Masalah (bab 24)

1K 120 16
                                    

Djian kembali bekerja di rumah Andaru seperti biasa. Percakapannya dengan pria itu tempo hari membuat Djian bersikap cuek pada si pemilik rumah.

Ya wajar saja remaja itu berubah bersikap acuh, pasalnya dia baru saja menyatakan perasaannya, tapi mendapat penolakan dari Andaru seketika itu juga.

Apakah Djian kecewa? Tentu saja. Apakah Djian menyerah? Oh tidak. Djian itu remaja yang gigih, pantang baginya untuk menyerah begitu saja. Djian tetap ingin meluluhkan Andaru, sebab hati kecilnya bisa melihat ada secercah harapan di sana. Menurut penglihatan Djian, Andaru tak benar-benar menolaknya. Pria itu hanya gengsi untuk mengakui. Bila sungguh tidak ada perasaan untuknya buat apa selalu terlihat marah bila dia dekat-dekat dengan teman sekolahnya yang bernama Fadli.

Maka dari itu Djian mengatur strategi. Jika awalnya Djian lebih agresif, sekarang tidak lagi. Djian menjaga jarak dengan Andaru, gantian dia yang irit bicara pada pria itu. Tidak pernah membantah lagi apa pun yang pria itu perintahkan padanya. Djian berubah jadi cuek. Dan perubahan itu sukses membuat Andaru jadi kalang kabut dibuatnya.

Seperti pagi ini, Andaru tumben sekali bangun kesiangan. Sebenarnya sih tidak, dia bangun seperti biasanya. Akan tetapi ketika dia bangun dan tidak menemukan Djian, pria itu berpikir dia bangun kesiangan.

"Di mana bocah itu? Apa dia sudah berangkat sekolah?" Andaru tergesa-gesa keluar dari dalam rumah menuju halaman depan.

Marvel dan Yolanda yang saat itu baru saja pulang joging dibuat keheranan dengan raut wajah Andaru yang tampak kesal.

"Apa Djian sudah berangkat?" tanya Andaru.

"Iya, barusan. Kenapa?" jawab Yolanda lalu melangkah masuk, melewati Andaru yang berdiri depan pagar rumah.

"Dengan siapa? Apa dia pergi dengan temannya?" Andaru melongok ke jalan. Tak di temukannya sosok Djian di sana.

"Iya, dia dijemput temannya," sahut Marvel.

"Laki-laki atau perempuan?"

"Laki-laki. Kenapa sih?" heran Marvel.

Andaru menggeram kesal. " Kenapa kamu biarkan dia pergi dengan temannya? Kenapa tidak kamu antarkan dia sekolah? Bukankah biasanya kamu yang mengantarkan dia pergi sekolah," omel Andaru, membuat ke dua temannya bengong. Tidak mengerti mengapa Andaru terlihat begitu kesal hanya karena Djian berangkat sekolah dijemput oleh temannya.

"Memangnya apa masalahnya?"

"Masalah!" pekik Andaru.

Pria itu lantas memutar tubuhnya dan masuk ke dalam rumah.

Marvel dan Yolanda berdiri tergugu depan pagar, saling pandang satu sama lain.

"Dia kenapa sih?" bingung Yolanda.

Marvel mengangkat bahu. "Gak tahu."

Di dalam rumah Andaru memeriksa semua sudut ruang. Dari ruang tamu, ruang tengah hingga ke kamar-kamar rumah itu. Mengecek apakah semua sudah Djian bersihkan, apakah masih ada debu yang tertinggal di meja, jendela, bahkan lantai pun tak luput dari pemeriksaan pria itu. Bagian yang menurutnya masih kotor ia tempeli dengan kertas nota.

"Bersihkan lemari ini, masih berdebu."

"Bersihkan seluruh jendela bagian atas dan bawah. Jangan hanya bawahnya saja!"

"Sikat selah-selah lantai kamar mandi. pakai sikat gigi."

Dalam hitungan menit, hampir semua ruangan ada tempelan nota warna kuning. Yang artinya Djian harus bersihkan ulang.

Melihat itu Marvel protes. Ini tidak manusiawi. Dia melihat dengan mata kepalanya sendiri, Djian bangun pagi-pagi sekali untuk membersihkan semua ruangan.

Trust Me Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang