Pergi (bab 33)

1.3K 154 71
                                    

Hai ... Rindu kalian🥰

Sudah sepekan Djian tidak tinggal di rumah besar Andaru. Kakek Jono sedang sakit dan Djian harus merawat Kakek sampai sembuh.

"Pulang lah dulu, temani Kakek sampai sembuh," kata Andaru kala itu.

"Gak apa-apa Om sendirian di sini?"

"Tidak apa-apa, kamu pikir aku anak balita yang harus kamu jaga?!"

Setelah yakin Andaru tidak masalah ditinggal sendirian. Djian memutuskan pulang ke rumah kakek Jono dan berencana merawat Kakek hingga sembuh. Setelah Kakek sembuh ia bisa kembali lagi ke rumah besar Andaru.

"Kek, lebih baik kita ke rumah sakit," ujar Djian khawatir melihat kondisi kakek Jono yang tak kunjung sembuh. Laki-laki tua itu sering sesak napas dan batuk-batuk.

Kakek Jono menggeleng lemah. Menyandarkan punggungnya pada sandaran tempat tidur.

"Duduk sini Djian," ucap Kakek lemah sambil menepuk-nepuk pinggiran tempat tidur. Napasnya tersengal-sengal.

Djian menurut. Perlahan remaja mungil itu duduk di tepi tempat tidur. Menatap khawatir wajah Kakek yang tampak menahan sakit.

"Kamu apa tidak kembali ke rumah Nak Ndaru? Sudah beberapa hari kamu tidak ke sana?"

"Tidak masalah Kek, aku tidak bekerja di sana sementara ini. Om Ndaru sendiri yang bilang, aku bisa merawat Kakek dulu sampai sembuh."

"Dia orang yang baik," kata Kakek pelan. Bibirnya yang kering mengulas senyum.

"Kek, ayo kita ke rumah sakit, aku akan minta Kak Bihan cari pinjaman mobil," bujuk Djian lagi dengan raut wajah gusar.

"Gak usah, nanti juga sembuh sendiri seperti biasanya."

Djian menghela napas panjang. Ditatapnya wajah Kakek yang keriput. Hanya Kakek yang ia punya saat ini, Djian takut sekali bila terjadi sesuatu yang buruk pada Kakek.

"Jangan sedih seperti itu, Kakek besok pasti sehat lagi," kata kakek Jono seperti mengerti apa yang ada dalam pikiran cucunya, bibir keringnya mengulas senyum, lalu membelai pucuk kepala Djian.

"Djian! Djian!"

Mendengar suara teriakan Bihan memanggil namanya dari luar, Djian bergegas bangkit berdiri dan keluar.

Bihan datang dengan napas terengah-engah, dia baru saja lari sekencang-kencangnya untuk segera memberitahu Djian sebuah kabar.

"Ada apa Kak Bihan?" tanya Djian dengan wajah bingung. "Motor Kak Bihan mana?"

Bihan tak langsung menjawab. Pemuda itu membungkuk, menumpukan kedua tangannya di masing-masing lutut dan mengatur napasnya yang terengah-engah. "Motorku macet di jalan, jadi aku lari ke sini buat memberitahu kamu sebuah kabar, Djian."

"Kabar apa Kak?" Djian jadi penasaran.

"Kamu sudah tahu belum kalau Om Ndaru meninggalkan desa hari ini?"

"Apa?" Djian bengong dengan mulut ternganga.

"Aku dengar dari ibu-ibu di warung, katanya rumah besar itu dijual dan hari ini Om Andaru kembali ke kota. Karena aku tidak percaya, aku tadi pergi melihat rumah itu untuk memastikan."

"Lalu?" tanya Djian dengan jantung berdebar.

"Ada dua mobil box mengangkut barang-barang dari dalam rumah itu, dan ...."

Tak perlu menunggu Bihan menyelesaikan kalimatnya. Secepat kilat Djian bergerak mencari sepeda mininya di halaman samping rumah.

"Djian kamu mau ke mana?"

Trust Me Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang