Pagi itu sekitar pukul 09.00 Yolanda datang ke kantor Sunset Garden untuk menemui Djian. Informasi tentang Djian ia dapatkan dari Marvel. Yolanda mendesak pria itu untuk memberi tahu di mana rumah Djian dan di mana kantor tempat Djian bekerja.
Sampai di depan halaman kantor Sunset Garden, Yolanda bergegas turun dari mobil. Dengan penuh rasa percaya diri wanita itu melangkah masuk, mendorong pintu kaca dan berjalan menghampiri meja resepsionis.
"Di mana bosmu?" tanyanya dengan nada yang terkesan angkuh seraya melepas kacamata hitamnya.
"Selamat pagi, Bu ...." Sapa Resha sebelum menjawab pertanyaan Yolanda.
"Di mana bosmu?" ulang Yolanda ketus.
"Kak Djian? Ada di ruangannya. Silakan duduk dulu, saya —"
"Di mana ruangannya?" potong Yolanda sebelum Resha menyelesaikan kalimatnya.
"Ruangan Kak Djian ada di lantai atas," jawab Resha dengan ragu. Dilihatnya Yolanda sekilas. Wanita dengan paras yang cantik mengenakan dress warna merah maroon.
"Ada apa, Sya?"
Resha mendongak, melihat Djian yang berdiri di ujung tangga lantai atas. Perlahan pemuda itu datang turun ke bawah.
"Ini, ada yang cari Kak Djian," kata Resha setelah Djian berdiri di depannya.
Djian dan Yolanda saling pandang satu sama lain.
"Aku mau bicara denganmu," ujar Yolanda dengan tatapan yang menyiratkan rasa tidak suka.
"Apa itu penting?" balas Djian dengan ekspresi yang sama.
Yolanda tersenyum sinis lalu menjawab, "Penting. Karena ini soal calon suamiku. Andaru." Sengaja memberi penekanan pada setiap kata-katanya.
Djian mengalihkan pandangannya ke arah Resha yang berdiri di balik meja kerjanya.
"Sya, aku pergi dulu, kalau Nina dan yang lain mencariku, bilang aku lagi ada urusan di luar."
"Ba-baik, Kak Djian," jawab Resha gugup. Ia melirik sekilas Yolanda, entah mengapa gadis itu merasa takut. Dalam hati Resha bertanya-tanya, mengapa bosnya belakangan ini sering ada tamu yang membuatnya bingung. Beberapa hari yang lalu dua laki-laki yang dari penampilannya seperti seorang bos dari perusahaan besar. Sekarang datang wanita cantik bak artis, tapi tatapannya sinis. Apa lagi saat melihat Djian, seperti ingin menguliti pemuda itu.
Tak lama keduanya pun pergi dengan mobil masing-masing. Sekarang dua orang itu duduk saling berhadapan di sebuah meja kafe. Meja itu dekat jendela kaca besar. Dari dalam bisa melihat pemandangan lalu lalang pejalan kaki di pinggir jalan.
Yolanda duduk menyilangkan kaki dengan kedua tangan dilipat depan dada. Wanita itu menatap Djian dengan tatapan tidak suka.
Meski ditatap dengan sorot mata sinis, hal itu sama sekali tidak mempengaruhi Djian. Pemuda itu bisa duduk dengan santai, menikmati secangkir kopi di depannya dan sepotong kue di piring kecil.
Djian memotong kue di depannya dengan garpu kecil lalu ia suapkan ke mulutnya sendiri.
Melihat sikap Djian yang santai tanpa beban, Yolanda buang muka, bibir merahnya menyunggingkan senyum mengejek.
"Kenapa diam? Cepat katakan, apa yang ingin kamu bicarakan tentang pria tua itu," ujar Djian tenang.
Yolanda sontak mengalihkan tatapannya ke arah Djian. Matanya berkilat marah.
"Apa maksudmu pria tua?"
"Andaru, bukankah dia pria tua?" Djian meletakkan garpu ke atas piring kuenya. Lalu balas menatap Yolanda dengan berani.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trust Me
General FictionDjian seorang remaja, tanpa sengaja bertemu dengan Andaru. Pria angkuh, sombong, dan galak yang berusia 35 tahunan. Seiring berjalannya waktu, pertemuan itu membuat Djian jatuh hati pada Andaru. Namun, sayang disaat hubungan mereka semakin dekat And...