MHIR || 34.

19.7K 491 17
                                    

Terbongkar sudah, kini Zera tidak bisa lagi membohongi sebuah fakta, jika Zero adalah Papah kandung Zefran yang sebenarnya. Bocah laki-laki itu tersenyum sumringah, menatap netra Papahnya yang mengkilap.

"Yey! Aku tidak akan lagi di bully. Karena Papahku sudah ada di hadapanku sekarang!" Zefran menyerukan kebahagiannya seraya merentangkan tangannya, meminta gendongan.

Zera mengerjap, menatap Zero yang hanya diam tanpa berkutik. Isi kepalanya seakan ngebleng, tidak bisa berjalan dengan lancar.

"Ini bahaya," gumam Zera meratapi nasib kedepannya.

Ah Zera teramat menyesali pertemuan mengenaskan seperti ini. Skenario Tuhan tidak ada yang tahu. Zera tidak bisa mempersalahkan keadaan, karena takdir sangat sulit untuk ia hindarkan.

Bagaimana pun sebuah kebenaran pasti akan terbongkar dengan sendirinya. Mungkin, inilah waktu yang tepat untuk Zera berhenti melarikan diri dari masalah.

"Kemana aja Papah selama ini? Papah jahat! Ninggalin Zefran sama Mamah." Zefran memicingkan matanya sinis.

Antara bingung dan khawatir salah bicara. Akhirnya Zero hanya diam bak patung tak di beri nyawa. Cukup sudah, ia sudah muak dengan keadaan membingungkan seperti ini.

"P-papa—."

"Kerja, nak. Papah kerja lama di jakarta."

"Kerja?" beo Zefran. "Mengapa lama sekali. Jakarta, negara apa itu?"

"Jakarta adalah kota yang berada di Indonesia. Jauh dari negara kita saat ini. Makanya Papah jarang pulang ke rumah. Sekalipun pulang, ia sering lupa akan jalannya."

Alis Zero terangkat. Penjelasan apa macam ini? Zera seakan-akan menyindirnya dengan bahasa isyarat mengenai kota jakarta.

"Kamu tidak sedang menyindirku, 'kan? Ra."

Tatapan Zera beralih kepada Zero. "Menurutmu?"

Zero menghela napas panjang. Dia akui, selama ini ia salah dalam memilih alur hidup. Ia terus mengikuti kata ego di bandingkan kata hati. Namun tidak sepenuhnya, hal itu atas dasar keegoisannya. Bahkan Zera pun terlihat dalam situasi mengenaskan ini.

Zefran memeluk Zero. "Aku kangen banget sama Papah."

Ingin rasanya Zero mengatakan jika ia pun juga menyimpan rindu teramat berat kepada sang buah hati. Akan tetapi dirinya pun masih bertanya-tanya, Zefran benar anak kandungnya atau bukan?

Jika dilihat dari segi tengilnya, memang sudah menyantol predikat Zero. Akan tetapi, dari segi bicara dan perilakunya berbanding terbalik akan sosok dirinya. Hal itu Zero berpikiran untuk tes DNA sebelum mengakui Zefran sepenuhnya adalah anak kandungnya.

"Ra—."

"Biarkan Zefran seperti itu. Aku sudah banyak menaburi omongan palsu kepadanya."

Kejujuran tersebut benar adanya. Zera tidak bisa menutupi rasa berdosanya lagi. Entah mau menerima atau tidak. Yang jelas, Zera tidak ingin menyimpan harapan palsu untuk anak semata wayangnya.

Zero mengukir senyuman tipis, naas tidak terlihat. "Apa ini artinya kamu sudah menyalakan lampu hijau, untukku?"

"Mungkin."

***

Malam pun tiba, Zefran sudah terlelap kembali di temani lantunan dongeng yang dibacakan oleh Zero. Seusai itu ia merapihkan tempat tidurnya, melirik Zera yang berada di ambang pintu.

"Waktunya pulang," ucap Zera yang mendapati tatapan tidak suka dari mantan suaminya.

"Kamu mengusirku?" tanya Zero memastikan.

My Husband Is Ridiculous [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang