CHAPTER 23

389 85 10
                                    

  Entah jalan yang mana dan gelombang pasang mana yang menyeret Wang Yibo tuk kembali terdampar di tepi sungai, duduk berdua di atas bebatuan bersama Sean di sisinya. Pekatnya kegelapan tidak membutakan kesedihan dan jiwanya semakin goyah dalam kebingungan. Kebisuan menjebak keduanya, membiarkan desau angin menyapu permukaan sungai dan kaok gagak di pepohonan mengambil alih.

"Apa yang ingin kau bicarakan denganku?" Sean mengawali, tidak berharap Wang Yibo bicara lebih dulu mengingat wajah kosong sang inspektur yang diselimuti aura kesedihan. Bahkan pesona wajah Sean tidak bisa mengeringkan matanya yang berkaca-kaca.

Helaan nafasnya berat dan setelah berulangkali menghela nafas dan menghembuskannya, Wang Yibo masih tidak mampu bicara. Rasa khawatir mengusik hati Sean, ia mengamati dengan cemas.

"Apakah kau baik-baik saja?" ia mendesah.

Mata sang inspektur terpejam sejenak, memungkinkan dua bulir air mata luruh. Menatap kosong ke permukaan sungai gelap yang dihiasi jejak keperakan sinar bulan.

"Aku sangat lelah," gelengan kepalanya lemas tak bertenaga. Dalam tahap ini Wang Yibo terlihat lebih mirip mayat hidup.

"Apa kau sudah minum obatmu?" tanya Sean.

"Tidak. Ini bukan tentang obat-obatan itu."

"Tetapi kau membutuhkannya."

Wang Yibo menggeleng, "Obat itu tidak akan menyembuhkanku. Sama dengan apa yang terjadi pada kakakku."

Pandangan matanya gelap dan penuh tanya pada kekosongan yang membentang di hadapannya. Wang Yibo sekali lagi menghela nafas panjang dan berat.

"Kupikir kau harus istirahat sementara dari pekerjaanmu," Sean menyarankan.

"Berhenti bekerja hanya akan membuatku semakin gila. Ini hanya gejala pasca trauma yang klise."

Tatapan Sean lembut tapi tidak setuju, "Nyatanya, setiap peristiwa yang kau alami akan mengingatkanmu lagi pada masa lalu yang buruk. Itu serupa pemicu, aku khawatir kondisimu semakin tidak stabil."

Gelengan kepala lagi dari sang inspektur yang keras kepala, "Ini pertempuranku dengan diriku sendiri, Sean. Setiap detik adalah tantangan, tidak peduli kemana aku berlari, ingatan itu akan terus mengikuti. Namun adakalanya aku menjadi lemah..."

Sean termangu. Entah mengapa, malam ini seolah ada dinding membeku diantara mereka di mana ia tidak bisa meraba atau menebak apa yang membuat Wang Yibo terlihat begitu terpuruk dalam raut pucat mengkhawatirkan. Beberapa detik momen berlalu tanpa ia tahu apa yang harus dikatakan.

"Yibo.." akhirnya tangannya terulur menyentuh punggung tangan Wang Yibo, menelusuri permukaan kulit dingin itu dengan ujung jemarinya.

"Aku tahu kau pasti sedang menderita saat ini. Tempat sunyi dan gelap tidak cocok untuk suasana hatimu."

Wang Yibo tidak bergeming, karena itu Sean lebih dulu mengambil inisiatif. Dia bangkit dari duduknya di atas bebatuan dan menyentuh lembut bahu Yibo.

"Ikutlah denganku..."

Dia mengulurkan jemari.

"Ayolah.."

Tanpa kuasa menolak, Wang Yibo mendongakkan wajah pada si pemuda manis yang telah berdiri, dia tidak tahu harus pergi kemana atau ke tempat seperti apa Sean akan membawanya. Dia hanya ingin menghilang, agar semua kesedihan ini pun ikut sirna.

Hotel Jasmine

Lorong-lorong misterius bernuansa merah dipenuhi aroma parfum bunga seakan mengungkap bahwa ada banyak surga di balik dinding-dinding ini.

𝐒𝐢𝐥𝐞𝐧𝐭 𝐋𝐨𝐯𝐞 𝐒𝐨𝐧𝐠Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang