Prolog

247 60 10
                                    

Pada tahun 2128, Bumi sedang sekarat. Umat manusia yang tersisa hidup dalam bangunan penyokong kehidupan yang disebut Flat. Keadaan di luar Flat hanya padang pasir berwarna jingga. Kadar oksigen yang tipis dan suhu ekstrem membuat keadaan di luar Flat tidak dapat ditempati. Pada siang hari, suhu di liar Flat sangat panas. Siapa saja yang keluar pada siang hari, pasti akan mati karena dehidrasi. Belum lagi badai pasir yang bisa datang sewaktu-waktu. Badai pasir ini bisa membuat apa saja terkubur dalam pasir bila berlama-lama di luar Flat. Pada malam hari, suhu di luar Flat sangat dingin. Siapa saja yang keluar pada malam hari, pasti akan mati karena hipotermia.

Dengan Flat yang mempunyai sembilan puluh lantai ini, manusia bisa memenuhi semua kebutuhan untuk bertahan hidup. Sumber makanan, energi, dan perlengkapan bisa dibuat secara mandiri. Ada tujuh bagian khusus dalam Flat, di antaranya adalah: pengumpul, peternak, pekebun, pekerja produk sintetis, pekerja produk energi, petugas kesehatan, dan petugas keamanan. Pengumpul bertanggung jawab untuk menjelajahi dunia luar demi mencari bahan-bahan langka atau bahan-bahan yang tidak bisa dibuat oleh Flat. Peternak dan pekebun bertanggung jawab untuk menghasilkan kebutuhan pangan utama. Pekerja produk sintetis bertanggung jawab untuk menghasilkan barang atau komponen penyokong, seperti: daging sintetis, karbohidrat sintetis, kapas sintetis, dan lain sebagainya. Pekerja produk energi bertanggung jawab untuk menghasilkan kebutuhan energi, seperti: LPG, air, listrik, dan lain sebagainya. Petugas kesehatan bertanggung jawab untuk menjalankan layanan kesehatan dalam Flat. Petugas keamanan bertanggung jawab terhadap keamanan dalam Flat. Terdapat juga profesi lain di luar divisi seperti koki, pedagang, dan lain-lain.

Kehidupan dalam Flat cukup damai. Sampai suatu ketika, muncul sebuah gerakan yang meresahkan. Kepala Flat menganggap mereka sebagai teroris. Maraknya gerakan dari kelompok teroris akhir-akhir ini membuat seisi Flat menjadi tegang. Penanganan teroris yang terkesan lambat membuat masyarakat menjadi resah. Akibatnya, muncul rasa ketidakpercayaan masyarakat kepada kepala Flat dalam menangani masalah ini. Aku ingin ambil bagian dalam usaha penanganan teroris. Namun, satu hal yang aku sadari. Seorang peternak ayam sepertiku tidak bisa berbuat banyak dalam masalah ini.

Aku berdiri di depan pintu lift bersama belasan orang. Rasa lelah menjalar ke seluruh tubuh setelah mengurus peternakan dan berjualan telur. Meski lelah, aku tidak bisa mengendurkan tubuhku sekarang. Aku waswas sendari tadi karena takut akan ancaman teroris yang bisa datang entah dari mana. Selain itu, berdiri dalam kerumunan akan menyulitkanku untuk mengamankan diri ketika serangan teroris benar-benar terjadi. Lift tiba di lantai ini sembari menyajikan puluhan manusia yang saling berdesakan. Aku masuk lift bersama dengan manusia-manusia yang berdiri di belakangku.

"Apa yang kamu cari, Pengawal?" ucap seorang gadis di belakangku.

Aku lekas berbalik menuju sumber suara itu. "Saya sedang mencari Anda, Yang Mulia."

Gadis itu menggeleng-gelengkan kepala. "Kamu bahkan tidak bisa menemukan ratumu sendiri. Sudah waktunya untuk mengorbankan dirimu ke gunung dan mencari pengawal yang lebih baik."

"Ampun, Yang Mulia. Saya masih ingin hidup lebih lama," balasku dengan pura-pura panik.

Kami diam beberapa detik sebelum gadis itu mengembuskan napas panjang.

"Kamu pasti disuruh Ibu buat jagain aku, 'kan?" tanya gadis itu dengan lesu.

"Ya, kurang lebih kaya gitu," jawabku.

"Hah, kamu terlalu berlebihan dalam menyikapi berita teroris akhir-akhir ini," keluh gadis itu.

"Ini sebabnya ibumu memintaku untuk mengawasimu. Kamu tidak menaruh perhatian dan waspada dengan masalah ini," protesku sambil menekukkan alis.

"Aku ini juga waspada, hanya saja ga kebangetan kaya kamu," gerutu gadis itu.

"Iya, deh, iya," sambil tersenyum getir.

"Aku pindah ke dekat pintu lift. Daripada nanti jadi ayam geprek pas turun."

"Heh! udah, sini aja!"

Gadis itu mengabaikanku. Dia menerobos barisan penumpang lift setapak demi setapak. Aku hanya bisa mengembuskan napas panjang. Tanganku yang masing-masing menjinjing box telur membuat dimensiku lebih lebar dari semua orang dalam lift. Menyusulnya hanya akan mengganggu penumpang lain dalam lift. Dengan berat hati, aku mengawasi gadis itu dan box-ku secara bersamaan. Belum lagi aku juga mengawasi sekitar kalau ada seseorang yang berpotensi mengancam hidup.

KATHAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang