"Bolehkah aku menemuimu lagi?" Wang Yibo memohon alih-alih bertanya. Mereka sudah tiba di Hotel Jasmine dan Sean bersiap turun.Si pemuda dengan blazer merah anggur menatap padanya dan mengangguk samar.
Sang inspektur gelisah, cemas akan yang terburuk, dia sadar akan hal itu, tiba-tiba sangat tergoda untuk memperpanjang momen ini. Memiliki Sean bersamanya hanya beberapa detik lebih lama. Wang Yibo mendesah karena dilema tersebut, dan kemudian berkata, "Sampai nanti."
"Yah ...," Sean ragu-ragu sejenak, seolah memutuskan kalimat mana yang akan disuarakan.
"Semoga pekerjaanmu segera terselesaikan."Itu adalah kalimat sangat formal dan Wang Yibo merasa sedih mendengarnya. Dia berharap Sean mengatakan kalimat lain yang lebih akrab, menjurus romantis. Tetapi Sean turun dalam diam dan hanya melempar satu senyuman misterius. Dia memutar mata ke arahnya, mengabaikan semua prasangka.
Ditunggunya hingga punggung si pemuda manis lenyap di pintu masuk hotel Jasmine. Saat itu sudah hampir pukul tujuh dan ia merasa perutnya lapar.
Meluncur kembali di jalan raya, Wang Yibo menikmati aroma yang masih tertinggal di dalam mobil. Dia melihat papan restoran hotpot, lalu berhenti di pelataran parkirnya.
Alih-alih meninggalkan kendaraan, Wang Yibo menarik napas lagi. Aroma gardenia itu memabukkan.
Wang Yibo menatap bayangan wajahnya lagi di kaca spion. Sadar bahwa dia langsung tenggelam dalam gelombang cinta yang aneh, seperti kapas yang menyerap air. Gairah mengalir melalui pembuluh darahnya. Setiap detik dipenuhi dengan perasaan asing ini. Dia menggelengkan kepala, sangat terpesona pada keterlibatan emosi dengan pemuda yang baru dikenal, yang dengan cepat mengambil alih kesedihan dan rasa frustasinya yang rumit.
Wang Yibo mengambil ponsel dari dalam saku blazer, menatap nomor Sean beberapa lama. Belum sampai tiga puluh menit dan ia sudah merindukannya. Butuh waktu lima menit untuk dia memutuskan bahwa tak perlu menelepon Sean, melainkan memilih menghubungi Yan Li, menanyakan apakah dia sudah makan atau belum. Sudah beberapa jam sejak ia meninggalkan kakaknya dalam keadaan tertekan dan sedih, tiba-tiba merasa khawatir kalau dia jatuh pingsan. Terlambat memang, tapi ini pun sudah lumayan. Dia akan membeli makan malam dan membawanya ke apartemen. Tidak ada orang yang senang makan sendiri di restoran sementara orang di sekelilingnya bercengkerama.
Dan Wang Yibo pun tidak.
Dia turun dari mobil, membanting pintu, dan masuk ke dalam restoran untuk memesan.
* * *
Suv Chevrolet hitam itu berkelok-kelok menyusuri jalan. Wang Yibo mengemudi santai sambil membayangkan semua cara agar dia bisa lebih dekat dengan Sean. Hanya untuk menyentuh tangannya, untuk memeluknya erat-erat seperti yang ia lakukan dalam imajinasi liar yang sesekali menyergap. Membawa bibir tipis lembut yang hangat ke bibirnya sendiri. Wang Yibo mencengkeram kemudi, terhanyut dalam pikiran ketika fantasi menjadi bayang-bayang yang seolah nyata.
Cukup! Ia memperingatkan diri sendiri. Meskipun ia merasakan rindu untuk berjumpa, tapi cukup. Dia bisa stress jika terus berkhayal.
Ketika dia mencapai akhir perjalanan, dia bertekad mengesampingkan pikiran tentang Sean yang bisa membuat sarafnya pecah. Sebelum turun dari mobil, dia menghubungi Letnan Haikuan.
"Aku mendapat informasi dari satu sumber yang tak ingin disebutkan namanya. Wang Rong berada di kawasan Luzi, perbatasan dengan Suzhou. Besok datanglah ke sana dan cek kebenarannya."
"Kau ikut bersamaku?" Haikuan menyahut di seberang.
"Tidak," Wang Yibo menunduk, memasukan botol obat ke laci dashboard. Jangan sampai Haikuan atau siapapun memergoki fakta ini lagi.

KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐢𝐥𝐞𝐧𝐭 𝐋𝐨𝐯𝐞 𝐒𝐨𝐧𝐠
Fiksi Penggemar"Jika seseorang tak pernah ada, maka bagaimana dia bisa menghilang?" Kalimat yang terucap dari seorang penyanyi kafe malam bernama Sean itu selalu terngiang di telinga Inspektur Wang. Semua yang terjadi di sekitarnya selalu berbalut misteri. Kasus k...