MHIR || 21

9.3K 361 1
                                    

Naila menatap Zera bersama Zero dengan tatapan tajam, kini mereka sedang berada di kantin untuk mengisi perutnya, dengan bangku duduk yang berbeda.

“Cinta lo bertepuk sebelah tangan, ya?” tanya Heru yang baru saja datang, lalu duduk di sebelah Naila.

Gadis itu mendelik tajam. “Nggak kok, sok tau aja lo jadi orang.”

Heru terkekeh mendengarnya. “Gue tau kali, dari tatapan lo sekarang, sama sikap lo yang tadi di lapangan, itu udah menunjukkan kalau cinta lo itu bertepuk sebelah tangan.”

Naila menatap Heru tidak suka. “Maksud lo apa ngomong kayak gitu sama gue? Gue nggak—.”

“Nggak usah ngelak, gue tau semuanya, dan gue mau ajak lo buat kerjasama.” Potong Heru membuat Naila terdiam sesaat.

“Bentar. Kerjasama? What? Lo ngajak gue kerjasama? Kerja sama apaan bodoh. Ck, nggak guna,” ketus Naila membuat Heru tersenyum tipis.

Heru menatap Zera yang tidak jauh dari mejanya. “Zera, gue udah suka sama dia sejak dia menjadi teman baik gue selama di Bandung. Dia yang membuat gue hilang dengan yang namanya lelaki pendiam, dia yang merubah gue dari yang dulunya lelaki cupu, menjadi lelaki hits.”

Naila memutar bola matanya malas. “Lo curhat sama gue?”

Heru menganggukkan kepalanya, membenarkan ucapannya. “Anggap aja gitu. Langsung ke intinya aja deh, jadi gini, lo suka sama Zero? Sedangkan gue, suka sama Zera. Kita bisa kerjasama buat pisahin mereka, dan dapet keuntungan dengan lo dapetin Zero, dan gue dapetin Zera.”

Naila tampak terdiam kaku, menatap kedua pasangan yang berada di kantin dengan senyuman yang sulit di artikan. Naila mengulurkan tangannya ke arah Heru, pertanda menyetujui.

“Oke, gue terima tawaran lo, kayaknya asik juga kalau kita mainin mereka dengan rencana yang sama.” Keduanya sama-sama tersenyum, memandang Zera dan Zero yang terlihat asik tertawa.

Kali ini lo bisa ketawa sepuasnya, Ze. Tapi jangan harap dengan masa yang akan mendatang, siap-siap aja hidup lo bakalan hancur.

Naila membatin seraya memakan makannya, Heru yang melihat Naila seperti itu pun ikut tersenyum, namun berbeda, senyuman Heru seakan membuat rencana lebih gila dari apa yang dikatakannya sebelumnya.

Dasar cewek bodoh! Mau aja gue manfaatin, batin Heru.

****

Sepulang sekolah Zera dan Dina berjalan ke parkiran, berniat pulang ke rumahnya masing-masing. “Eh, Na. Gue denger-denger Deni ulang tahun ya, terus ngerayain ulang tahunnya di hotel grand, bener nggak sih?”

Zera melirik Dina, kemudian menganggukkan kepalanya. “Iya, dia juga ngundang gue sama Zero buat dateng, lo ikut dateng atau nggak?”

Dina tampak berpikir. “Emm gimana ya ... gue takut nggak ada pasangan, 'kan lo sama Zero, nah gue? Gue sama siapa, Ze?”

Zera menggaruk-garuk tengkuk lehernya yang tidak gatal, mencoba mencari solusi agar Dina— temannya bisa ikut ke pesta Deni dengan berpasangan. “Gue juga bingung, lo sih kalau ada laki-laki cakep yang suka sama lo, malah lo kasarin. Jadi semua cowok takut 'kan sama lo.”

Dina mendengkus sebal. Memang benar, Dina selalu bersikap cuek, pemarah, dan tidak suka diam. Sama hal nya ketika ada seorang lelaki yang mengutarakan cintanya, Dina selalu memarahinya dan menonjoknya hingga babak belur.

Dan karena berita itulah semua lelaki yang mendekatinya mundur sebelum tempur. “Nasib anak karate ya emang gitu, Ze. Gue juga nggak tau, kenapa gue selalu emosional kalau ada laki-laki yang deketin gue.”

Zera menggeleng-gelengkan kepalanya. “Dah nggak tau lagi dah, ehhh tuh ada Ronal, lo sama dia aja lah. Lagian dia 'kan sama se-frekuensi sama lo yang suka karate.”

Dina mengikuti arah pandang Zera yang kini memperhatikan Ronal dari kejauhan, Dina menatap laki-laki itu ngilu. “Hih, nggak deh, gue takut sama tuh muka tembok. Gila aja dia pernah matahin tangan anak karate, cuma numpahin minumannya.”

Zera meneguk salivanya, takut. “S-sekasar itukah dia?”

Dina menganggukkan kepalanya, mantap. “Makanya usulin laki-laki yang bener, jangan kayak Ronal. Dia mah bukan manusia, tapi iblis bermuka pangeran.”

Zera ingin tertawa melihat Dina yang terlihat menyukai ketampanan Ronal, tetapi takut dengan sikapnya. “Gue bingung mau usulin siapa, lo cari sendiri aja dulu, ntar kalau ada, gue DM lo nanti.”

Dina menaikkan jempolnya ke hadapan Zera. “Good! Satu beban gue bertambah.”

Zera tertawa mendengar keluhan Dina. “Haha ... ya sabar aja sih, ntar kalau ada gue infoin deh, jangan sedih dong.”

“Heh, siapa yang sedih. Orang gue biasa aja kok,” ketus Dina membuat Zera terkekeh geli.

Ketika keduanya sedang asik mengobrol, tiba-tiba Zero datang menghampiri mereka. “Ze!”

Zera menoleh ke sumber suara, mendapati suaminya yang tersenyum manis ke arahnya. Zera membalas senyuman itu, tetapi tidak dengan Dina yang memutar bola matanya malas.

“Ayo pulang,” ajak Zero menarik tangan Zera ke arah parkiran.

“Ayo, eh Din. Gue pulang duluan ya, kalau ada cowok nanti gue infoin!” teriak Zera melenggang pergi ke arah parkiran, tempat motor Zero di parkirkan.

Dina mengacungkan jempolnya tinggi-tinggi. “Yoi!” balasnya berteriak sedikit kencang.

Di sepanjang perjalanan menuju rumahnya, Zera dan Zero hanya diam tidak mengeluarkan suara. Hingga mereka sampai ke rumahnya pun, mereka tetap diam.

Zero duduk di kursi ruang tamu, menunggu Zera membuat minuman dingin nan segar untuknya. Setelah itu keduanya pun beristirahat, duduk bersandar di tengah kursi yang sama.

Zera melirik suaminya yang terlihat memejamkan matanya, mungkin laki-laki itu capek karena habis bermain basket, di sekolah.

“Ro, nanti malem 'kan acara ulang tahun Deni. Kamu bakalan dateng nggak?” tanya Zera membuat Zero membuka matanya perlahan.

Zero yang tadinya ingin tidur pun mengurungkan niatnya, melirik istrinya yang terlihat bengong, menunggu jawaban pasti darinya.

“Dateng lah, ya kali nggak dateng. 'kan Deni temen tim basket aku, emang kenapa? Kamu mau dateng juga?”

Zera menganggukkan kepalanya. “Iya, sama kamu.”

“Oke,” balas Zero meminum air dinginnya lalu memeluk tubuh Zera, menenggelamkan wajahnya di perut rata gadis itu.

“Ehh.”

“Aku capek yang, mau tidur dulu sebentar. Tapi gini yah, ntar kalau udah sore bangunin.” Pesan Zero memejamkan matanya yang terasa lelah hari ini.

Zera tersenyum tipis atas perlakuan Zero barusan, gadis itu mengelus-ngelus rambut Zero seraya berbisik. “Iya suamiku, tidur yang nyenyak ya ...”

Zero tersenyum dengan mata terpejam, Zera bisa saja membuat Zero salting dalam keadaan mengantuk. Benar-benar...

•••°°°•••°°°•••°°°

My Husband Is Ridiculous [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang