《20》 just a plaything

7.2K 601 196
                                    

Kalian nih haus banget ya?
Nah aku kasih aer 💦💦

Alurnya kelamaan gak sih?
Kok menurutku iya -_-
Tapi gapapa aku suka ahah.

Kalo ada typo, maaf ya. Aku kalo nyicil ngetik suka sampe ngantuk berat gitu soalnya. 😆

🍑 aethrasthetic 🍑

Deva mengangkat kepala secara refleks dan berkedip. Setelah tiga detik, ia kembali memejamkan mata dan mendusel di dada Javran, mencari posisi ternyaman untuk kembali tidur.

Javran yang sudah bangun sejak sepuluh menit yang lalu karena morning wood-nya pun terkekeh pelan. Deva terlihat lucu dan menggemaskan. "Jam berapa kamu mau balik ke Jakarta?"

"... setengah jam lagi." Ucap Deva setengah sadar. "Deva pengen naik awan ..."

Tubuh Javran bergetar karena perkataan amburadul Deva. "Ayo cari sarapan."

"Engh," Deva menggelengkan kepala, "gak mau ke mana-mana ..."

"Kalau begitu, saya keluar sebentar. Kamu tunggu di sini." Javran membalik posisi mereka agar Deva telentang di ranjang. Ia mengelus pipi Deva yang gembil dan meninggalkan sebuah kecupan di bibirnya.

Deva hanya bisa bergumam, pikirannya masih belum terbentuk karena rasa kantuknya.

--

Suara gemericik air menyapa pendengaran Javran saat ia kembali dengan sejumlah tas belanja di tangan. Ia mengeluarkan isi dari salah satu tas yang berupa sejumlah makanan, dan menatanya di meja kopi yang ada di kamar mereka. Selang beberapa menit kemudian, Deva keluar dari kamar mandi dengan dibalut oleh handuk bathrobe putih khas hotel.

"Mas dari mana? Deva kecarian."

Javran meneguk kopi yang ia beli. "Ada baju di dalam tas yang merah. Buruan dipakai, habis itu sarapan. Saya mandi dulu."

Deva mengintip isi tas yang dimaksud Javran dan menganga. "Ih ini kenapa ada panty juga?!" Ia menginspeksi celana dalam yang ia yakin adalah untuknya. Wajahnya memerah. Javran membelikannya jenis celana dalam yang biasa ia pakai sehari-hari; lace.

Setelah enam puluh menit mereka habiskan untuk bersiap-siap, Javran dan Deva pun kembali berada di jalanan menuju Surabaya. Javran yang berada di kursi penumpang bertugas mengarahkan Deva jalan mana yang harus dilewati hingga mereka berhasil memasuki jalan tol.

"Saya baru tahu kamu bisa nyetir mobil."

"Deva udah lima tahun bisa bawa mobil~" Deva tersenyum lebar, "dari kelas 10!"

Alis Javran naik sebelah. "SIM-nya?"

"Kalau SIM-nya baru dua tahun, hehe."

Karena Deva yang memegang kemudi, Javran merasa sedikit awas. Ia tidak berhenti menyuruh Deva untuk menurunkan kecepatan, mengatakan kalau dengan kecepatan 60 km/jam saja sudah cukup. Tetapi Deva suka mengendarai mobilnya dengan cepat.

"Kalau gak mau nurunin kecepatannya, tukaran aja sini."

Mendengarnya, Deva pun cemberut. Ia memelankan laju mobil hingga sepenuhnya berhenti di pinggir jalan. Ia melepaskan seat belt-nya lalu pindah ke kursi belakang dengan wajah yang ditekuk. Ia sudah bersukarela menawarkan jasa mengemudinya agar Javran bisa istirahat. Tetapi jika Javran menolak untuk mempercayainya dengan perjalanan mereka tersebut, Deva pun enggan untuk memaksa.

Javran mendesah, "loli, jangan banyak tingkah. It's for your own safety."

Deva mendengus. Ia hanya membawa mobilnya dengan sedikit lebih cepat-- 80 km/jam, bukan membawanya dengan ugal-ugalan. Toh saat kemarin Javran yang mengemudi, speedometer-nya bahkan mencapai 110 km/jam.

red [2jae - AU] ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang