End (Bab 59)

1.3K 113 21
                                    

Jika pedang menusuk dada, maka ada kemungkinan untuk segera sehat. Namun, jika hati yang terluka, maka hendak mencari obat ke mana? Seperti itulah Andaru. Bila Marvel yang terluka adalah fisiknya, tapi Andaru adalah batinnya.

Semua kenyataan yang ia tahu sungguh memukul perasaan pria itu. Andaru benar-benar terguncang. Ia sudah cukup sulit menerima kenyataan bahwa ternyata selama ini Marvel mengkhianatinya, melakukan penggelapan uang di perusahaannya. Sekarang bertambah satu kenyataan pahit lagi, kemungkinan Yolanda adalah penyebab dibalik kecelakaan yang menimpanya dulu. Merenggut nyawa anaknya.

Andaru sekarang lebih suka di dalam kamar, mengurung diri. Dan Sajadewa merasa khawatir akan keadaan anaknya itu. Sebagai seorang ayah Sajadewa sudah melakukan yang ia bisa, yang terbaik untuk anak satu-satunya, tapi semua seakan percuma. Andaru kembali terpuruk meskipun diusianya yang matang.

Demi keadaan Andaru Sajadewa menemui Djian dan berbicara dengan pemuda itu.

Saat ini Sajadewa dan Djian duduk di taman Kota tempat pertama kali mereka bertemu. Dua orang itu duduk bersisian sambil mengamati orang-orang yang sedang melakukan lari pagi di sekitar.

"Bagaimana kabarmu?" tanya Sajadewa membuka percakapan.

"Baik," sahut Djian singkat.

"Om Ndaru, bagaimana kabarnya?"  Djian ganti bertanya saat keduanya saling diam.

Sajadewa tidak langsung menjawab, laki-laki itu mendesah pelan seraya mengusap wajahnya.

"Apa dia baik-baik saja?" Timbul rasa khawatir di hati Djian saat melihat reaksi Sajadewa.

"Kenapa kamu tidak datang melihat keadaannya? Hah .... anakku ternyata tidak kuat seperti aku. Andaru lemah, jiwanya lemah, mudah terguncang." Sajadewa tersenyum miris.

"Kondisi setiap orang berbeda-beda, mental tiap orang tidak sama."

"Tapi kamu bahkan lebih kuat darinya. Kamu juga kehilangan kedua orangtuamu, tapi kamu sekarang baik-baik saja."

"Saya juga sempat tidak baik-baik saja,  waktu remaja ada seseorang yang meyakinkan saya, kalau Mama dan Papa, mereka akan sangat bahagia kalau saya bisa hidup dengan baik tanpa rasa bersalah."

"Apa seseorang itu adalah Andaru?" Sajadewa menoleh ke Djian. Di saat yang sama Djian juga memalingkan wajah ke arah Sajadewa. Dua orang beda generasi itu saling pandang.

"Iya," jawab Djian sambil mengangguk.

"Dia bisa meyakinkanmu begitu, kenapa dia tidak bisa meyakinkan dirinya sendiri? Kenapa sampai hari ini, dia masih saja seperti itu.
?" Dari nada bicaranya Sajadewa tampak kesal dan kecewa. Soal usia Djian lebih muda, tapi Djian bisa menerima kepergian orangtuanya dalam kecelakaan maut.

"Luka Om Ndaru lebih dalam, Pak.  Anaknya meninggal dalam kecelakaan mobil yang ia kendarai, lalu istrinya meninggal bunuh diri. Dua sahabatnya ternyata mengkhianatinya. Wajar saja kalau sekarang Om Ndaru sangat terpukul," terang Djian terdengar membela Andaru, tapi juga memberi pengertian pada Sajadewa.

"Kalau begitu apa yang harus aku lakukan sekarang untuk membantunya? Aku sudah menyarankan padanya untuk pergi ke psikolog, tapi dia tidak pernah pergi."

Djian tidak menyahut. Dia tidak tahu harus berkata apa?

"Djian ...." panggil Sajadewa dengan suara lembut, mata tuanya menatap Djian dengan penuh harapan.

"Temui dia, bujuk dia untuk tidak terlalu lama berdiam diri."

Djian terdiam. Ia diam karena bingung harus menjawab apa. Dalam lubuk hatinya yang paling dalam, tentu Djian ingin bertemu dengan Andaru, tapi sejak terakhir mereka bertemu di rumah sakit, Andaru tidak pernah menghubunginya lagi. Dan Djian merasa sungkan untuk datang menemuinya. Ia tidak mengerti apa nama hubungan antara mereka, sudah berakhirkah? Atau masih sama seperti dulu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 10, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Trust Me Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang