Gao Han telah mundur ke satu kawasan yang lebih sepi di kawasan pinggiran, melalui jalan menanjak menuju dataran yang lebih tinggi di mana hanya ada pedesaan dan lokasinya cukup jauh dari keramaian. Dia menginap sementara di satu motel sederhana, tempat di mana kesunyian malam berubah menjadi keheningan mencekam dan mengancam.
Malam perlahan menyapu kawasan perbukitan, beberapa lahan kosong menjelma hitam keabuan. Di kejauhan sana, kerlip ribuan cahaya menghampar, kehidupan distrik Puxi yang terang benderang dan memukau. Pria itu tidak langsung bertolak ke Hangzhou seperti yang telah ia katakan pada Zoey. Dia memiliki urusan lain yang mendesak dan harus segera dituntaskan sebelum ia menjalani hari-hari penuh kedamaian di kampung halaman.
Meski berada di tempat terpencil, Gao Han tersenyum optimis, matanya memancarkan kegembiraan secerah cahaya siang hari. Dia berdiri di balkon satu motel sederhana dan sibuk menelepon seseorang.
"Tuan, ini aku Gao Han," ia bicara lantang di telepon.
"Ke mana saja kau? Aku sudah berusaha menghubungimu," suara pria lain menyahut di seberang.
"Aku harus mengganti nomor ponselku dan harus sedikit menghindar, polisi berkeliaran di Ring Road seperti nyamuk." Gao Han bersandar pada tiang kayu.
"Apa yang terjadi pada Zhang Yixing malam itu?" pria lain bersuara.
Gao Han menyeringai, menepis debu dari t-shirt hitam yang ia kenakan.
"Bagaimana aku tahu, aku tidak berada di sana.""Jangan main-main denganku!" Pria lain terdengar kesal. "Polisi tahu tentang uang satu juta dollar itu."
"Kau yang harus menangani mereka," Gao Han menanggapi santai.
"Sekarang kita kembali ke bisnis. Aku dijanjikan sebanyak lima juta, dan aku baru menerima dua juta, itu pun dibayar bertahap. Kau masih berutang tiga juta lagi.""Tutup mulutmu, dasar pemeras!" si pria lain membentak gusar.
Gao Han tertawa."Bayar saja, Tuan, atau aku akan sebarkan rahasiamu. Kau bisa masuk penjara."
"Aku akan mengabarimu nanti kapan dan di mana kita harus bertemu," pria lain berkata penuh emosi ditekan.
Gao Han tertawa riang. "Senang berbisnis denganmu, Tuan!"
***
Tidak banyak waktu dalam sepekan atau bahkan sebulan di mana Wang Yibo bisa berinteraksi dengan kakaknya, Yan Li. Dulu ketika Jin Ling masih hidup, mereka sering bepergian dan menghabiskan waktu bersama. Setelah kematian Jin Ling, tak ada satu hal pun berjalan dengan benar di rumah mereka. Menciptakan jarak dua saudara semakin jauh dan nyaris tak terjangkau.
Ini hari Minggu, dan musim panas mulai melumpuhkan sengatan panasnya. Sesekali hujan turun meski tidak deras. Musim akan segera berganti, selalu seperti itu, seperti kehidupan seratus tahun lalu maupun yang akan datang. Wang Yibo memutuskan menemani Yan Li pada minggu siang ini, pergi berbelanja dan makan siang di restoran. Awalnya semua berjalan biasa-biasa. Meskipun tidak seceria dulu, Yan Li masih bertanya tentang pekerjaan adiknya di kantor.
"Aku mendengar ada sekolah taman kanak-kanak yang baru diresmikan di lingkungan kita," Yan Li mulai bicara saat keduanya berjalan keluar restoran setelah makan siang.
"Oya? Aku baru tahu," Yibo menyahut canggung. Dia tidak berani menatap mata kakaknya berlama-lama, dan mungkin tidak akan bisa. Tidak sampai ia bisa memaafkan diri sendiri karena gagal menyelamatkan Jin Ling.
"Pekerjaan membuatmu sibuk. Aku tidak heran, kau tidak mendengar apa pun di lingkungan kita."
"Lalu, apa rencanamu? Kau akan melamar sebagai staff pengajar di sana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐢𝐥𝐞𝐧𝐭 𝐋𝐨𝐯𝐞 𝐒𝐨𝐧𝐠
Fanfiction"Jika seseorang tak pernah ada, maka bagaimana dia bisa menghilang?" Kalimat yang terucap dari seorang penyanyi kafe malam bernama Sean itu selalu terngiang di telinga Inspektur Wang. Semua yang terjadi di sekitarnya selalu berbalut misteri. Kasus k...