Bertarung untuk Hidup

1.4K 94 12
                                    


Cakra POV

"pak Cakra, saya akan menjadi pengalih dan ambil kesempatan itu untuk segera lari dan mencari bantuan" ucap Ido.

"kamu udah gila do?" tanyaku seakan tidak percaya apa yang dia katakan.

"salah satu dari kita harus jadi pengalihnya pak, jika tidak kita berdua akan "

"AKAN APA?" tanyaku penuh emosi. Dia terdiam. "apa yang aku harus katakan ke Fiki dan Fiko kalau kau jadi pengalih hanya untuk diriku lalu kau MATI" tegasku pada kata mati itu. tembakan bertubi-tubi kembali menyerang kami. Bukan saatnya berdebat di kondisi seperti ini. apa yang harus kami lakukan?

"WOOOOHOOOOOOO" sebuah teriakan dari sisi musuh. Tembakan bertubi-tubi itu pun berhenti. Aku pun kembali mengintai. Disana aku melihat mereka terpojok dengan serangan machine gun. Tapi mereka siapa? Apa mereka polisi?

DDDUAAARRR, sebuah ledakan berasal dari sisi luar mobil mereka. dari balik ledakan itu dua orang berlari ke arah kami. Itu Quatro dan Lomo. Mereka berdua langsung berlindung di samping kami. "are you good Boss?" tanya Quatro'

"bagaimana kalian berdua bisa sampai sini?" tanyaku tanpa menjawab pertanyaannya.

"aku akan jelaskan nanti, sekarang kita harus memikirkan bagaimana kita keluar dari kondisi kita saat ini" ucap Lomo. Baku tembak antara sisi kami dan sisi musuh kembali terjadi, machine gun Quatro sudah kehabisan peluru. Tersisa pistol ku saja dan Ido. Tembakan mereka pun sudah berhenti.

"aku rasa mereka sudah kehabisan peluru" ucap Quatro. Ia lompat ke atas mobilku. "hey loser, let's finish this" instingnya untuk pertempuran seperti ini memang sudah tidak diragukan. Kami berempat berdiri di depan mobil saat ini.

mereka pun bangkit. 1, 2 , 3 jumlah mereka ada 10. Beberapa dari mereka berlari ke arah kami. Aku dan Ido maju beberapa langkah lalu mengambil posisi dan menembakan peluru kami. Peluru pertamaku meleset, tetapi peluru keduaku berhasil mengenai salah satu dari mereka.

aku tarik pelatuknya tetapi tetap saja tidak keluar pelurunya. Sial, peluruku habis. Ido berhasil melumpuhkan 2 orang dan pistol miliknya pun sudah kehabisan peluru.

"HAHAHAHA" salah seorang dari mereka yang berbadan paling besar tertawa. "peluru kalian juga sudah habis, sekarang waktu kalian juga habis, karena kalian akan kami habisi"

"siapa yang menyuruh kalian?" tanyaku.

"mana mungkin aku akan menjawabnya bodoh"

"aku ingat kau, kau salah satu penjaga di gudang penculikan anak-anak itu" ucap Lomo. Ah jadi mereka komplotan penculik anak-anak.

"sudah jangan banyak bicara, HABISI MEREKA" perintahnya pada anak buahnya. Tersisa 7 orang. Keenam orang yang lain menghampiri Ido, Lomo dan Quatro. Sedangkan yang paling besar itu menuju ke arahku.

Aku lihat Quatro mendekat ke arah Lomo. Lomo memang lebih sering berada di belakang layar ketimbang berhadapan langsung seperti ini. Quatro paham kelemahan timnya ini. sekarang dihadapanku sudah ada sibesar ini. tingginya tidak terlalu jauh denganku. Aku pun bersiap, ia melayangkan tangan kanan seperti seekor beruang berusaha meraihku.

Aku mundur beberapa langkah, lalu dengan liukan tubuhku aku menghindari gapaian tangannya. Di posisi itu aku aku memukul perut bagian kirinya. Tapi tidak terjadi apa-apa. Aku kembali mundur.

"HAHAHAAH, serangan seperti itu tidak akan mempan terhadapku" aku melihat sekitar. Lawan Ido tinggal 1 orang, yang 1 sudah tergeletak tidak sadarkan diri di tanah. Sedangkan lawan Lomo dan Quatro tinggal 2 orang. Salah satu dari mereka memegang belati dan yang 1 nya lagi memegang tongkat baseball.

Sekarang aku harus focus bagaimana mengalahkan lawan yang ada di hadapanku ini. si besar itu kembali bergerak seperti beruang, menggerakan kedua tangannya berusaha meraihku. Aku terus menghindar, tangan kirinya berhasil meraih dasiku. Keseimbanganku pun goyah.

Aku kembali mengambil posisi tapi terlambat tangan kanannya berhasil menghantam wajahku. Aku terjatuh, kakiku ditarik dan membuat tubuhku bergesekan dengan aspal ini. lalu dia mengangkat tubuhku dan membekapnya dengan posisiku membelakanginya.

Tangan kananku sudah bersiap, aku layangkan sikuku ke kepalanya. Pukulan siku ku berhasil mengenai sisi kanan kepalanya. Ia pun langsung terjatuh. "BANGSAT KAU KUTU KECIL" dia kembali mendekat.

Kali ini aku sudah tidak bisa menghindar atau pun lari. Ia mencengkram leherku dengan kedua tangannya. Ia angkat tinggi-tinggi diriku. "sekarang kau akan habis kutu kecil" genggaman kedua tangannya pada leherku semakin erat.

Kedua kakiku menendang-nendang ke perutnya tetapi tidak ada efeknya. Aku semakin kehabisan nafas, pandanganku memudar. Tapi tidak lama aku merasakan tubuhku terjatuh. Respon aku mengambil nafas panjang dan terbatuk-batuk karena kekurangan oksigen.

Pandanganku kembali jelas, aku bisa lihat sekarang Ido yang berhadapan dengan si besar itu. berkali-kali gerakan tangannya si besar seperti beruang dapat dihindari oleh Ido. Hingga di satu sisi, Ido melompat sambil melayangkan lututnya ke arah kepala si besar.

Sentak si besar itu pun mundur beberapa langkah mendapat serangan dari ido. Tetapi tangan kiri si besar berhasil meraih kaki kiri ido dan langsung membanting tubuh ido ke aspal. Tidak tinggal diam, si besar itu melayangkan telapak tangannya ke perut wajah bahkan ke seluruh tubuh Ido secara membabi buta.

Aku hendak bergerak, tapi aku kembali terjatuh karena keseimbanganku kembali goyah dan pandanganku pun menjadi gelap. Untuk sesaat banyak suara-suara di pikiranku. "MATI KAU PECUNDANG" ........... "it's okay boss, "....... "kamu udah pulang ca" ...... "papah berpesan, jangan sampai lawanmu menggunakan ido sebagai kelemahanmu" " kalau masih ingin hidup Pak cakra harus segera bangkit" .... Mata ku pun kembali terbuka. Perhatianku tertuju pada Ido sekarang. si besar terlihat mundur dari serangan Ido.

"AAAARRRRGGGGHHHHHHHH" ido berteriak. Aku bisa lihat darah segar dari mulut juga wajah Ido. Ia langsung melompat ke si besar. Pukulan demi pukulan melayang ke kepala si besar. Pukulan pukulan ido menghantam kepala si besar bertubi-tubi.

Rasa kesakitan si besar semakin terganti dengan suara yang lemah hingga ia pun tidak mengeluarkan suara lagi. Ido pun berhenti, ia langsung menatap ke arahku dan menghampiriku.

"Pak cakra ga kenapa-kenapa?" aku tetap berusaha menarik nafas. Untuk bisa bertahan. Saat aku rasa nafas ku sudah kembali normal.

"kamu berdarah do...."

"saya gapapa Pak" ucapnya sambil tersenyum. secara tiba-tiba matanya terlihat putih semua dan ia langsung tergeletak tak sadarkan diri. "QUATRO.... LOMO....." aku berteriak sejadi-jadinya


no comment author di chapter ini

Office Boy GantengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang