Pertemuan pertama ( bab 1)

6K 276 30
                                    


Djian POV

"Djian ..." panggil kakek. Mendengar kakek memanggil namaku, aku segera berlari menghampiri Kakek.

"Ya kek," kataku setelah berdiri di hadapan kakek.

"Ini kamu antar sayuran ini ke alamat ini ya..."

Kakek memberikan tas berisi sayuran yang Kakek petik dari kebun belakang.

Kakek adalah petani sayuran, untuk mengisi hari-harinya Kakek menanam sayuran di kebun belakang. Dibantu oleh seorang pekerja bernama Kak Bihan. Yah...aku memanggilnya kak Bihan karena dia lebih tua beberapa tahun dariku.

Selain sayuran di kebun belakang, Kakek juga menanam jeruk. Jeruk milik Kakek sangat manis jika berbuah.

"Ini alamatnya dekat sekolahanku ya Kek?" tanyaku pada kakek setelah membaca alamat yang kakek berikan padaku.

"Iya, dekat sekolahan barumu itu, ada rumah besar kan, nah kamu antar sayuran ini kesana. Sudah dibayar, kamu gak usah minta uang lagi," jelas Kakek.

Aku baru saja dua bulan tinggal bersama Kakek di desa kecil ini, di kota asalku, aku sudah tidak memiliki siapa-siapa. Orangtuaku meninggal dalam kecelakaan satu tahun yang lalu. Selama ini aku diasuh oleh paman dan bibiku. Namun, aku merasa tidak nyaman tinggal bersama mereka. Aku merasa menjadi beban mereka, oleh karena itu aku menghubungi Kakek, ayah dari Mamaku. Aku memutuskan untuk tinggal di desa bersama Kakek. Sekalian menemani Kakek daripada Kakek sendirian.

"Baiklah," kataku sambil mengangkat tas berisi sayuran segar.

Aku letakkan tas sayuran itu di keranjang depan sepedaku.

Jika di kota kemana-mana, aku diantar naik mobil, tapi ketika di desa, aku harus terbiasa menggunakan sepeda mini sebagai alat transportasiku.

"Aku pergi dulu ya Kek," pamitku.

"Hati-hati jangan ngebut naik sepedanya Djian." Kakek memperingatiku. Mungkin kakek pernah memergokiku mengebut saat naik sepeda.

"Beres kek..." jawabku bersemangat.

Aku memang sangat bersemangat. Aku senang membantu Kakek, setiap pulang sekolah atau di hari libur Kakek akan memberiku tugas. Mengantar pesanan sayuran ke pelanggan Kakek.

Meski di desa aku hidup sederhana jauh dari keramaian kota tapi hatiku senang, hidup terasa tenang. Di Sekolah baru aku juga sudah punya banyak teman. Mereka baik dan ramah. Banyak yang gemas padaku, katanya aku ini imut cantik seperti boneka. Padahal aku kan laki-laki, tapi tidak masalah bagiku. Yang penting mereka bersikap baik padaku, aku sudah senang.

Aku mengayuh sepedaku santai sambil bersenandung, mengikuti apa kata Kakek untuk tidak terlalu ngebut. Di tengah jalan tiba-tiba aku dikejutkan oleh suara gonggongan Anjing. Aku berhenti sesaat menoleh ke kanan dan kiri. Dan ternyata ada seekor Anjing di belakangku. Aku paling takut pada anjing, seketika aku kembali mengayuh sepedaku cepat. Sialnya anjing itu terus mengejarku, aku pun semakin menambah kecepatan. Mengeluarkan semua tenagaku untuk mengayuh agar sepedaku melaju lebih cepat dari lari anjing di belakangku.

Guk...guk...guk !!!

Aku menoleh kebelakang.

Ternyata anjing galak itu masih mengejarku. Aku semakin mempercepat sepedaku. Keringat mulai membasahi wajahku dan aku mulai kehabisan tenaga.

Wus....wus...wus.

Semakin ngebut, tidak menoleh ke kanan ke kiri, yang ada dalam pikiranku, yang penting aku bisa lolos dari kejaran anjing galak yang gak punya sopan itu. Apa salah Dan dosaku kenapa mengejarku hingga jauh.

Trust Me Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang