Setelah Naren keluar dari kamar Biru rasanya entah kenapa kerisauan dihatinya membuatnya bolak balik ke arah Balkon kamarnya melihat Biru apakah sudah tidur apa belum.
Naren melihat jam di dinding pukul sebelas malam.
Naren kembali lagi ke arah balkonnya, sedikit mengintip di celah gorden jendela melihat lampu kamar Biru sudah padam apa belum.
Ternyata sudah. Tetapi ada sedikit cahaya di kamarnya, lampu tidurnya menyala. pertanda Biru benar-benar belum tidur.
Dengan perasaan yang mengganjal dalam dirinya. Seperti ada yang harus ia ungkapkan, tetapi entah apa yang harus ia keluarkan. Perasaan yang tidak jelas asal usulnya membuatnya menghempaskan dirinya di kursi belajarnya.
Ia membuka jurnal Biru yang ia sempat curi waktu mereka awal masuk smp. Buku dengan segala coretan-coretan acak.
Pikiran Naren kembali memutar kebalakang. Tiga belas tahun yang lalu.
"Kenapa itu tangan Biru?" Naren mengintip tangan Biru. terdengar suara khawatirnya terhadap sahabatnya itu.
Ia mendudukan dirinya di sebelah Biru yang tengah menatap luka lebam di tangan sahabatnya.
"Kata papah, aku nakal Naren, jadinya aku dipukul," Jelas Biru yang kemudian buru-buru ia tutupi.
Biru melirik luka ciptaan papahnya itu masih memerah dan terasa perih.
"Tapi gak papa kok," Ucap Biru dengan senyuman paling manisnya itu.
Naren menggeleng seraya telangan telunjuknya ia gerakan ke kanan dan kekiri. "No, no, aku harus obatin, aku kan mau jadi dokter," Ucapnya yang kemudian berjalan kerumahnya mengambil hansaplast.
"Biru, dirumah aku cuma ada ini.." Naren mengeluarkan hansplast dari sakunya.
"Kata bunda ini buat nyembuhin luka kok" Lanjutnya yang kemudian berlutut untuk memasangkannya.
"Kata bunda, jadi dokter harus merawat pasiennya dengan baik." Ucapnya saat sudah selesai memasangkan hansplastnya kepada Biru.
Lalu di tiupnya luka Biru, "Masih sakit?"
Biru menggeleng, Lalu meregoh saku celananya, "Ini aku kasih permen karna kamu udah mau jadi dokter." Biru memberi satu permen susu sapi kepada Naren.
"Naren janji yah? jadi dokter, dan aku jadi penulis terkenal oleh duniaa," Biru yang mengulurkan jari kelingkingnya.
"Janji." Naren menautkan jari kelingkinganya.
dan ternyata, salah satu mimpi diantara mereka harus mereka ingkar, Biru.
Kemudian Naren membuka halaman terakhir dari jurnal itu.
'Benerkan kejadian, jadi suka.'
Naren terkekeh pelan, "Gue bisa aja dapetin lo Ru, tapi gue sadar hati lo yang dituju bukan gue." Naren menuliskan waktu awal masuk SMA.
Pertama kalinya ia menyadari bahwa ia mencintai Biru sebagai lelaki, bukan sebagai sahabat.
Lagu ed sheeren yang berjudul How Would You Feel dari PC nya dengan volume pelan menjadi backsound pertarungan perasaan Naren di malah hari ini
KAMU SEDANG MEMBACA
PANGLIMA || Haechan✔️
Fiksi Remaja❝ Takut mah ke Allah dan abah, selain itu mah sikat aja ❞