Harus kerja bayar hutang (bab 4)

1.6K 175 23
                                    

Author POV

"Begitu ceritanya Kek." Djian mengakhiri ceritanya. Remaja itu tertunduk merasa bersalah. Satu, dia tidak bisa membawa pulang tas sayur milik Kakek dan yang kedua dia merusak barang mahal milik orang lain.

Kakek hanya mendesah pelan. Mengamati wajah cucu satu satunya. Meskipun Djian itu seorang anak laki-laki, tapi wajah Djian sangat mirip dengan mendiang putrinya. Melihat Djian seakan ia melihat putrinya hidup kembali.

"Jadi, di rumah itu ada dua orang pria, dan yang sering datang kemari itu salah satunya. Ada satu pria lagi di dalam rumah besar itu, dan itu pria yang kamu bilang angkuh."

"Tepat sekali Kek," tukas Djian.

Kakek manggut-manggut mengerti.

"Ya sudah, kamu gak usah khawatir. Kalau orangnya ke sini dan minta ganti rugi biar Kakek yang bicara."

"Sekali lagi maafkan Djian ya Kek ..."

"Iya, Kakek maafkan," ucap pria tua berusia 73 tahun, tapi masih terlihat sehat. Pria tua itu lalu memutar tubuhnya kembali ke kebun belakang rumah.

Djian mengikuti Kakek di belakang.

Di kebun belakang ada Bihan sedang memanen sayuran kangkung dan sawi hijau untuk mempersiapkan pesanan beberapa pedagang sayur langganan Kakek.

Biasanya setiap malam para pedagang sayuran akan datang ke rumah Kakek untuk mengambil pesanan mereka. Dan kemudian mereka jual di pasar keesokan harinya.

Dari bertani sayuran itu lah Kakek membiayai hidupnya selama ini. Dulu saat muda Kakek adalah petani sayur yang sukses. Namun, seiring berjalannya waktu semua berubah. Semua tak sama lagi. Kini hanya cukup untuk kebutuhan hidup sehari-hari.

Buat kakek yang penting bisa jadi kegiatan di usianya yang tua. Dan bisa membantu Bihan. Pemuda desa yang suka bertani sayuran. Dan lebih memilih bekerja pada Kakek dengan gaji yang terbilang kecil daripada ia pergi ke kota untuk mencari pekerjaan yang lebih layak lagi.

Djian mengikuti langkah Kakek, lalu berjalan mendekati Bihan yang sedang sibuk dengan pekerjaannya. Djian selama dua bulan tinggal bersama kakeknya tidak banyak membantu di kebun, Djian lebih suka bermain-main daripada membantu. Namun, walau begitu Djian punya tugas rutin, yaitu menghantarkan pesanan pelanggan dari satu rumah ke rumah yang lain.

"Jadi...di dalam rumah besar itu ada dua orang?" tanya Bihan sembari memanen kangkung yang terlihat segar-segar dan hijau.

Djian mengangguk sebagai jawaban.

Remaja bertubuh kecil dengan paras seperti gadis itu mengekori kemana langkah Bihan yang berjalan di depannya.

"Jadi yang sering datang kemari pria yang tidak sombong."

"Iya, tidak sombong tapi menyebalkan."

"Kok bisa sih, kayaknya tiap kesini orangnya ramah tuh."

"Kan aku dah bilang dia gak sombong tapi tetap saja dia menyebalkan."

"Tapi dia gak kayak gitu kok"

"Kak Bihan gak percaya banget sih sama omonganku."

"Aku percaya dengan apa yang kulihat Djian ....."

Djian mencebikkan bibirnya.

"Serah deh ... mentang-mentang dia langganan sayuranmu, jadi kamu bela kan Kak."

"Gak juga. Karena orangnya emang ramah dan tidak menyebalkan kayak yang kamu bilang."

"Dia bilang aku ini anak kecil. Bukanya itu menyebalkan." Djian sedikit berteriak.

Trust Me Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang