Aku biasanya up next chapter kalo views di chapter terakhir udah reach seenggaknya 500. Biasanya ini bakalan kesampean dalam 4-6 hari gitu.
TAPI WOI!
Chapter 20 knp bisa cepat bgt reach 500 viewsnya?!
Dua hari ㅠㅠSiapa nih yang re-read sampe lima kali?
Kali aja ada 😭😭Btw,
makasih banyak buat kalian♡♡🍑 aethrasthetic 🍑
"Kamu yang di belakang!"
Deva menghela. Tanpa melihat pun ia tahu siapa yang dipanggil oleh bu Sani bahkan sebelum ceramah kelas dimulai. "Ada apa, bu?"
"Siapa namamu?"
"Naldeva, bu. Naldeva Nurachman." Ia melihat dosen yang sudah berumur tersebut memeriksa daftar absen. Ia pun segera menyahut untuk membantu beliau mencari namanya, "nomor 32, bu."
"Oh iya! Baik, terima kasih!"
"Sama-sama, bu." Gumam Deva dengan sangat pelan. Ia sudah mau duduk kembali, tetapi bu Sani memanggilnya untuk ke depan.
Dengan langkah gontai, Deva pun berjalan ke depan kelas. "Kenapa kamu pakai-- astaga!"
Kedua mata bu Sani membelalak begitu melihat mata Deva yang sedari tadi terhalangi oleh kacamata hitam. Beliau bahkan tidak sempat untuk menyelesaikan kalimat yang sudah ia siapkan untuk memarahi Deva. Ia pun tidak jadi menyoret absen Deva dan memilih diam untuk memperhatikan.
"Bu," Deva menggigit bibirnya pelan, takut kalau apa yang akan dikatakannya terkesan tidak sopan. Tetapi, ia tidak bisa menahannya. "Kata orang, staring is rude."
"Ah iya-iya! Maaf!" Bu Sani kemudian mendekatkan wajahnya ke wajah Deva, "tapi ini matanya kamu kenapa bisa bengkak banget gini? Merah pula!"
"Sshht!! Jangan kuat-kuat, bu! Saya gak mau yang lainnya tau ..."
Bu Sani pun menganggukkan kepalanya. Ia menatap Deva, menunggu mahasiswanya itu memberitahukan padanya apa yang telah terjadi kepada kedua matanya.
"Saya nangis, bu. Dari semalam sore sampe pagi. Terus kata temen saya, pas tidur pun saya nangis." Tahu kalau sang dosen ingin bertanya lebih, Deva pun menjawabnya, "putus cinta-- eh engga. Gak bisa dibilang putus cinta sih, bu. Wong hubungannya aja gak jelas apa."
Bu Sani menunjukkan ekspresi turut prihatin. "Kalau dampaknya ngena banget ke psikologis kamu, atau kamu ngerasa down, coba datangi layanan kesehatan fakultas kita. Gratis untuk mahasiswa."
Deva hanya mengangguk. Lalu, entah mengapa, bibirnya pun mulai bergetar, "Ibu ... saya masih sedih ..."
--
Suasana canggung mendominasi atmosfer di ruang kerja Javran. Deva berdeham sekali untuk menghilangkan rasa gugupnya. Tetapi mata yang menatap ke arahnya semakin lama semakin membuatnya tidak nyaman.
"Apa yang membuat lo merasa kalau lo itu spesial buat Javran?" Lirih pria itu dengan sinis.
Deva melirik ke arah Sebastian dari balik kacamata hitamnya. Ia tidak mengerti dengan maksud pria manis itu. Ia tidak pernah merasa bahwa Javran menganggapnya spesial. Yang ia tahu malah sebaliknya. Bahwa bagi dirinya, Javran adalah seseorang yang spesial. Dan perasaan itu adalah sesuatu yang bodoh.
"Aku gak tau, kak. Kenapa gak kakak tanya langsung aja sama mas Javran?"
Mendengar sebutan Deva untuk Javran, Tian mengeraskan rahangnya. "Gue dengar dari Teddy kalau Javran pergi ke Surabaya buat nemenin lo. Ngapain kalian ke sana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
red [2jae - AU] ☑
FanfictionWhen Taylor Swift says, "loving him is like trying to change your mind once you already flying through the free fall", well, I couldn't agree less. - Naldeva (2021) ⚠️ WARNING ⚠️ - Lokal AU - Boys love 🔞 - Rated super ++ - M-preg (side character) ...