Beda usia (bab 25)

1K 130 17
                                    


Panas terik matahari membakar kulit, tapi tak membuat Andaru si pria galak itu untuk masuk ke dalam rumah atau sekedar di teras. Dia berdiri mondar-mandir depan pintu gerbang rumahnya dengan kedua tangan di belakang punggung. Sesekali Andaru melongok ke jalan untuk melihat apakah Djian yang dia tunggu sudah kelihatan pulang. Dalam hati Andaru kesal sekali, Marvel yang dia suruh untuk menjemput Djian ke sekolah, temannya itu menolak. Malah sekarang entah pergi ke mana bersama Yolanda.

Andaru sebenarnya bisa saja menjemput Djian sendiri jika dia mau, sayangnya rasa gengsinya lebih besar. Makanya dia lebih memilih bertahan tidak menjemput Djian ke sekolah seperti tempo hari. Kalau dia melakukan itu, takutnya Djian akan merasa besar kepala. Andaru takut, nanti Djian berpikir dia menyukai remaja itu. Walaupun sebenarnya 'iya'.

Mendengar suara motor datang, Andaru berhenti bergerak. Laki-laki itu lantas bergegas membuka pagar rumah. Dilihatnya Djian datang bersama dengan seorang remaja laki-laki yang belum pernah Andaru lihat sebelumnya.

"Siapa lagi ini?" gumamnya dalam hati.

Andaru berdiri depan gerbang sambil menatap tajam ke arah dua remaja di atas motor.

"Hai Om ...." Tanpa rasa sungkan Raka mengangkat satu tangannya ke atas sambil menyengir memamerkan deretan giginya. Dia bahkan tidak mematikan mesin motor.

Andaru tidak membalas sapaan remaja itu. Ia menatap sengit Djian yang saat ini tengah duduk di atas motor. Kedua tangannya masih melekat di pinggang Raka.

"Terima kasih Ka," ujar Djian ketika dia sudah turun dari motor Raka.

"Ya," jawab Raka singkat.

"Om Maaf ya, telat mengatar Djian pulang, tadi makan soto dulu di warung Bu Sar."

Mereka tadi memang sempat berhenti untuk makan di warung soto langganan Raka. Awalnya Djian menolak ajakan Raka, tapi cowok remaja itu memaksa. Dengan terpaksa Djian pun menurut. Meskipun dia tahu, dia akan pulang agak telat. Dan Andaru tidak menyukai akan hal itu.

Lihat saja wajahnya saat ini, sudah seperti singa lapar yang siap menerkam dan mencabik-cabik Djian. Remaja itu sampai merinding ditatap seperti itu oleh Andaru.

"Itu orang gue ajak ngomong diem aja? Bisu ya?" bisik Raka tepat ditelinga Djian.

Mendengar itu Djian langsung membulatkan mata, ia memukul tangan Raka pelan.

"Jangan ngomong sembarangan, kalau orangnya dengar bisa bahaya."

Raka menaikkan satu alisnya, wajahnya tampak tak percaya dengan ucapan Djian.

"Memangnya siapa yang berani sama anak kepala desa." Sombong Raka, ia melirik sekilas ke arah Andaru.

"Sudah deh, pulang sana," usir Djian gemas.

"Ya sudah gue pulang, oh ya besok gue jemput. Jangan berangkat sekolah sama Fadli lagi."

"Kenapa?"

"Ya pokoknya nurut aja."

"Enak saja tidak mau!" tolak Djian tegas.

"Ya terserah, kalau lo mau lihat ban motor Fadli kempes tiap hari."

Djian terbelalak kaget. "Jadi itu perbuatan kamu Ka?! Jahat banget sih ...."

Raka tertawa terbahak. Lalu melesat pergi meninggalkan Djian yang berdiri dengan wajah tak percaya.

"Apa sih maksudnya anak itu?" gerutu Djian setelah kepergian Raka. Kasihan sekali Fadli, rupanya ban motornya kempes karena kejahilan Raka.

"Djian!" sentak Andaru.

Sontak Djian langsung menoleh ke arah di mana Andaru berdiri.

"Sudah selesai ngobrolnya?" Berjalan mendekati Djian. "Kamu tahu gak jam berapa ini, kenapa baru pulang?"

Trust Me Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang