MHIR|| 27.

8.4K 325 1
                                    

07 tahun kemudian.

Tak terasa hari demi hari telah berputar begitu cepatnya. Kediaman keluarga Nicolaus Copernicus terasa begitu hangat ketika malaikat kecil yang aktif bermain lincah lari-larian sedari tadi.

“Zefran! Jangan lari-larian, nanti kamu jatuh sayang!” teriak Zera menghentikan anak laki-lakinya yang tertawa lepas sambil memegangi seekor kucing peliharaannya.

Zefran Azreo Nandeleo. Anak pertama Zera dan Zero yang kini hidup di dalam genggaman Zera. Seorang anak laki-laki yang pandai bergaul dengan siapapun. Mempunyai predikat tertinggi di kalangan sekolahnya, anak yang pintar namun sedikit tengil. Mungkin sifat tengilnya itu terdapat dari Zero yang sekarang tidak diketahui latar belakangnya dimana.

“Tadi Zefran ngejar Cimong, Mam. Habisnya dia keluar rumah mulu, bandel.” Lapor Zefran. Anak berusia 6 tahun yang sudah lancar berkomunikasi dengan siapapun, terutama kepada Mamahnya.

Zera menggeleng-gelengkan kepalanya. “Sekarang Cimong nya nggak keluar rumah lagi 'kan. Nah sekarang kamu mandi dulu, terus siap-siap. Mamah antar ke sekolah.”

“Mam, nggak kerja?” tanya Zefran dengan wajah gembiranya.

Zera berjongkok di hadapan Zefran, kemudian berkata. “Mamah akan kerja tapi berangkat siang, Mamah 'kan udah lama nggak nganter kamu ke sekolah. Masa sama Kak Dina mulu, emang kamu nggak bosen?”

“Eu—.”

“Ya enggak bosen lah, orang setiap hari gue kasih jajanan mahal-mahal nih bocah.” celetuk Dina yang tiba-tiba datang dari arah tangga, memotong ucapan Zefran yang hendak mengeluarkan suaranya.

“Eh nggak yah, itu 'kan kak Dina yang nawarin!” Zefran mulai berkomentar membuat Zera menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Dasar bocah, maunya menang sendiri,” cetus Dina mengacak rambut Zefran gemas.

Zefran menatap Dina tajam, tidak terima atas tuduhan Dina kepadanya. Lantas ia pun kembali berucap dengan tangan mungil yang menutup kedua telinganya. “Nye-nye-nye ... nggak denger, nggak denger.”

Nicolas tertawa terbahak-bahak Melihat pertengkaran anaknya dengan cucu samping kesayangannya. “Sudah-sudah. Kalian ini bertengkar terus kerjaannya. Zefran, segera mandi nak. Dan kamu Din, bersiaplah untuk pergi ke kantor. Sekarang Papah yang akan mengantarkan kamu ke perusahaan Mamah.”

Dina mengerucutkan bibirnya kesal. “Kenapa nggak bareng aja sama Mamah? 'kan kita satu perusahaan.”

Seana tersenyum tipis menanggapi celotehan Dina. “Mamah ada meeting di hotel Zoelva, kalau kamu ikut meeting. Nantinya kamu akan mengomel tiada henti, dan Mamah tidak mau menanggung resiko disaat kamu bosan menunggu Mamah yang sibuk meeting.”

Dina mendesah pelan. Inilah yang Dina tidak mau saat bekerja di perusahaan milik orang tuanya sendiri. Ia sering bosan dan bekerja semaunya, tidak seperti Zera yang bekerja ini-itu dengan kemampuan sendiri.

Terkadang Dina merasa iri, akan tetapi ia bangga atas pencapaian Zera hingga detik ini. “Houhhh ya sudahlah, aku ikut saja apa yang kalian katakan.”

Ketiganya sudah siap berangkat ke kantornya masing-masing, tetapi Zera masih sibuk mengurusi Zefran yang masih memainkan air di dalam bak kamar mandi. Sampai-sampai ia menghela napasnya beberapa kali.

“Ra! Gue, Mamah sama Papah berangkat ya. Jangan lupa kunci pintu rumah!!” teriak Dina dari arah dapur. Zera yang masih berada di kamar mandi pun ikut berteriak.

“IYA!”

“Zefran sudah ya mandinya, nanti kamu kesiangan sekolahnya.” Zera mengangkat tubuh mungil Zefran dari bak mandi. Kemudian ia membawa anak tersayangnya itu ke atas kasur. Memakaikan baju serta membereskan keperluannya untuk bersekolah.

My Husband Is Ridiculous [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang