CHAPTER 18

423 89 22
                                    

The more it's remain unsaid the more we think that protects our feelings
When we become slowly burnt by an infinite pain

Kesepian yang ada di hatinya, tidak pernah ia mengerti sama sekali. Langkah yang ia tempuh dari hari ke hari semakin meninggalkan semua yang dekat dan menyayangi, dan sepertinya ia mencari mereka yang jauh.

Sudah lewat pukul sepuluh malam. Wang Yibo berdiri gelisah di tepi jendela kamar dan yakin seratus persen bahwa ia tidak akan bisa tidur lagi. Hatinya gelisah, seperti biasa. Jika malam datang dan sunyi menyapa, segala bentuk kesalahan, kelalaian, dan kegagalan kembali menghantui pikiran. Mengirimkan gelombang rasa sakit dan sesak di dada. Begitu pun malam ini, sudah lama berhenti mengharapkan kedamaian dan mimpi tentang kehidupan pribadi yang bahagia.

Orang bilang, saat rasa sakit akan kehilangan seseorang atau rasa sakit atas penganiayaan dan peristiwa traumatis lainnya melanda seseorang.  Pikiran orang tersebut akan berhenti bekerja, untuk bertahan agar tetap waras. Dia hanya akan menganggap bahwa dirinya adalah mahluk malang menyedihkan, sepotong daging yang tak berharga hingga dipaksa menerima kenyataan pahit.

Wang Yibo bukan pria lemah, tapi jika bayangan kematian Jin Ling akibat kelalaiannya kembali datang membayangi, ketegangan akan meningkat dalam dirinya dan ia mulai merasakan gejala awal depresi.

Dia tahu Yan Li tidak pernah menyalahkannya, dan mungkin Jin Ling juga tidak. Dia hanya menyalahkan diri sendiri. Sebagai seorang petugas polisi yang berdedikasi dan bisa diandalkan di masa-masa dulu yang lebih cerah, Wang Yibo justru gagal menyelamatkan kehidupan keponakannya. Dia lupa, bahwa polisi juga manusia, dan dia juga lupa, bahwa meskipun polisi juga manusia, tapi dia harus lebih berani dari manusia lain pada umumnya.

Nafasnya mulai sesak kala bayangan suram dasar danau dan kecipak air di sekitar tubuhnya kembali mencengkeram, seolah-olah itu nyata.

Wang Yibo mengambil sebatang rokok, menyulut dan menghisap kuat-kuat. Ini adalah tembakau Virginia yang terbaik, namun tak ada bedanya buat dia. Setelah menyambar blazer tebal hijau lumut dia bergegas keluar apartemen, turun ke lobi dan menuju mobilnya untuk kembali menghabiskan sisa malam berkeliaran di jalan-jalan Puxi yang tak pernah mati.

Ring Road lagi. Dan lagi.

Dia tidak tahu mengapa dan tidak tahu bagaimana, terdapat ketegangan yang tak terlihat di sepanjang jalan. Satu ketegangan yang menariknya, menguasainya.

Lebih daripada di jalanan lain, kawasan Ring Road lebih hidup dan bercahaya. Wang Yibo memelankan laju mobil, mengawasi sisi kanan kiri jalan. Ada langkah-langkah kaki penuh misteri dari para pria dan wanita pecinta dunia hiburan malam. Ada sorot-sorot mata penuh curiga dan nafsu membara dari para preman berpenampilan keren. Senyuman hambar dan tawa murahan dari beberapa wanita penghibur yang berjalan kaki perlahan-lahan dengan gaun indah dan perhiasan.

Wang Yibo merasa bermain dalam film misteri yang ia sendiri jadi bintang utamanya. Dia adalah inti cerita, dia adalah misteri itu sendiri, yang tak memiliki akhir.

Matanya mengabaikan hal-hal yang menyebalkan dan fokus mencari seseorang diantara kerlip lampu jalan mau pun sinar gemerlap yang memancar dari billboard dan acrilic.

Hatinya teriris membayangkan Sean berada di dalam salah satu kafe, bernyanyi di hadapan para pemabuk, menghujani sosok manis itu dengan tatapan jalang dan menjijikkan.

𝐒𝐢𝐥𝐞𝐧𝐭 𝐋𝐨𝐯𝐞 𝐒𝐨𝐧𝐠Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang