Haii
Hehe.Harusnya part ini lebih panjang lagi
Tapi karena aku ga mau 1 ch lebih dari 3k, jadi segini aja deh.
🍑 aethrasthetic 🍑
"Nak, bisa ke Kediri sekarang? Eyang kakung meninggal."
Gelas yang sedang Deva pegang terjatuh hingga pecah saat ia mendengar informasi tersebut disampaikan oleh suara sumbang sang bapak. Ia mengambil ponselnya dari meja, menonaktifkan mode loudspeaker, dan menempelkannya di telinga.
Karena mendengar suara pecahan gelas, Javran yang sedang berenang di tengah-tengah berkas pekerjaannya pun langsung menghampiri sumber suara. "Everything alright?" Ia terhenti di ambang pintu, berdiri memperhatikan Deva yang memunggunginya.
Javran melihat pecahan kaca yang berserakan di sekitar Deva, tetapi pemuda itu seperti tidak terpengaruh oleh benda tajam tersebut. Ponsel yang menempel di telinganya memberitahu Javran kalau Deva sedang menghubungi atau dihubungi oleh seseorang.
"Pergi bareng kan, pak?"
"Bapak sama ibuk udah di bandara. Uang kamu cukup untuk beli tiket?"
Deva berpegangan pada pinggiran meja. Ia mengingat-ingat sisa saldonya yang baru kemarin malam ia periksa. "Kalo price tiketnya di bawah satu juta, Deva rasa cukup, pak."
Helaan napas pun terdengar setelah jadwal keberangkatan diumumkan. "Sebentar lagi mau take off. Nanti bapak transferkan, ya, untuk pegangan kamu. Hati-hati di jalan."
"Bapak sama ibuk juga hati-hati di jalan."
Deva menghembuskan napas pelan. Ia tidak pernah melalui perjalanan yang begitu jauh seorang diri. Tetapi saat itu bukanlah waktu yang tepat untuknya mengeluh. Ia harus bisa. Jakarta-Kediri tidak sejauh itu, kan?
Deva tahu Javran ada di belakangnya. Ia pun berbalik. "Mas--"
"You alright?" Tanya Javran memotong perkataan Deva.
"Maaf ... Deva pecahin gelasnya ..."
Javran menghela. Gelasnya itu bukanlah benda berharga, dan bukan fokusnya saat itu. "You alright?" Ulangnya.
Deva menatap Javran sebentar, lalu menggeleng pelan. "Deva mau izin--"
"Udah beli tiketnya?" Deva menggeleng. Dilihat dari pertanyaannya, Deva menyimpulkan bahwa Javran mendengar hampir seluruh percakapannya dengan sang bapak. "Saya anter ayo."
--
"Mas," Javran bergumam sebagai tanda bahwa ia mendengarkan. Matanya fokus pada tulisan di buku yang ia comot dari rak bukunya. "Mas gak pulang?"
"Ini saya kan mau pulang."
Kening Deva berkerut. Ia melihat kesibukan para pramugari yang membantu penumpang di sekelilingnya. "Pesawatnya mau take-off!"
"Terus?"
Deva menggembungkan pipinya. "Mas gak perlu anter Deva sampe Kediri ..."
"Kamu orangnya memang suka kepedean, ya? Saya mau ke Yogya."
Pipi hingga telinga Deva memerah. Lantas kenapa kalau ia memang benar kepedean? Meskipun kenyataannya memang seperti itu, ia juga tidak mau mengakuinya di depan Javran. "Tapi penerbangan ini kan straight ke Surabaya."
KAMU SEDANG MEMBACA
red [2jae - AU] ☑
FanfictionWhen Taylor Swift says, "loving him is like trying to change your mind once you already flying through the free fall", well, I couldn't agree less. - Naldeva (2021) ⚠️ WARNING ⚠️ - Lokal AU - Boys love 🔞 - Rated super ++ - M-preg (side character) ...