MHIR || 16.

10.2K 492 0
                                    

Zero dibuat bingung oleh tantangan yang Deka berikan barusan. Dalam hatinya, jujur. Ia ingin sekali mempublikasikan hubungannya dengan Zera. Namun apakah mungkin itu terjadi? Setelah melihat tingkah laku Zera yang sedikit berbeda?

“Katanya nggak ada hubungan apa-apa kok dilihatin Mulu, sih.” Sindir Deka membuat Zero mengepalkan tangannya menahan emosi.

“Nggak, gue nggak lihatin dia. Gue cuma lihat taman di sekolahan ini aja, baru nyadar kalau tamannya seindah ini,” ucap Zero berusaha mencari-cari alasan agar Deka tidak curiga kepadanya.

Deka berdehem seraya menahan tawanya agar tidak pecah. “Iya tamannya indah. Tapi nggak seindah pujaan hati lo 'kan?” Goda Deka diiringi kekehan.

Zero membuang wajahnya ke samping. “Ngaco. Udah lah, kalau makan, makan aja. Nggak usah banyak bacot.”

Deka mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti apa yang sedang Zero pikirkan. Dengan sengaja Deka memandang Zera yang duduk tidak jauh dari mejanya. “Woy Ze!”

Zero memelototi Deka tajam. “Lo ngapain  manggil-manggil dia bodoh!”

“Kan supaya lo—.”

“Iya Ka, ada apa?” tanya Zera yang datang menghampiri Deka dan Zero.

Deka melirik ke arah Zero, sambil memainkan kedua alisnya naik turun. Sedangkan Zero hanya menatapnya datar, lalu mengaduk-aduk makanannya tanpa minat.

Zera menggaruk-garuk kepalanya. “Kalau nggak ada kepentingan lain, gue balik lagi ya.”

“Eh tunggu, buru-buru amat sih lo. Emmm gini deh, coba lo duduknya disini aja. Makannya disini gitu, 'kan gue lihat meja lo juga penuh. 'Kan kasian lo nya duduk dempet-dempetan,” ujar Deka mencoba untuk mencari-cari alasan supaya Zero bisa berdekatan dengan Zera.

Gadis itu tampak berpikir sejenak. Menatap meja makannya yang penuh, lalu menatap meja yang Deka dan Zero tempati dengan tatapan kebingungan.

“Udahlah nggak usah banyak mikir, ambil makanannya terus duduk disini. Daripada entar keburu masuk,” alibi Deka yang di angguki oleh Zera.

Atas tawaran Deka, Zera pun berjalan ke meja yang tadi ia tempati. Membawa makannya sambil berpamitan kepada Lisna dan Heru yang memandangnya aneh.

“Gue pindah ke meja nomor empat yah. Disini penuh, gue kebagian duduknya dikit.”

Heru menggeser posisi untuk Zera menduduki kursinya. “Duduk deket gue, masih cukup, kok.”

Zera menggeleng-gelengkan kepalanya. “Nggak, itu tempat duduk Bobi. Kalau gue duduk disitu, entar dia duduk dimana?”

Heru terdiam sesaat lalu membawa makanannya. “Ya udah gue ikut pindah, dimana tempat duduknya nomer empat 'kan? Ayok.”

Belum sempat Zera melarang, Heru sudah berjalan mendahuluinya membuat Lisna yang tadinya makan berbarengan dengan mereka ditinggalkan begitu saja.

“Ze, Her, kalau kalian pindah gue makan sendiri dong?!” ucapnya sedikit berteriak.

“Ada gue,” jawab seorang perempuan yang berada di sebelahnya.

“Ada kita,” ucap lelaki gondrong yang memakan mie bakso.

“Hay Lis, masih ada gue kok, lo makan yang tenang aja disini,” ucap Bobi yang baru saja membawa bakso ayam dengan setengah teh gelas.

Lisna mendengkus sebal. Namun dia tetap melanjutkan aksi makannya karena perutnya sedang lapar.

Sedangkan di meja nomer empat Zero mengepalkan tangannya dibawah saku celananya setelah melihat Zera yang datang bersama Heru. Dan bahkan sialnya lagi, Zera tersenyum saat langkah Heru sudah sampai di dekat mejanya.

“Lah, 'kan gue ngajakinnya lo doang, kok ini cowok juga ikut?” tanya Deka tidak enak hati dengan tatapan yang Zero berikan kepada keduanya.

Zera menggigit bibir bawahnya gugup. “G-gue—.”

“Di meja itu sempit. Jadi boleh 'kan gue ikutan? Nggak papa lah, kan mejanya juga besar. Cukup buat kita berempat,” ucap Heru meletakkan makanannya.

Saat Zera sudah duduk dan makan, Zero tiba-tiba beranjak dari duduknya. Tiba-tiba saja ia tidak nafsu makan, setelah melihat kedekatan Heru dengan istrinya.

Zero menatap Zera sebentar, lalu beralih kepada Deka yang menaikkan satu alisnya bingung. Melihat raut wajah Deka seperti memberi pertanyaan kepadanya ia pun bersuara. “Gue ke toilet dulu.”

Zera hanya diam sambil menundukkan kepalanya. Terbesit rasa tidak enak hati, mendengar ucapannya yang dingin.

Zera menatap punggung Zero yang kian menjauh, lalu melanjutkan makannya tanpa memperdulikan suaminya yang terlihat berbeda.

Ting!

Sebuah notifikasi chat dari seseorang terdengar dari handphone milik Zera. Gadis itu pun membuka handphonenya, lalu membaca pesan tersebut.

My husband
Ze, ke taman belakang sekolah sekarang. Aku mau ngomong sama kamu, penting.

Zera memasukkan handphonenya tanpa berniat membalasnya. Ia beranjak dari duduknya sambil berkata. “Aku ke kelas dulu ya, bentar lagi mau masuk.”

“Iya, hati-hati Ze,” jawab Heru melanjutkan makannya.

Tetapi tidak dengan Deka. Laki-laki itu tersenyum tipis, ia tahu kalau kedua manusia itu akan mengobrol tanpa sepengetahuan orang-orang. Terlihat dari gerak-geriknya yang terlihat berbeda, dan Deka memperhatikan semua itu.

Gue makin yakin, kalau mereka berdua emang udah nikah.

°°°•••°°°•••°°°

My Husband Is Ridiculous [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang