CHAPTER 04

681 113 14
                                    

Musim panas, angin yang kejam menerbangkan debu dan meniup pepohonan yang melenturkan dahan dan ranting mengering yang sekarat.
Hawa panas serasa meratakan wilayah Puxi. Semua orang butuh lebih banyak kesejukan dan kabar baik di kala cuaca seperti ini.

Meskipun tanahnya bagus untuk bercocok tanam, bahkan jika seseorang bisa tahan terhadap panasnya air, banjir, dan kekeringan yang berubah-ubah, serta sebagian orang ditakdirkan untuk makmur, namun tidak semua orang hidup dengan bahagia.

Bagi Wang Yibo, hidup adalah jalan yang panjang dan keras. Dia tidak keberatan berjalan selama dia bisa melakukannya dengan cara hidupnya sendiri. Dia tidak terlalu ramah, mungkin karena profesinya juga yang menuntut dia untuk selalu kejam, tegas dan curiga. Sesekali dia bisa bernegosiasi asal semua berakhir kembali ke tujuan yang dipilihnya dan hasil yang diinginkan. Sejauh ini dia menghindari pergaulan dengan perempuan dan membenci pernikahan, itu bermula dari pengalaman satu-satunya saudara perempuannya yang membuatnya sedikit tidak suka.

Dia lebih suka berjalan sendiri, di jalan bebas tanpa beban.

Terkadang dia bisa cukup santai dan wajah tampannya yang tak bercela disukai oleh kebanyakan orang. Fakta bahwa dia terlahir kaya mungkin sulit dipahami karena orang tuanya sudah lama meninggal dan mewariskan sebuah apartemen kelas atas di kawasan Baoshan Road, tetapi dia tidak banyak memamerkannya.

Apartemen itu terdiri dari tiga kamar tidur besar dengan teras balkon dan kamar mandi, ruang tamu, ruang tengah untuk menonton tv, meja makan dan dapur. Tempat tinggal yang cukup besar hanya untuk dihuni dua orang yang kesepian dan masing-masing berada di dunianya sendiri.

Saudara perempuannya, Yan Li, dia telah menikah dan bercerai dengan seorang eksekutif muda genit dan keparat. Jadi, saat hubungan keduanya berakhir, Wang Yibo yang tidak pernah menyukai kakak iparnya hanya mengangkat bahu, dengan senang hati mengambil tanggung jawab untuk menjaga dan menghidupi kakaknya dan satu orang anak laki-laki berusia 7 tahun yang lucu, dia keponakannya, Jin Ling.

Harusnya dia bisa bahagia dengan karier dan kemakmuran. Kamar tidur luas dengan tempat tidur king size luar biasa nyaman. Tapi sudah setahun lebih dia kehilangan kedamaian hidupnya. Saat malam ia dihantui ketakutan akan mimpi buruk dan siang hari dia kesulitan bernafas di bawah tekanan pekerjaan dan dibanjiri kewajiban.

Semua berawal saat musim semi tahun lalu, satu hari naas dan hari paling buruk yang pernah ia lalui. Satu hari yang mendatangkan penyesalan seumur hidup.

Hari itu dia mengajak Yan Li dan putra tunggalnya, Jin Ling, berpiknik ke danau. Jing Ling menaiki sebuah perahu berbentuk angsa yang dikemudikan secara sembrono bersama dua orang kawannya yang lain. Tiba-tiba entah bagaimana kejadiannya, perahu itu terbalik.
Wang Yibo yang kala itu tidak langsung menyadari apa yang terjadi terlambat terjun ke danau untuk menyelamatkan mereka. Dan meskipun ia terus mencari di dasar danau sampai paru-parunya nyaris meledak, dia tidak mampu menyelamatkan nyawa Jin Ling.

Dua kawannya selamat dan ditemukan dalam keadaan pingsan.

Tetapi keponakannya,

Jin Ling.

Dia mati.

Sudah terlambat bahkan untuk mengutuk dan memaki diri sendiri.
Jin Ling tak akan bisa hidup kembali.

Kematian Jin Ling hanyalah awal rasa sakit, drama yang mengikutinya lebih menyakitkan lagi. Kesedihan kakaknya, perasaan bersalah dalam dirinya yang gagal menyelamatkan Jin Ling, telah membuatnya perlahan tenggelam dalam depresi dan mimpi-mimpi buruk yang tak pernah berakhir.

***

Mimpi buruk yang ke sekian kali akhirnya datang. Obat-obatan yang diberikan dokter, bahkan yang paling keras, tidak cukup ampuh untuk memberikannya tidur yang damai.

𝐒𝐢𝐥𝐞𝐧𝐭 𝐋𝐨𝐯𝐞 𝐒𝐨𝐧𝐠Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang