Setelah hari itu (bab 34)

934 132 42
                                    

Halo semuanya .... Kangen sama kalian yang masih setia nunggu cerita ini. Maaf ya, aku terlalu lama membuat kalian menunggu🥺

Sebenarnya cerita ini sudah cukup lama aku tulis dari pertengahan tahun 2021, tapi sampai tahun 2023 belum bertemu kata selesai.

Semua karena ide yang mentah, tapi aku paksa buat terus lanjut nulis. Akibatnya aku sering kehabisan ide. Kerasa sekali buat aku, dari seringnya aku berhenti nulis cerita ini, juga viewers yang gak naik-naik. Pernah, aku berpikir buat buang ini cerita. Tapi aku enggak tega, biar bagaimanapun setiap tokoh yang aku ciptakan itu seperti anakku sendiri. Aku harus tanggung jawab menulis kisah mereka sampai selesai. Benar begitu kan??

So ... Maaf banget buat kalian, kalau kalian merasa cerita ini enggak jelas arah mau ke mana dan tentang apa. Yang penting selesai 😭

Enjoy this part.

Di hari Minggu pagi yang cerah ini, Djian pergi ke taman kota untuk lari pagi. Sebuah kawasan hijau yang luas dan tertata rapi. Di sepanjang jalan taman itu ditumbuhi pepohonan yang rindang. Tempatnya yang sejuk dan jauh dari kebisingan kendaraan lalu lalang digunakan pengunjung sebagai tempat jogging.

Minggu pagi seperti hari ini, taman kota itu tampak ramai pengunjung. Rata-rata mereka adalah para orang tua yang jalan-jalan santai. Ada yang sendiri, ada juga yang bersama pasangannya. Tidak hanya para orang tua. Kawula muda juga menikmati suasana pagi di taman kota sambil berlari-lari kecil.

Setelah merasa cukup mendapat keringat, Djian berhenti berlari. Ia lantas jalan santai sambil merenggangkan kedua tangannya. Menghirup udara pagi yang sejuk dalam-dalam.

Bruk!

Mendengar suara aneh di belakangnya, Djian langsung menoleh. Kedua matanya yang bulat melebar kaget ketika melihat seorang pria tua tersungkur di belakangnya. Djian buru-buru menghampiri pria tua itu dan membantunya berdiri.

"Argh!" Erang laki-laki tua yang bila Djian tebak usianya sekitar 60 tahun ke atas.

"Bapak tidak apa-apa?" tanya Djian khawatir.

Laki-laki tua itu memegangi pinggang belakangnya sambil meringis menahan sakit. Dengan sigap Djian memegang tangan dan bahu pria tua itu, membantu berjalan ke pinggir jalan, ke sebuah kursi panjang di sekitar tempat itu.

"Duduk sini, Pak," kata Djian sembari membimbing pria itu untuk duduk di kursi kayu perlahan.

"Terima kasih anak muda," ucap pria tua itu setelah mendudukkan bokongnya dan menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi kayu.

"Bapak tidak apa-apa?" tanya Djian lagi untuk memastikan. Dari sorot matanya Djian tampak khawatir.

Laki-laki tua yang rambutnya hampir putih semua itu tertawa pelan. Menggoyangkan tangannya depan muka. "Tidak apa-apa, aku baik-baik saja," tuturnya sambil mengulas senyum.

"Aku sudah tua, seharusnya aku tidak memaksakan diri untuk lari pagi."

Djian menyusul duduk di sebelah pria itu. Bibir mungilnya tersenyum lembut.

"Tidak apa-apa lari pagi, Pak. Yang penting sesuai porsi. Jangan terlalu keras. Kalau dulu saat muda bisa lari dua kilo meter, sekarang 500 meter saja sudah cukup."

"Hahaha kamu benar." Pria tua itu tertawa renyah sambil menepuk pelan bahu Djian pelan.

Djian memandangi wajah pria yang sudah tua itu lekat. Pipi yang mulai menggelimbir turun dan kerutan di sekitar mata mengingatkannya pada kakek Jono. Dan Djian akan kembali diingatkan akan kenangan pahit yang tidak bisa Djian lupakan sampai detik ini.

Trust Me Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang