Hari Minggu. Hari yang Zera tunggu-tunggu karena hari Minggu adalah hari yang membuat siswa-siswi bersorak gembira, sebab hari ini mereka akan berlibur kemanapun yang mereka mau. Begitupun dengan Zera yang gembira melihat kalender menunjukan tanggal merah.
“Sik asik ... Sik asik, kenal dirimu!” Zera bernyanyi sambil memilih-milih baju yang akan ia kenakan hari ini.
“Sik asik ... Sik asik, dekat denganmu! Ahh aku berharap semoga kamulah ... Yang akan menjadi i-i-iii ... Jadi pacarku!”
Zera bernyanyi sembari menuruni tangga. Mendekati Mamahnya dan Papahnya yang sedang bercanda tawa di ruang keluarganya. Zera duduk di sebelah Yora sambil memanyunkan bibirnya.
“Mah, kita shoping yuk.” Ajaknya bersemangat.
Yora menggeleng-gelengkan kepalanya. “Besok aja yah, hari ini Mamah ada janji sama Naumi. Ohh iya, kamu mau ikut Mamah nggak? Ke rumahnya Zero.”
Zera memutar bola matanya jengah. Zero adalah tetangganya dari kecil, musuh bebuyutannya yang kemarin membuat hari-harinya selalu sial tanpa henti. “Dihh, ngapain ke rumah tuh orang, nggak ada kerjaan banget. Daripada ke rumah buaya, mending Zera liburan aja ke Bandung. Iya nggak? Pah!”
Indra mengacak-acak rambut anaknya gemas. “Kamu ini, kali-kali ke rumah Zero. Emang kenapa sih? Perasaan kamu nggak pernah main lagi sama Zero sewaktu kecil sampai sekarang?”
Zera mendengkus sebal, kalau harus membahas masalah Zero tahun lalu. Tepatnya saat mereka masih kecil. “Males deh, nyeritainnya juga. Padahal Papah udah tau tuh, kenapa Zera nggak mau temenan lagi sama Zero.”
Sang Papah Zera yang mendengar ucapan malas anaknya hanya bisa menghela nafas panjang. Kalau saja Zera tau apa yang akan mereka lakukan setelah ini, apa Zera masih yakin akan bermusuhan dengan Zero?
“Zera. Mamah mau ngomong sama kamu,” ucap Yora mengalihkan pembicaraan. Zera menatap Yora antusias. “Ngomong? Ngomong aja kali Mah, ngapain harus minta izin segala?”
Yora mengusap kepala Zera penuh kasih sayang. Lalu tatapannya beralih kepada suaminya yang kini menganggukkan kepalanya, pertanda mengiyakan apa yang akan Yora katakan hari ini.
Zera merasakan ada hal yang aneh dalam diri Yora saat ini, kenapa Mamahnya ini begitu aneh? Itulah yang berada di dalam kepada Zera, saat kedua matanya beradu dengan bola mata Mamahnya.
“Zera, Mamah mau menjodohkan kamu dengan anak sahabat Mamah,” ucap Yora pelan.
Gelas yang hampir saja menempel dengan mulut Zera. Ia jatuhkan begitu saja, sehingga membuat gelas tersebut pecah di bawah lantai. Yora yang melihat itupun memejamkan matanya kaget, sedangkan Indra langsung memelototi Zera tajam.
“Apa mah? Dijodohin!” pekik Zera keras.
Gadis itu beranjak dari duduknya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya tidak percaya. Harusnya hari ini adalah hari bahagianya, karena hari libur telah tiba. Namun mendengar ucapan Mamahnya, Zera semakin yakin kalau hari ini, adalah hari terburuk yang pernah Zera alami, pada hari spesialnya.
“Sayang, dengerin penjelasan Mamah dulu. Dia baik, tampan, keluarganya udah sahabatan lama sama Mamah dan Papah. Dan asal kamu tahu, kita sudah menjodohkan kamu dengannya, saat kamu masih di dalam kandungan Mamah.”
“Hah! Di dalam kandungan?” beo Zera mengerjap-ngerjapkan matanya tidak percaya.
Indra menganggukkan kepalanya menyetujui ucapan istrinya. “Iya sayang, kamu harus menyetujui perjodohan ini, karena ini adalah pilihan yang terbaik untuk masa depan kamu. Kamu nggak mau 'kan kalau lihat Mamah dan Papah kecewa?”
Zera terdiam membisu. “T-tap—”
“Please Zera, ini untuk kebaikan kamu.” Potong Yora memohon.
Gadis itu menghentak-hentakan kakinya kesal. “Nggak mau ah, Zera nggak mau dijodoh-jodohin. Zera bisa cari pendamping Zera sendiri nanti. Lagian Zera masih sekolah, hidup Zera masih panjang.”
“Tapi hidup Papah dan Mamah nggak sepanjang hidup kamu, nak. Umur kamu sudah mantap untuk menjalin sebuah keluarga, pendidikan kamu juga akan segera selesai,” ucap Indra meyakinkan sang anak.
Zera menggeleng-gelengkan kepalanya tidak mau. Dengan napas yang memburu, Zera pergi dari rumah tanpa berpamitan terlebih dahulu kepada kedua orang tuanya. Yora yang melihat Zera berlari ke arah taman dekat rumahnya pun hanya bisa tersenyum tipis.
“Tuh 'kan Pah, pasti Zera akan menolak,” ucap Yora menundukkan kepalanya sedih.
Indra mengangkat dagu Yora agar menatap matanya. “Kamu nggak boleh patah semangat gitu dong, lambat laun, Zera pasti menyetujui perjodohan ini. Asalkan kita sabar menghadapi sikap Zera yang masih kekanak-kanakan itu.”
“Tapi sampai kapan Zera akan berubah? Sampai kita tiada?”
*****
Sudah lama Zera berdiam diri di taman dekat rumahnya, sembari memainkan ayunan yang sejak kecil ia mainkan. Ayunan itu tetap sama, tidak pernah berubah dan hanya terdapat dua ayunan disana. Ayunan itu adalah punya Zera dan Zero sewaktu kecil. Mungkin, saat mereka berdua masih bersahabatan.
“Ihhh, kesel banget gue!” teriak Zera menendang-nendang batu kerikil yang berada di bawah ayunan, hingga mengenai kepala seseorang yang berada di hadapannya.
“Wadaw!” pekik orang itu memegangi kepalanya.
Zera membekap mulutnya. “Maaf, nggak sengaja.”
Orang itu mendelik tajam. Memutar tubuhnya berhadapan dengan Zera, dan betapa kagetnya mereka saat melihat musuhnya yang berada di wilayah taman yang sama. “LO!”
“Ngapain lo disini?” tanya Zero basa-basi.
“Gue yang harusnya tanya sama lo, kenapa lo disini? Biasanya juga kelayapan sama cewek-cewek cabe deket gang,” ketus Zera menyindir Zero.
Laki-laki itu mendengus sebal. Ia berjalan dan menjatuhkan bokongnya di ayunan masa kecilnya. Walaupun ayunan itu tampak kecil dan rapuh, tetapi ayunan itu masih kuat untuk Zero duduki.
“Gue banyak pikiran,” ucap Zero menatap bunga mawar yang berada di hadapannya datar.
Zera yang berada di sebelah ayunan Zero pun mengernyitkan dahinya bingung. “Gaya lo banyak pikiran, soal matematika aja kagak elo pikirin.”
Zero menatap Zera tajam. “Gue serius Zera! Gue banyak pikiran. Mamah gue jodohin gue sama anak sahabatnya.”
Mendengar pengakuan dari Zero. Gadis itu bergejolak kaget dan hendak jatuh dari pengait tali ayunannya. Zera menatap Zero dengan mata membulat sempurna. “Dijodohin? Kok sama? Gue juga dijodohin. Malahan, gue dijodohin pas masih di dalam kandungan emak gue. Gila 'kan?”
Zero menatap Zera kaget. “Serius?” tanya Zero tidak percaya. Dengan lugunya Zera menganggukkan kepalanya mantap. “Kok sama sih? Gue juga dijodohin pas lagi di dalam kandungan.”
Zera beranjak dari ayunan. Menatap laki-laki yang berada di hadapannya serius. “Beneran? Gue juga sama. Ihh, kok kita samaan mulu?”
Zero mengedikkan bahunya acuh. Tidak lama kemudian, Zero pun beranjak dari ayunan, mengikuti Zera yang kini bergelut dengan pikirannya. “Apa jangan-jangan ...”
Keduanya saling pandang satu sama lain. Keduanya sama-sama menggeleng-gelengkan kepalanya sebelum berkata demikian.
“KITA JODOH?!” serunya bersamaan.
Tersadar dengan perkataannya barusan. Dengan cepat, Zera segera menutup mulutnya menggunakan kedua telapak tangannya rapat-rapat. “Ihh amit-amit!”
“Najis!” timpal Zero memalingkan wajahnya ke arah lain.
•••°°°•••°°°•••
23-juli-2021.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband Is Ridiculous [SELESAI]
RomansaDijodohin sama tetangga sendiri? Dijodohin sama musuh sendiri? Dijodohin saat masih dalam kandungan? Bisa kalian bayangkan, bagaimana nasib Zera yang harus menikah dengan musuhnya sendiri yang bernama Zero - lelaki konyol yang pernah Zera temui di d...