《06》 the new neighbor

4.9K 536 109
                                    

Ini banyak
2,8k words

Kalo mau muntah,
muntahin berupa komentar aja :v

🍑 aethrasthetic 🍑

Pertemuan tak terduganya dengan Christ, membawa Deva ke kejadian tak terduga lainnya dimana Javran datang bak pahlawan. Tapi, perasaan aman yang ia rasakan hanya hadir untuk beberapa saat. Dirinya kembali gemetaran saat Jibran dan Julian meninggalkannya sendirian dengan Javran.

Mata bulat Deva tidak berhenti melihat ke kanan dan kiri. Jantungnya terus berdetak cepat, dan tubuhnya dipenuhi oleh keringat. Tenggorokannya kering. Ia ingin berbicara namun lidahnya kelu. Ia tidak berani sekedar menyuarakan setengah ketukan nada dari mulutnya.

Javran sendiri tidak terlalu peduli sebenarnya. Ia terpaksa menuruti kemauan Jibran untuk menghampiri Deva dan membawanya bersama mereka. Bagi Javran, terserah Deva mau melakukan apa dan dengan siapa, ia tidak akan ikut campur karena hubungan mereka hanyalah sebatas dosen dan mahasiswa.

"Kak!"

Deva terkejut bukan main setelah Jibran datang mengejutkannya. Akhir-akhir ini ia memang sangat touchy dan sensitif. Itu mungkin dipengaruhi oleh rasa inferiornya pasca kejadian di malam tahun baru itu.

"Hiks ... g-gue mau pulang." Lirihnya yang keluar secara otomatis. Ia merasa terintimidasi oleh tiga pemuda yang mengelilinya.

Jibran meletakkan semangkuk es krim cokelat di depan Deva. Kepalanya memiring melihat Deva yang bergelagat aneh. "Kakak manis kenapa deh? Cowok tadi udah gak ada kenapa masih takut?"

Deva diam. Ia benar-benar tidak berani untuk menatap ketiga pria yang berhasil membawanya pergi dari Christ. Kesannya memang tidak sopan. Tetapi kesopanan bukan hal utama yang ada di pikirannya saat itu.

"Kakak takut sama kita?" Deva menggeleng, namun juga mengangguk.

Deva tidak takut dengan Jibran. Laki-laki yang lebih muda darinya itu sudah sangat baik dan ramah kepadanya. Julian juga bukan masalahnya. Walaupun banyak diamnya, pemuda itu masih sesekali memberikan senyuman kepadanya. Tetapi Javran ... Deva takut.

"Kakak kedinginan?" Tanya Jibran setelah ia sadar bahwa tubuh Deva bergetar. Deva menggeleng.

"Lo kedinginan?" Julian ikut bertanya. Ia langsung melepaskan hoodie-nya dan memberikannya kepada Jibran. Si bungsu yang mengerti maksudnya pun langsung menyampirkan hoodie itu di pundaknya Deva.

Sedari tadi Javran sudah memperhatikan Deva. Ia tidak tertarik dengan pemuda itu. Tetapi ia mungkin tahu mengapa Deva bertingkah seperti itu.

Javran menghela dan meletakkan batang rokoknya yang baru habis setengah di dalam asbak. "Saya gak akan apa-apain kamu. Jangan berlebihan. It was only a one time thing."

Deva tersentak begitu ia mendengar suara Javran. Ia ingin membela dirinya, tetapi ia sendiri tidak pandai dalam kata-kata. Javran berdecih dan memutar matanya. Sedangkan Julian yang memperhatikan reaksi mereka terhadap satu sama lain pun akhirnya dapat menghubungkan hubungan keduanya.

"Ibran, anter Deva pulang bisa?"

Jibran yang sibuk menyendokakan es krim ke mulutnya mendelik ke arah Julian. "Es krim gue gimana?!"

"Jibran."

Julian terlihat menyeramkan dengan tatapan matanya yang seperti elang. Jibran merasa ngerih, karena Julian jarang terlihat seperti itu. Jibran akhirnya menurut dan membawa Deva keluar dari parlor es krim itu. Tak lupa juga, ia membawa serta mangkuk kaca yang berisikan es krim cokelat pesanannya.

red [2jae - AU] ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang