Selesaikan denganya (Bab 52)

942 73 6
                                    

BAB 52

Djian menggeliat ketika merasakan hangat sinar mentari yang menerobos dari celah-celah jendela. Perlahan tangannya sedikit menyingkap selimut tebal yang membungkus tubuh mungilnya yang saat ini sedang dalam dekapan pria di sisinya.

Djian mendongak, melihat wajah tenang Andaru dengan kedua mata yang masih rapat terpejam. Satu lengan pria itu di bawah kepala Djian, semalam-malaman Djian menggunakan tangan pria itu sebagai bantal tidur.

"Om ...." Djian mencubit pelan ujung hidung Andaru yang mancung.

Andaru mengernyit, menggerak-gerakkan kepalanya ketika  tidurnya terganggu.

"Bangun, Om .... sudah pagi," kata Djian dengan suara parau khas orang bangun tidur.

"Hm ...." Hanya gumaman tidak jelas itu yang keluar dari bibir Andaru. Ia bahkan tidak membuka kedua matanya.

"Om Ndaru, bangun sudah pagi."

Djian tidak bisa bergerak selama Andaru masih mendekapnya dalam pelukan. Menindih tubuh kecilnya dengan satu kaki.

Tidak hanya itu, saat ini sedikit saja Djian melakukan gerakan, tubuhnya terasa sakit semua, seakan tulang-tulangnya telah remuk. Terutama bagian pinggang ke bawah. Nyeri sekali.

"Om Ndaru ...."

"Ada apa? Ini masih malam, tidur lagi."

"Ini sudah pagi, buka matamu."

"Sekarang hari Minggu, kamu tidak sekolah, Marvel lagi di kota, diamlah, tidur saja." Andaru berkata ngawur. Seolah saat ini mereka masih di waktu 8 tahun yang lalu. Saat mereka masih tinggal di desa.

Mendengar itu Djian menatap lekat wajah pria matang di depannya. Membelai lembut wajah tampan dan tenang itu seraya mengulas senyum hangat dan berkata, "Tapi kita enggak lagi di desa. Kita sedang ada di rumahmu, di kamar tamu."

Perlahan-lahan Andaru membuka matanya, lalu menatap Djian yang sedang dalam pelukannya.

"Jam berapa sekarang?" tanyanya setelah seluruh jiwanya terkumpul.

Djian sedikit mengangkat tubuhnya lalu melongok ke jam weker di belakang punggung Andaru. Tepatnya di atas nakas dekat tempat tidur.

"Jam 10."

Seluruh tubuh Andaru tiba-tiba menegang, raut wajahnya berubah cemas.

"Apa? Jam 10. Sekarang sudah jam 10 pagi?"

"Iya ...."

Arg!! Andaru langsung merasa menyesal. Kenapa dia baru bangun. Seharusnya dia bangun lebih awal, seharusnya meninggalkan kamar ini sebelum matahari terbit.

Lalu sekarang .... Ah, pasti ayahnya sudah bangun.

Andaru segera bangkit dari baringnya lalu mengenakan bajunya yang berserakan di lantai.

Melihat Andaru berubah panik, Djian ikut bangun, tapi tidak beranjak dari tempat tidur. Ia membungkus dirinya sendiri dengan selimut tebal.

"Om kenapa?" Jantung Djian berdebar. Ia curiga Andaru menyesal dengan apa yang mereka lakukan semalam.

"Om, ada apa?" Djian bertanya lagi, kali ini dengan nada suara lebih keras.

Andaru cepat-cepat membungkam mulut Djian dengan satu telapak tangannya yang besar.

"Sttt .... jangan keras-keras. Kita bangun kesiangan, Ayah pasti sudah bangun," kata Andaru dengan suara berbisik.

Seluruh wajah Djian tertutup oleh telapak tangan Andaru, hanya terlihat kedua bola matanya yang saat ini terbelalak.

Trust Me Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang