MHIR || 12.

11.6K 559 5
                                    

Semua siswa kelas XII IPA 2 sudah berhamburan keluar kelas. Begitupun dengan Zera dan Zero yang sudah selesai dengan tugas-tugasnya. Seluruh siswa-siswi SMA Wyita Dharma dibubarkan karena guru-gurunya sedang ada rapat penting.

Zera berjalan beriringan dengan Hesti - teman sekelasnya. Saat sudah sampai di parkiran, Zera dicegat oleh Anton yang Zera kenal adalah sepupunya Hesti.

Laki-laki itu menyukai Zera saat gadis itu masih menduduki bangku kelas X IPA. Namun Zera tidak menanggapi Anton dengan alasan dirinya tidak mau berhubungan dengan siapapun, ia hanya ingin fokus belajar tanpa ada ikatan pacaran di masa remajanya.

Tidak seperti Zero yang kini dikerumuni banyak perempuan. Walaupun seperti itu, Zera tidak peduli dengan kehidupan suaminya. Sekarang ia hanya butuh belajar untuk mengejar impiannya, walaupun dengan status yang berbeda.

"Ze, lo pulang sama siapa?" tanya Anton kepada Zera yang menunggu seseorang di depan gerbang sekolahan.

"Sama Hesti," ketus Zera cuek.

Anton mengernyitkan dahinya bingung. "Hesti 'kan barusan udah pulang, Ze? Kok lo masih disini?"

Zera menggigit bibir bawahnya gugup. Zera menggerutuki kebodohannya yang memberi alasan kepada Anton, kalau Hesti yang akan pulang bersama Hesti. "Gue---."

"Dia pulang sama gue," celetuk Zero menggenggam tangan Zera dihadapan Anton dan para pacar-pacarnya yang tadi mengejar-ngejar Zero memintanya untuk mengantarkan pulang.

Salah satu pacar Zero mendekati Zera, hendak menjambak rambutnya. Tetapi tangan kekar Zero menahannya. "Mau ngapain lo?!"

"Y-ya, aku mau kasih pelajaran sama dia. Enak aja dianterin pulang sama kamu, sedangkan aku? Kamu suruh naik angkutan umum. Ogah banget," ucap Shakira yang kini menjabat sebagai pacar Zero yang siap diselingkuhi.

Zero menggeembuskan napasnya lelah. "Gue udah bilang sama lo, dan kalian. Gue udah punya cewek yang lebih-lebih baik dari sebelumnya, dan kalian lihat. Dialah cewek yang gue maksud, Zeraniz."

Zera membulatkan matanya kaget. Begitupun dengan para pacar-pacarnya Zero yang hendak protes atas ungkapan Zero saat ini. Seakan tidak terima, mereka menyerang Zera dengan cara mendorong bahunya dan menjambak rambutnya kasar.

Zero mengepalkan tangannya dan mendorong para perempuan yang berada di hadapannya. "Apa-apaan sih kalian!"

"Lo yang apa-apaan!" bentak Rania yang sudah lama pacaran dengan Zero. "Kenapa lo tiba-tiba pacaran sama Zera? Katanya lo itu musuhan sama Zera. Tapi ini apa?"

"Dulu emang gue musuhan sama Zera, tapi sekarang gue nggak anggap Zera itu musuh gue. Emang heran ya, kalau orang benci jadi cinta? Heran?" Tanpa menunggu jawaban dari para perempuan-perempuan itu, Zero segera menarik tangan Zera menaiki motornya.

Anton yang berada di belakangnya hanya bisa tersenyum kecut. Benar apa yang dikatakan Hesti minggu kemarin, kalau Zera dan Zero memiliki hubungan khusus tanpa diketahui oleh orang-orang sekitar.

Saat diperjalanan Zera menepuk pundak Zero dari belakang. "Ro, berhenti dulu!"

Mendengar teriakan yang menyuruhnya berhenti, Zero pun dengan cepat memarkirkan motornya dipinggir jalan. Mereka turun dari motornya dan menatap satu sama lain, dalam pikiran yang berkecamuk.

"Maksud lo apa? Bilang gue pacar lo?" tanya Zera melipat kedua tangannya di depan dada.

"Gue udah bosen mainin hati cewek. Dan gue mau lo, karena lo adalah takdir gue, masa depan gue, dan istri gue sejak satu bulan yang lalu," jawab Zero dengan santai.

"Tapi kenapa? Kenapa harus gue? Dan kenapa lo bilang kalau lo cinta sama gue?" tanya Zera bertubi-tubi.

Zero terdiam sejenak. Menatap manik mata Zera yang sedang kebingungan atas pertanyaannya sendiri. Zero celingak-celingukkan, takut ada seseorang yang memperhatikannya.

Zera memundurkan tubuhnya saat Zero mulai mendekatinya. "L-lo mau ngapain?"

Zero tidak menjawab ucapan istrinya. Zero meraih tangan Zera dan menggenggamnya erat, menatap manik mata Zera dengan tatapan serius. "Kali ini gue nggak bercanda. Gue suka sama lo, dan gue udah cinta sama lo. Bukan dari sekarang, melainkan dari dulu. Saat kita masih kecil."

Zera terdiam kaku. Detak jantungnya pun kian memburu. "T-tapi kita---."

"Ya, lo pasti nganggap gue musuh lo 'kan? Padahal nyatanya nggak! Gue sama sekali nggak nganggap lo sebagai musuh gue. Saat itu gue cuma kesel sama lo, saat kita masih kecil. Lo pasti ingat kejadian waktu itu 'kan?"

Zera mengangguk-anggukkan kepalanya pelan. Ia masih ingat kalau dulu mereka memang sering bertengkar, dalam masalah sepele. Dan dari pertengkaran itulah mereka ngeklam kalau mereka musuh satu sama lain.

"Maaf, gue nggak bisa nahan perasaan gue lagi. Gue benar-benar udah kemakan omongan gue sendiri. Gue udah jatuh sama pesona lo, Ze."

Zera menundukkan kepalanya, perlahan tangan yang berada digenggaman Zero pun terlepas, tatapan Zero berubah menjadi teduh, begitupun Zera yang kian menahan tangisnya agar tidak pecah.

"Gue tau kok, lo nggak mungkin suka sama gue. Gue paham, Ze," lirih Zero tersenyum kecut.

"Siapa bilang gue nggak suka sama lo?" tanya Zera mendongakkan kepalanya, menatap manik mata Zero dengan sudut bibir yang terangkat membentuk senyuman manis.

°°°°••••°°°°••••°°°°••••

My Husband Is Ridiculous [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang