Teman baru (Bab 45)

815 88 17
                                    

"Silakan masuk, mari." Seorang pelayan wanita mengulurkan satu tangannya ke depan, membimbing Djian masuk dalam kediaman Sajadewa Natanegara. Mereka berjalan melewati ruang tamu yang besar dengan sofa mewah warna cream. Pada dinding ruang tamu menggantung beberapa lukisan dan foto-foto keluarga. Dari ruang tamu mereka berdua menuju ruang tengah lalu melewati pintu kaca tembus pandang menuju halaman samping.

Di halaman samping Sajadewa duduk santai sambil menikmati kue kering dan secangkir teh. Kebetulan sore ini cuaca sangat bagus tidak terlalu panas, angin berembus sejuk. Sajadewa menoleh ke pintu kaca dan bibirnya mengulas senyum ketika asistennya memberitahu kedatangan Djian.

Pemuda itu terlihat segar, wajahnya cerah berseri, tubuhnya yang mungil sangat pas dibalut dengan celana panjang denim model longgar. dipadukan dengan jaket crop warna cream serta kaus slim fit putih sebagai dalaman.

"Djian, akhirnya kamu datang ke rumahku," kata Sajadewa dengan senyum lebar. Pria lanjut usia itu terlihat sangat senang sekali. Binar bahagia terlukis jelas dari raut wajahnya.

"Kebetulan sore ini saya ada waktu, Pak. Tidak terlalu sibuk," balas Djian sembari mendudukkan tubuhnya di kursi yang telah disiapkan asisten Sajadewa.

"Terima kasih," ucap Djian pada wanita yang menarik kursi untuknya.

Wanita itu mengangguk dan mengulas senyum. Ia kemudian kembali duduk di kursinya.

"Tapi undanganku ini sungguh tidak menggangu pekerjaanmu, kan?"

"Tidak, saya benar-benar tidak banyak pekerjaan hari ini," ujar Djian meyakinkan.

"Syukurlah, kalau begitu aku tidak merugikanmu," kata Sajadewa sambil tertawa pelan.

Untuk beberapa saat mereka berbincang sambil menikmati camilan dan secangkir teh. Sajadewa dan Djian menikmati pertemuan mereka itu. Keduanya terlihat akrab, tidak ada rasa canggung antara mereka. Keduanya mengobrol tentang banyak hal, diselingi canda tawa.

Sajadewa merasa terhibur dengan kedatangan Djian di rumahnya. Sudah lama ia tidak bercengkrama dengan orang yang cocok dengannya. Tepatnya sejak Andaru menikah. Hubungannya dengan anak semata wayangnya itu merenggang.

Setelah cukup lama mengobrol dengan Djian, Sajadewa baru menyadari sebenarnya Djian adalah sosok pemuda yang ceria dan suka bercerita banyak hal. Ia menyukai itu, jika memungkinkan Sajadewa ingin setiap hari bertemu dengan Djian. Namun, ia mengerti, itu tidak mungkin.

"Ah, Djian, rasanya kurang seru kalau kita cuma duduk di sini sambil minum teh, ayo aku mau mengajakmu ke suatu tempat."

"Ke mana?" tanya Djian penasaran.

"Ikut saja, ayo." Sajadewa bangkit berdiri.

Tanpa bertanya lagi, Djian bangun dari duduknya lalu mengikuti langkah Sajadewa.

"Dona." Sajadewa berhenti melangkah lalu memutar tubuhnya ke belakang. Melihat ke arah asistennya yang berjalan di belakangnya bersama Djian.

"Iya, Pak."

"Kamu ambil keranjang buah, dan panggil Parto ke sini."

"Baik, Pak." Wanita yang bernama Dona itu kemudian pergi meninggalkan halaman belakang.

"Ayo, Djian," ujar Sajadewa lalu kembali melangkah. Djian mengikutinya tanpa bersuara.

Pria itu membawa Djian ke halaman belakang rumah. Di halaman belakang ada sebuah pohon mangga yang besar. Pohon mangga itu berbuah sangat lebat.

Melihat halaman belakang kediaman Sajadewa, Djian berdecak kagum. Semua tanaman terawat dengan baik. Selain pohon mangga, ada pohon kelengkeng yang juga mulai berbuah.

Trust Me Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang