Seluruh murid-murid sekolahan berhamburan keluar kelas karena kini pelajaran sudah berakhir. Para siswa-siswi berbondong-bondong berlari ke arah parkiran untuk sekedar pulang atau mampir ke warung dekat sekolahnya.
Begitupun dengan Zera dan Zero yang berjalan ke arah parkiran, berniat untuk pulang. Tetapi Heru tiba-tiba datang, lalu menarik tangan Zera dari belakang.
“Ze, main ke rumah gue yuk. Gue mau cerita sama Mamah gue kalau gue udah ketemu lo di sekolah, pasti Mamah gue seneng deh kalau kedatangan tamu kayak lo,” ujar Heru menatap Zera lekat. Berharap ia akan ikut dengannya.
Namun yang ditatap malah menatap Zero yang berada di sebelahnya, seperti meminta persetujuan. “Ro, gue boleh 'kan main ke rumah Heru yang ada di Jakarta?”
Zero menggeleng-gelengkan kepalanya pertanda tidak menyetujui kemauan Zera. “Lo berangkat sama gue, pulang juga harus sama gue dong.”
Zera kembali menatap Heru dengan rasa bersalah. “Kayaknya gue nggak bisa deh main ke rumah baru lo itu, mmm kapan-kapan aja ya.”
Heru mengepalkan tangannya menahan amarah. Ia hanya menampilkan senyuman palsunya. “Yah sayang banget, padahal Mamah pengen banget ketemu sama lo. katanya, dia kangen banget sama lo.”
Zera terdiam mendengar perkataan Heru. Otaknya kian berjalan, berpikir ide apa yang harus ia lakukan saat ini. Manik matanya tertuju kepada Zero, laki-laki itu hanya menatap Zera datar.
“Ro, please. Sekali ini aja,” ucap Zera dengan nada suara yang melemah, memohon agar suaminya mengizinkannya untuk bermain ke rumah teman lamanya yang sudah lama tidak bertemu.
Melihat tatapan Zera yang seperti itu pertahanan Zero runtuh. Ah sial, Zero dibuat tidak berdaya akan tatapan memohon istrinya. “Oke gue izinin, asal gue ikut ke rumahnya dia.”
Sontak Heru membulatkan matanya. “Hah? Apa-apaan sih lo, gue mengajaknya Zera aja yah. Nggak ada nggak ada, lo nggak boleh ikut.”
“Kenapa?” tanya Zera polos.
Heru menggaruk-garuk kepalanya. “Ya karena Mamah gue cuma mau ketemu lo, nggak sama dia.”
Zera mengernyitkan dahinya heran. “Loh nggak papa kali, biar sekalian Zero kenalan sama keluarga lo, lagian nggak ada salahnya Zero ikut.”
Zero menjulurkan lidahnya ke arah Heru, sepertinya ia beruntung hari ini, karena mendapat pembelaan khusus dari istrinya.
“Kita berangkat sekarang aja yuk. Gue sama Zero naik mobil, lo naik motor duluan, kita ikutin motor lo dari belakang. Ayok buruan, ntar kesorean lagi nyampenya.”
Zera bergegas memasuki mobil yang Zero bawa dari rumahnya. Sedangkan Heru mendengkus sebal, karena niatnya untuk berdekatan dengan Zera gagal total dengan adanya Zero.
“Duluan dong, kita ngikutin nih!” seru Zero yang baru saja memasuki mobilnya.
Heru yang berada di atas motornya pun menekankan klakson guna menyalurkan rasa kekesalannya hari ini. Tanpa pikir panjang lagi Heru melajukan motornya diikuti mobil Zero dibelakangnya.
****
Sesampainya di rumah Heru. Mereka turun dari kendaraannya masing-masing. Dengan sigap Heru berjalan mendekati Zera, menuntun gadis itu untuk memasuki rumahnya.
Tetapi tangannya ditepis oleh Zera karena tidak enak dengan suaminya yang tidak pernah lepas dari jangkauannya. Heru hanya bisa tersenyum tipis seraya membukakan pintu untuk mempersilahkan Zera masuk.
“Assalammualaikum!” teriak Heru saat sudah berada di ruang tamu.
“Wa'alaikumsalam!” jawab seorang wanita paruh baya yang baru saja keluar dari dapur.
“Baru pulang kamu? Eh, ini siapa?” tanya Sania—Mamahnya Heru.
Zera tersenyum manis ke arah Sania. “Zera Tante, yang waktu itu suka main terus sama Heru, hehe ...”
Sania tampak berpikir. Lalu ia meneliti Zera dari atas sampai bawah. “Owalah Zera toh, yang di Bandung sering pulang pergi ke Jakarta? Ini kamu benaran? Subhanallah, cantik tenan Ze, Ze. Sampe kalinglap tante.”
Zera tersenyum malu-malu. “Hehe iya Tante, eh iya, gimana kabarnya Tante? Sehat?”
“Alhamdulillah sehat, nak.” Sania merasa gembira atas kedatangan Zera yang secara tiba-tiba. Saking senangnya dengan Zera. Kedua perempuan itu hingga lupa dengan kedua anak laki-laki yang berada di belakang.
Sania memundurkan tubuhnya, melirik Zero yang tersenyum tipis ke arahnya. “Loh, Ru. Ini siapa toh?”
Zero mengulurkan tangannya sopan. “Zero Tante, temannya barunya Heru,” ucapnya mendapati pelototan menusuk dari Heru.
“Najis, dia bukan teman Heru mah. Nggak tau nih anak pengen ngikut-ngikut aja. Padahal nggak ngajak,” ucap Heru melipat kedua tangannya di depan dada.
Sania menggeleng-gelengkan kepalanya. “Kamu itu, jangan begitu sama teman baru kamu itu loh, nggak baik.”
Heru menundukkan kepalanya. Lalu mendongakkan kepalanya menatap Zero sinis. “Iya maaf Mah, tapi beneran deh, dia tuh bukan temen Heru.”
“Hus sudah-sudah jangan ngomong seperti itu. Zera, kesini mau main 'kan? Ya sudah main dulu ya sama Heru dan nak Zero. Tante mau bikin kue dulu di dapur.”
“Bikin kue Tante? Wah, Zera boleh bantu?” tanya Zera terlihat bersemangat.
Sania tertawa. “Ya boleh dong, ayuk nak, kita ke dapur.”
Sania membawa Zera ke dapur, meninggalkan kedua lelaki yang kini saling memandang dengan pandangan permusuhan.
“Ngapain lo lihat-lihat gue? Naksir lo?” sinis Zero dengan nada angkuhnya.
“Huek! Pede najis!” balas Heru berpura-pura muntah, karena sikap Zero yang terlalu percaya diri.
°°°•••°°°•••°°°
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband Is Ridiculous [SELESAI]
RomansaDijodohin sama tetangga sendiri? Dijodohin sama musuh sendiri? Dijodohin saat masih dalam kandungan? Bisa kalian bayangkan, bagaimana nasib Zera yang harus menikah dengan musuhnya sendiri yang bernama Zero - lelaki konyol yang pernah Zera temui di d...