Trust Me (Bab 48)

860 108 17
                                    

Malam ini Sajadewa memenuhi undangan makan malam di kediaman keluarga Yolanda bersama Andaru. Awalnya Andaru menolak keras. Ia tidak mau ikut. Namun, Sajadewa memaksa. Terjadilah perdebatan antara ayah dan anak yang cukup alot. Sampai pada satu keputusan Andaru mau pergi jika Djian juga ikut pergi. Karena tidak tega melihat tatapan memohon Sajadewa, mau tak mau Djian juga ikut pergi ke acara makan malam itu. Dan akhirnya malam ini mereka datang bertiga ke rumah orangtua Yolanda.

Kehadiran Djian di tengah-tengah acara makan malam keluarga itu membuat Yolanda gerah. Apalagi saat Andaru mengenalkan Djian sebagai asistennya yang baru depan orangtuanya. Merasa miliknya terancam Yolanda memilih duduk di sebelah kanan pria itu. Dan Djian duduk di sisi sebelah kiri. Pemuda itu hampir saja pindah duduk, tapi di bawah meja, tangan besar Andaru dengan cepat menahannya. Andaru mencengkeram erat tangan Djian. Membuat pemuda itu mengurungkan niatnya untuk pindah duduk.

"Bagaimana kakimu, Ndaru apa masih sakit?" tanya Subrata, ayah Yolanda di tengah-tengah acara makan malam mereka.

"Sudah lebih baik," jawab Andaru sambil tersenyum tipis.

"Aku harap cedera yang kamu alami segera sembuh, biar bagaimanapun pernikahan kalian akan segera di gelar."

Andaru yang mulanya menunduk, seketika itu langsung berhenti makan. Ia mengangkat wajahnya dan tampak terkejut mendengar pernyataan ayah Yolanda. Di sebelahnya Yolanda tersenyum puas lalu meneguk anggur merah dalam gelasnya dengan anggun.

"Kenapa dengan muka kaget itu? Apa ayahmu tidak memberitahumu?"

"Tidak. Ayah tidak pernah mengatakan apa-apa."

"Sajadewa, kamu belum memberi tahu anakmu kalau tanggal pernikahannya sudah kita tentukan?" Subrata mengalihkan tatapannya pada Sajadewa yang tampak gelisah kebingungan.

Pria lanjut usia itu tertawa. Tampak jelas itu tawa yang dipaksakan. Ia kemudian meraih gelas berisi air putih di depannya lalu meneguk air putih itu untuk mengurangi rasa tegang yang ia rasakan.

"Aku lupa, Brata. Kamu tahu aku sudah tua, mulai pikun. Sekarang kita sudah kumpul di sini, mari kita bahas ulang tanggal pernikahan anak-anak kita."

Mendengar itu gigi Andaru bergemeletuk, wajahnya berubah merah, mati-matian menahan rasa marah yang siap meledak. Namun, Andaru berusaha mengendalikan diri. Pria itu mengingat sedang bertamu di rumah orangtua Yolanda. Dia tidak mungkin mempermalukan ayahnya di rumah orang.

"Sebelum menentukan tanggal pernikahan, seharusnya kalian bicarakan dulu denganku dan Yolanda." Meskipun dalam dada Andaru menahan amarah, tapi ia tetap bicara dengan tenang.

"Kalian sudah dewasa, sudah saling mengenal cukup lama, apa perlu bertanya dengan kalian dulu? Kalian pasti sudah siap menikah, kan? Ibu sudah tidak sabar ingin melihat kalian berdua duduk di pelaminan. Lalu berumah tangga dengan bahagia," ujar ibu Yolanda menimpali.

Sebagai seorang ibu, ia sudah sangat lama mendambakan putrinya menikah. Saat Sajadewa mengumumkan pertunangan Andaru dan Yolanda, wanita itu mendesak suaminya untuk segera membicarakan tanggal pernikahan mereka berdua.

Andaru tidak menyahut lagi. Pria itu memilih bungkam. Sikap bungkamnya membuat Djian ingin segera pergi dari rumah keluarga Yolanda. Telinganya berdengung sakit kala mereka mulai membicarakan tanggal pernikahan di ruang keluarga. Pembicaraan yang seharusnya tidak didengarnya.

Keberadaannya di sisi Andaru seperti ada dan tiada. Tidak ada yang mengajaknya bicara. Ia seperti seorang pembantu yang bergabung satu ruangan dengan para majikan. Tidak ada yang memedulikannya. Sakit! Itulah yang Djian rasakan.

Pulang dari acara malam keluarga itu Djian langsung masuk ke kamarnya. Sebelum Djian menutup pintu kamar, Andaru buru-buru menahannya.

"Ada apa?" Di balik pintu yang sedikit terbuka Djian menatap jengkel Andaru.

Trust Me Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang