit salah satu panitia membuat Braga dan Biru menoleh.
"Yo!" Jawab Braga mengangkat tangannya. Melirik kembali pada Biru. "Tadi mau ngomong apa?"
"Ahh gak penting-penting amat kok, ayo pulang." Ajak Biru menarik pelan lengan Braga.
•••••••••
Lahan parkir hotel penuh oleh mobil para siswa yang berjejeran. Berpasang-pasang siswa datang dengan pakaian gaun off-shoulders atau tule dress, yang menjadi dress code pesta malam ini. Tawaan dan pekikan dari para gadis turut meramaikan malam kelulusan. Dan tak lupa terdapat puluhan karangan bunga berisi ucapan selamat atas kelulusan.
Di lobi hotel sudah terpanjang foto-foto angkatan selama tiga tahun dipajang diakhiri dengan wall of fame dan photobooth. Seluruh siswa bisa mengambil foto di dua spot tersebut.
Biru dan Braga berjalan dengan anggun, Biru yang memakai gaun off-shoulders berwarna navy yang menjulur panjang sampai mata kaki. Make up yang elegan membuat Biru terlihat super clasy rambut yang di gerai begitu saja menutup leher jenjangnya dan Braga memakai jas hitam dengan dasi kupu-kupu dileher rambut kecoklatannya ditata dengan rapih sehingga membuat jidatnya terpampang jelas.
"Widihh widihh!!" Sorak Janu saat Braga dan Biru menghampiri meja kawan-kawannya itu.
Braga mendudukan bokongnya dikursi dan Biru di sampingnya.
Biru melirik Naren yang tengah tertawa dengan Braga entah apa yang mereka tertawakan. Naren sempat melirik Biru namun dengan cepat menoleh ke arah Braga.
Naren tahu, esok pagi keberangakatan Biru ke USA. Sepertinya Naren tidak memberitahu pada Braga, lelaki itu memang ingin Biru memberitahu secara langsung kepada Braga.
Lamunan Biru tersadar ketika Braga mengusap bahu Biru. "You pretty." Bisik Braga yang kemudian Janu mengajak Braga mengobrol kembali.
Acara sudah dimulai beberapa menit lalu, sambutan demi sambutan dari guru-guru, penampilan demi penampilan berjalan secara lambat laun. Biru terpisah dengan Braga dan kawan-kawannya. Biru berjalan ke meja dekat dengan panggung ditangannya mengenggam jus orange yang tadi ia ambil dari meja khusus minuman.
"Udah bilang?" Suara lelaki terdengar di samping kanan telinga Biru.
Biru menoleh, mendapati Naren yng ikut melihat penampilan band sekolah.
"10 jam lagi, lo gak bakalan jujur? sebelum lo nyesel." Suara Naren sedikit kencang karena suara musik cukup keras. Biru tidak bergeming sama sekali, Naren menghela nafas kasar kemudian meninggalkan Biru yang sedang berperang dengan isi kepalanya.
Benar apa yang Naren katakan, hitungan jam ia akan meninggalkan kota ini, meletakan kenangan dengan si panglima di kota ini.
Alunan lagu all ask dari adele membuat suasana hati Biru benar-benar dihantui ketakutan. Takut Braga membencinya.
Braga menepuk bahu Biru membuat sang empu terkejut menoleh ke arah Braga sedang tertawa renyah atas kelakuan usilnya.
"Bengong terus dari tadi, bentar lagi acara puncaknya di mulai."
Biru menatap kedua Netra Braga, netra kecoklatan terpancar kebahagian, malam ini Biru tak ingin menghancur kabahagian panglima ini. Ia tak ingin sungguh.
I know there is no tomorrow
All I ask is
If this is my last night with you
Hold me like I'm more than just a friend
Give me a memory I can useSepenggal lirik terdengar menyentuh,
"last's nigt, with him it hurt me." bantinnya yang kemudian menghambur kepelukan Braga.
Braga terkejut, lalu terkekeh kecil melihat tingkah Biru ini, ia mengusap punggung Biru. "are you okey? hm?" Bisik Braga di telinga Biru. Braga tau betul dari siang suasana hati Biru tidak seperti biasanya, Hari ini seperti— hari buruk bagi Biru.
Kedua bahu Biru bergetar setelah mendengar itu. "Hey.. kenapa nangis? Did I hurt you? I’m sorry."
"Besok tujuh pagi keberangkatan aku."
KAMU SEDANG MEMBACA
PANGLIMA || Haechan✔️
Teen Fiction❝ Takut mah ke Allah dan abah, selain itu mah sikat aja ❞