Sesampainya di taman belakang. Zero menarik tangan Zera untuk duduk di kursi di dekat pohon. Ia menghirup udara segar sebanyak-banyaknya, lalu menatap manik mata Zera dengan sorot mata kekecewaan.
“Kamu kenapa lihatin aku kayak gitu sih? Emang ada yang aneh ya?” tanya Zera berusaha agar tidak gugup hanya karena tatapan Zero yang menusuk.
“Nggak ada. Aku cuma mau tanya sama kamu, ada hubungan apa antara kamu dengan anak baru itu? Siapa sih namanya? Lupa lagi,” ucap Zero berusaha mengingat nama laki-laki yang Zero maksud.
“Heru,” jawab Zera tepat sasaran.
“Nah iya, aku nggak suka kamu deket-deket sama dia. Apalagi sampai lengket banget kayak tadi,” ujar Zero membuat Zera menahan tawanya.
“Kamu cemburu?” tebak Zera menatap Zero yang kini salah tingkah dibuatnya.
“Nggak, siapa juga yang cemburu. Aku cuma nggak suka lihat kamu deket-deket laki-laki lain aja,” elak Zero berbohong.
Kalau ia jujur tentang perasaannya saat ini. Ia malu dengan Zera, tetapi kalau ia berbohong, ia merasa tidak enak hati karena ucapannya barusan. Dan kini Zero menggerutuki kebodohannya itu.
Zera menganggukkan kepalanya. “Ohh nggak cemburu ya?”
Zero mendengkus sebal karena Zera menganggap ucapannya itu adalah benar. “Aghhh iya iya, aku cemburu! Puas kamu.”
Mendengar sentakan Zero. Zera meneguk ludahnya kaget, namun tidak berselang lama Zera tertawa melihat ekspresi suaminya yang terlihat menggemaskan.
“Hah astaga kamu ini, aku sama Heru nggak ada apa-apa. Kita cuma temenan pas di Bandung. Wajar aja kalau aku deket sama dia, karena aku baru aja ketemu lagi sama dia selama beberapa bulan yang lalu. Dia nggak ada spesialnya daripada kamu, suamiku,” jelas Zera berbicara panjang lebar membuat Zero tersenyum malu-malu.
Sontak saja Zera tertawa kembali melihat Zero yang tersenyum malu-malu layaknya bocah yang baru saja dibelikan eskrim oleh Mamahnya.
“Yakin cuma teman? Nggak lebih kan?” tanya Zero takut istrinya berhubungan lebih dengan laki-laki yang bernama Heru.
Zera menggeleng-gelengkan kepalanya lalu memeluk suaminya dari samping. “Nggak ada siapapun dihati aku selain kamu saat ini, kamu pasti tau 'kan? Sekarang perasaan aku ke kamu itu benaran tulus.”
Hati Zero seakan tersentuh oleh kata-kata yang Zera ungkapkan barusan. Ia memohon kepada Tuhan agar Zera tetap seperti ini, Zera yang membuat hatinya menyenangkan kapanpun dan di manapun. Dan Zero baru menyadarinya. Kalau dulunya musuh kini menjadi cinta.
“I love you, Ze.”
Zera tidak membalas gumaman suaminya, ia hanya tersenyum tipis, lalu melepaskan pelukannya. “Kita udah lama disini. Ke kelas yuk, entar dimarahin Pak Anggi lagi karena masuk telat.”
Zero menganggukkan kepalanya. “Ya udah ayok,” ucap Zero menggenggam tangan Zera menuju kelasnya.
Tanpa mereka sadari Heru mendengar percakapan mereka lewat gerbang belakang dekat toilet laki-laki. Sudah dipastikan Heru teramat sakit hati dengan perkataan Zera yang mengungkapkan kalau dirinya bukan siapa-siapa olehnya.
Bahkan Heru hanya sebatas teman olehnya. Dan itu terdengar jelas oleh gendang telinganya. Tangannya mengepal kuat, bibirnya bergetar seperti berucap. “Sial-sial-sial!”
“Gue nggak akan lepasin lo gitu aja Zera, lo segalanya bagi gue. Lo mampu memberikan warna di hidup gue, lo yang merubah gue menjadi suka sama cewek terutama lo, dan lo yang udah bikin gue lepas dari kegelapan menuju cahaya. Selamanya, lo milik gue Zeraniz!”
Bugh
Heru meninju pohon pisang yang berada di sekitaran taman. Hatinya menjadi galau karena ucapan Zera yang menghantui pikirannya.
“Zero. Gue harus singkirin dia dalam hidup Zera. Lihat aja nanti, gue akan rembut apa yang harus gue miliki, tunggu aja tanggal mainnya,” gumam Heru tersenyum jahat lalu berlalu meninggalkan taman menuju kelas barunya.
****
Zera memijat kepalanya yang terasa berdenyut nyeri mendengarkan suara bising teman-temannya. Zero yang melihat itupun berjalan mendekati bangkunya.
“Lo kenapa?” tanya Zero tanpa menggunakan aku-kamu karena situasinya yang masih berada di sekolahan.
“Nggak papa, cuma pusing dikit,” jawabnya menghentikan aktivitasnya.
“Din, lo pindah ke bangku gue gih. Gue mau duduk di bangku lo, ini pelajaran terakhir. Bu Mesti juga kayaknya nggak bakalan masuk,” ucap Zero mengusir Dina — teman sebangku Zera.
Dina yang notabenenya cewek cerewet pun hendak protes atas suruhan Zero barusan. Namun belum sempat Dina membuka mulutnya Zera sudah lebih dulu membekapnya.
“Pindah dulu bentar ya, gue butuh Zero buat pijitin kepala gue. Kebetulan dia dapet dare dari temennya buat jadi babu gue selama seharian penuh, iya 'kan?” Zera mengedipkan sebelah matanya kepada Zero agar laki-laki itu mengikuti sandiwaranya.
Zero yang paham pun menganggukkan kepalanya. “Yap, bener. Dan sekarang gue mau duduk di sana, awas!”
“Yeh sabar kali, ini gue mau beresin buku-buku punya gue dulu,” cibir Dina merasa kesal dengan Zero yang terburu-buru ingin duduk di bangkunya.
Setelah mereka tukar tempat. Zero meletakan tangannya di atas meja, menyuruh Zera agar meletakkan kepalanya di telapak tangannya. “Tidur sini, biar aku pijitin. Sebelah mana yang sakit?”
“Sebelah sini nih,” ucap Zera menunjukkan keningnya yang terasa pusing.
Dengan senang hati Zero memijit kening Zera lembut, seluruh teman sekelasnya yang melihat kejadian itupun mengerjap-ngerjapkan matanya tidak percaya.
Dan sejak itulah Zero dan Zera diklaim oleh mereka 'musuh jadi cinta' karena terlihat dari keduanya yang dulunya saling berantem. Sekarang malah berduaan dan bahkan lebih dari kata 'dekat.'
•••°°°•••°°°•••
![](https://img.wattpad.com/cover/278174943-288-k228688.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband Is Ridiculous [SELESAI]
RomanceDijodohin sama tetangga sendiri? Dijodohin sama musuh sendiri? Dijodohin saat masih dalam kandungan? Bisa kalian bayangkan, bagaimana nasib Zera yang harus menikah dengan musuhnya sendiri yang bernama Zero - lelaki konyol yang pernah Zera temui di d...