Zera merasa khawatir dan juga panik dengan Zero yang tidak kunjung mendatanginya. Pesta Rendi juga hampir berakhir karena hari sudah larut malam. Anehnya juga, ia tidak bisa melihat Rendi dan juga teman-teman membuat dirinya semakin gelisah.
"Ze, Pulang yuk. Ini udah malem loh," ajak Heru kepada Zera yang kini duduk disebelahnya.
"Lo duluan aja, gue lagi nungguin Zero ... ngomong-ngomong kemana ya dia, perasaan gue lihat Zero sama Rendi ada disana, kok sekarang nggak ada? Kemana ya?"
Heru mengedarkan pandangannya ke segala arah, menggeleng-gelengkan kepalanya seraya menatap Zera lemah. "Gue nggak lihat, udah lah, mending kita pulang. Gue udah ngantuk banget nih."
Zera berdecak sebal, melihat jam tangannya yang kini sudah menunjukkan pukul 01.34. "Emmm ... tapi gimana kalau Zero nyariin gue? Kan lo tau sendiri, gue kesini sama dia."
Heru tersenyum tipis. "Lo tenang aja, palingan dia udah pulang duluan, udah yuk, keburu larut malem nih."
Dengan rasa terpaksa nan gelisah Zera berjalan keluar gening, meninggalkan ruangan pesta yang kini telah mulai sepi. Awalnya Zera akan berpamitan kepada Rendi untuk pulang, tetapi ia sama sekali tidak melihatnya, jadi Zera pulang di antar oleh Heru ke rumahnya.
***
Kedua orang yang berada di kamar hotel grand masih tertidur pulas, dengan pakaian yang berserakan di atas ranjang. Zero, laki-laki itu mengerjap-ngerjapkan matanya yang terasa perih, kepalanya pun terasa pusing, bahkan rasanya ia ingin muntah-muntah saat ini.
Tubuhnya terasa berat, bahkan punggung nya pun terasa sudah dipukul oleh benda tajam beberapa kali. Ketika Zero akan bangun dari tidurnya, ia merasa ada sesuatu yang menghalangi perutnya.
Ketika matanya sudah terbuka lebar, ia terbelalak kaget, melihat tubuhnya yang telanjang. Zero melihat ke arah samping tempat tidurnya berada, ia amat kaget melihat seorang wanita yang tersenyum malu-malu ke arahnya.
"LO!" bentak Zero kaget, seraya menutupi tubuhnya yang telanjang dada.
Naila tersenyum puas melihat wajah Zero yang seperti itu, ia mengeluarkan handphonenya seraya tertawa terbahak-bahak. "Ha ... ha! Zero ... Zero, ternyata gampang banget ya buat lo takluk di hadapan gue."
Zero mengernyitkan dahinya heran, "Maksud lo apa?!" ujarnya penuh penekanan.
Dengan santainya Naila mengeluarkan handphonenya, memperlihatkan akun sosial medianya di depan mata Zero, ia memperlihatkan postingan 15 menit yang lalu. Dan betapa kagetnya Zero, ketika melihat foto dirinya dan Naila yang sedang berpelukan di balik selimut berwarna putihnya.
"Anj*ng! Hapus nggak!"
Naila mendekatkan bibirnya di dekat telinga Zero, berbisik sesuatu yang membuat Zero bungkam. "Nggak, sebelum kamu jadi milik aku seutuhnya."
"Itu nggak akan pernah terjadi! Gue pastiin lo hancur di tangan gue, jalang!" bentak Zero mengepalkan tangannya, dengan tubuh yang masih lemas, karena pengaruh obat tidur yang semalam Naila berikan kepadanya.
Naila hanya bisa tersenyum. "Lo nggak bisa hancurin gue, sebelum hidup lo yang hancur duluan."
Zero membanting sebuah lampu yang berada di dekatnya ke arah Naila, namun sialnya wanita itu malah menghindarinya, hingga membuat lampu itu pecah di bawah ranjangnya.
Dengan tubuh sempoyongan, Zero bangkit dari tempat tidurnya, berjalan ke arah kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya terlebih dahulu, tanpa memperdulikan Naila yang kini tertawa terbahak-bahak, melihat Zero yang terlihat sengsara karenanya.
Sedangkan disisi lain Zera tengah cemas dengan suaminya yang tidak ada dimana-mana, bahkan ia sudah menanyakannya kepada kedua orang tuanya. Tetapi hasilnya nihil, sejak kemarin malam Zero tidak pulang-pulang membuat Zera resah memikirkannya.
Disampingnya kini hanya ada Dina yang menemaninya. Namun gadis itu terlihat sibuk dengan handphonenya, karena saking lelahnya melihat Zera yang mundar-mandir seperti setrikaan.
"Ze!"
Zera menoleh, dengan tangan yang mengelus-elus dadanya, kaget. "Setdah itu suara lo, Din. Bisa dikecilin kagak?"
Dina menggeleng-gelengkan kepalanya. "Zera gue nggak main-main, sumpah! Lo harus lihat ini!"
Kedua mata Zera sontak terbelalak kaget. Tanpa meminta izin kepada temannya, Zera segera merebut handphone Dina, menatap lekat-lekat yang ada di layar handphonenya saat ini.
"N-nggak ... ini nggak mungkin!" teriak Zera dengan tangan bergetar.
Dina memeluk Zera, mencoba menenangkan. Air mata gadis itu sudah tertumpahkan beberapa kali. Namun kali ini berbeda, tangisan menyakitkan semalam tidak sebanding dengan sakitnya yang sekarang.
Dina menutup handphonenya, tidak ingin melihat postingan yang seharusnya tidak di posting di sosial media. Bagaimana tidak? Postingan tersebut berunsur dewasa, lebih parahnya lagi itu adalah Zero. Seorang lelaki yang berstatus suami Zera.
"Ze ... lo tenangin dulu, Zero nggak mungkin khianatin lo kayak gini, dia pasti dijebak, dan gue yakin," ucap Dina tidak tega melihat Zera yang menangis sesenggukan karena lelaki seperti Zero.
Zera mengeratkan pelukannya pada Dina, baru saja Zera akan memberitahukan kepada sahabatnya itu kalau Zero adalah suaminya. Namun setelah melihat postingan itu, niat Zera tadi ia urungkan, kereta takut masalahnya semakin runyam.
Zera melepaskan pelukannya. "Na, anter gue ke hotel grand sekarang, gue yakin mereka masih ada disana dari kemarin malam."
"Ze, lo yakin? Mau labrak mereka sekarang? Tapi 'kan lo belum makan apa-apa ntar lo sakit. Mending tunggu aja dia nyamperin lo." Dina sungguh merasa cemas dengan kondisi Zera saat ini, terlebih lagi gadis itu belum makan dari semalam. Ia takut Zera jatuh pingsan hanya karena mengkhawatirkan Zero.
"Nggak ada waktu lagi, gue harus kasih pelajaran sama tuh orang." Tekad Zera melangkahkan kakinya keluar, meninggalkan Dina yang masih bengong di atas kursi.
Setelah menyadari Zera sudah keluar dari rumah, Dina segera mengejarnya. "WOI ZERA! TUNGGUIN GUE!"
°°°•••°°°•••°°°
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband Is Ridiculous [SELESAI]
RomanceDijodohin sama tetangga sendiri? Dijodohin sama musuh sendiri? Dijodohin saat masih dalam kandungan? Bisa kalian bayangkan, bagaimana nasib Zera yang harus menikah dengan musuhnya sendiri yang bernama Zero - lelaki konyol yang pernah Zera temui di d...