《08》 bad intentions led by ...

4.9K 562 127
                                    

Maaf lama up-nya.

A few days back ada keperluan keluarga like something rly important. Plus aku smpat oleng ke kegiatan lain aka nonton drakor dan rewatch Harry Potter.

Enjoy, ya.
Hampir 3k kata eheheh.
Jangan gumoh.

🍑 aethrasthetic 🍑

"Bang."

Javran menoleh ke arah Jibran yang duduk di lantai. Ia sadar kalau adiknya itu sudah memperhatikannya sejak sepuluh menit yang lalu. Tetapi Javran mengabaikannya. "Hn." Gumamnya menyahuti.

Keduanya sedang berada di ruang keluarga. Javran dengan laptopnya dan Jibran dengan buku-buku sekolahnya. Ini merupakan rutinitas baru mereka semenjak Jibran kembali bersekolah. Javran yang merupakan seorang pendidik, ingin memonitor sang adik agar pendidikannya tetap berjalan baik.

Mereka memang tidak dekat. Tetapi tetap saja Javran menginginkan yang terbaik untuk adik-adiknya.

"Ajarin gue jadi cowok bejat, dong."

Javran menjeda film dokumenter yang sedang ia tonton. Ditatapnya Jibran lamat-lamat. Apa yang dipikirkan adiknya itu?

"Really? Dari semua hal yang bisa lo minta ke gue, lo minta itu?" Jibran mengangguk mantap. Alis Javran naik sebelah, namun ia tetap menjawabnya. "Gampang, tapi gak semua orang bisa. Just don't use feelings. Avoid emotions. No string attach. Lo pasti tau, lah. The basic."

Jibran pernah mendengar dari Julian bahwa Javran tidak seperti itu sejak lahir. Ada sesuatu yang terjadi, tetapi Julian pun tidak tahu apa.

"Tapi lo punya gelar PhD di psychology. Bukannya ... harusnya lo bisa ngerti perasaan orang, kan? Bener, kan? But you played them. Just ... how?"

Javran tidak menjawab. Jawabannya cukup sederhana sebenarnya. Well, setidaknya dalam kasus yang ia alami sendiri. Kalian hanya perlu dikhianati oleh orang terkasih, sampai rasa percaya akan cinta itu hilang. Dan baginya, hal itu tidak ada kaitannya dengan major pendidikannya.

"Udah siap tugasnya?"

"No. I mean ... lo bahkan ngerusak cowok sepolos kak Deva. Mana rasa kemanusiaan lo?"

Javran mendengus. Ia tidak percaya kalau Deva seratus persen polos. Mungkin kepolosannya sebelum ia merampas virginitas pemuda manis itu hanyalah tersisa dua puluh lima persen. Dan bagaimana bisa Jibran bertanya seperti itu, sedangkan ia sendiri sudah menyicipi Deva?

"Oh come on! Yang gue lakukan cuma ngelengkapi pengalamannya! Lo juga udah coba dia kan? So what is this fuss all about?"

Jibran menggebrak meja. Ia menatap abangnya tak percaya. "Gue?! Gak pernah dan gak akan!"

Javran tidak mau peduli. Ia melanjutkan kembali tontonannya, membiarkan Jibran sibuk dengan isi pikirannya.

"Kak Deva anak baik ..." gumam Jibran yang masih bisa didengar oleh Javran. "Kalo aja lo bisa lihat seberapa ketakutannya dia pas tidur, dan semuanya gara-gara lo ..."

Jibran menggeleng. Ia menyayangkan kejadian buruk yang menimpa Deva. Tetapi pemuda manis itu masih bisa menunjukkan senyumnya untuk Jibran, seolah masalahnya tidak seberat itu.

--

Hari-hari berlalu dan Deva pun mulai bisa berdamai dengan pengalaman tak mengenakkannya itu, meskipun mimpi buruk masih kerap menghantui. Hal itu berkat bantuan dan dukungan yang ia dapat dari bu Wida, dan surprisingly, Jibran.

red [2jae - AU] ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang