CHAPTER 26

337 80 7
                                    

Melayangnya satu tubuh dari bangunan yang sudah tidak terpakai itu mengundang perhatian beberapa orang yang lewat. Suara benturan benda berat yang menimpa tanah menimbulkan kerusuhan. Kedua mata Wang Haoxuan membelalak menatap ke atas, tertuju ke lantai dimana sebelumnya ia terperosok karena menghindari seseorang.

Sekarang mata itu seakan melihat sesuatu yang mengerikan. Mata itu memancarkan perasaan shock seiring nyawa yang tercabut dari tubuh. Bagi kerumunan orang yang melihat, merasakan diri mereka mendadak merinding melihat mayat yang telentang dengan mata mendelik.

Sebagian dari mereka seolah tertarik untuk melihat ke atas, namun tidak ada apapun di sana. Hanya langit terang yang menyilaukan. Namun tanpa sepengetahuan yang lain, Sean berbalik seiring senyuman yang menampakkan satu kepuasan.

Di saat warga di sana ribut untuk mengetahui tentang kejadian yang sebenarnya, dua orang preman yang sama sekali tidak mengetahui jatuhnya Wang Haoxuan terlihat berlari menuruni tangga bangunan. Tibanya mereka otomatis memunculkan satu dugaan di benak warga.

"Lihat! Mereka disana! Dua pria itu pasti yang membunuh pemuda ini!"

Seruan satu warga laki-laki menggerakkan massa dan mengepung dua pria yang turun. Tanpa persiapan apapun, amukan warga dilimpahkan pada mereka. Dua preman itu menjadi cecaran pukulan dan tendangan dari masyarakat yang main hakim sendiri. Kejadian itu seolah hal wajar bagi mereka. Warga sipil selalu menggunakan keroyokan sementara untuk melumpuhkan lawan yang menurut mereka patut disalahkan atas satu insiden.

Dua pria itu sama sekali tidak bisa melawan, mereka pun tidak bisa menggunakan senjata api untuk melawan warga. Terlebih tubuh mereka di geledah oleh para pria yang mengamuk. Sebelum salah satu dari warga tergesa menghubungi polisi, mereka seolah menjadi bulan-bulanan masyarakat yang murka.

Raungan sirine polisi menghentikan amukan warga dan membiarkan dua pria yang babak belur itu berguling-guling di atas tanah. Meringis kesakitan seraya memegangi bagian tubuh yang menjadi pelampiasan mereka.

"Semuanya! Tolong menepi!"

Suara seorang pria yang turun dari mobil polisi yang terparkir membuat warga segera memundurkan diri.

Letnan Haikuan meminta anak buahnya untuk menangkap dua preman yang menurut penuturan warga adalah pembunuh yang menyebabkan kematian pemuda yang tergeletak tak bernyawa.

Sambil memberi tanda pada warga untuk tidak merecoki tugas polisi, letnan Haikuan mendekati mayat Haoxuan yang bermandikan darahnya sendiri. Secara otomatis ia ikut menatap ke atas, seakan ingin memastikan apa yang dilihat Haoxuan sebelum kematiannya. Namun wajahnya hanya mengernyit karena silau.

"Angkat mayatnya!"

Ia melirik pada dua polisi lain yang segera bergerak menyiapkan kantung khusus mayat. Setelahnya mereka memasang garis kuning di sekitar kejadian. Hanya dalam beberapa menit tempat itu kembali sepi, menyisakan tanda tanya besar bagi mereka yang masih penasaran dengan kejadian tersebut.

Selama di perjalanan menuju rumah sakit, letnan Haikuan menghubungi atasannya tentang kejadian yang tidak disangka-sangka. Ia merasa ada sesuatu di balik kematian Wang Haoxuan. Terlebih dua preman itu sepertinya sangat berhubungan setelah mereka menyita senjata yang ia yakini dipakai untuk menembak pemuda benama Haoxuan tersebut.

Tanpa sepengetahuannya, tidak jauh dari tempat kejadian, Wang Yibo sedang berada di satu toko perhiasan di kawasan tersebut. Inspektur polisi itu nampak serius melihat dan memilih berbagai ukiran cincin putih dalam pajangan. Wajahnya nampak berseri meski tetap tidak bisa menghilangkan lingkaran hitam di sekitar mata.

Sepasang mata itu kini tertarik pada satu cincin yang menurutnya sangat cocok jika dipakai di jari kekasih manisnya. Dengan penuh semangat ia meminta pada penjaga toko untuk mengambil cincin yang dimaksud. Saat itulah ponselnya berdering di dalam saku.

𝐒𝐢𝐥𝐞𝐧𝐭 𝐋𝐨𝐯𝐞 𝐒𝐨𝐧𝐠Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang