Bagian 11: Pasir Isap dalam Badai

66 35 4
                                    

Sebelum Adit menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba pintu terbuka dengan kencang. Ada dua orang berjas putih yang masuk secara bergantian. Hanya satu orang yang kukenal di antara mereka, yaitu Pak Sakti. Satu orang lagi yang bersama Pak Sakti berjalan ke arah Pak Juma. Seorang lelaki yang kutaksir seumuran dengan Pak Sakti.

"Hei, kalian ini! Bisa-bisanya masuk tanpa izin!" protes Pak Juma.

"Saya mendapat laporan jika divisi keamanan menemukan spesimen bakteri tetani," kata orang yang bersama Pak Sakti.

"Ya, saya mendapatkan ini di tempat kejadian," balas Pak Juma seraya menunjukkan bungkusan berisi suntik kepada rekan Pak Sakti.

"Bagus lah, Pak Joko. Kita tidak perlu susah-susah mencari seisi gedung ini," sahut Pak Sakti.

Pak Joko mengambil bungkusan itu secepat sambaran petir. Pak Juma dengan tegas meminta Pak Joko untuk mengembalikan bungkusan tadi. Terjadi perdebatan antara Pak Joko dengan Pak Juma. Perdebatan siapa yang bisa menggunakan spesimen bakteri tetani terlebih dahulu. Selagi mereka berdebat, aku mendapati Adit yang sedang menarik kecil jas Pak Sakti. Perhatian Pak Sakti teralihkan dan melihat aku dan Adit yang sedang duduk.

"Ternyata kalian yang digiring kemari," kata Pak Sakti dengan terkejut.

"Halo, Pak. Kami di sini karena dituduh sebagai teroris," balas Adit santai.

"Edan kon iku!" cerca Pak Sakti ke arah Pak Juma.

Perdebatan antara Pak Joko dan Pak Juma terhenti. Kini, Pak Juma mengarahkan wajahnya ke Pak Sakti.

"Sekarang apa lagi?" keluh Pak Juma.

"Kamu berencana untuk menahan mereka?" tanya Pak Sakti sembari menunjuk Adit.

"Kenapa? Memang mereka ini terduga teroris, kok," balas Pak Juma.

"Mereka menjadi terduga teroris karena menemukan sebuah mayat? Saya yakin kalau penangkapan mereka hanya karena tindakan impulsif," terang Pak Sakti.

"Ayo! Segera teliti spesimen ini dan buat penawarnya!" seru Pak Joko sambil melenggang pergi.

"Ayo, kalian juga ikut kami kembali ke Flat," ajak Pak Sakti kepadaku dan Adit.

Pak Juma menghadang Pak Sakti. "Hei, kamu tidak bisa melakukan itu!" protes Pak Juma.

Pak Juma tidak berbuat apa-apa. Aku dan Adit mengikuti Pak Sakti dan Pak Joko keluar dari ruangan ini. Aku melihat Pak Juma menendang meja dengan sekuat tenaga. Aku mengacuhkan hal itu dan tetap mengekor pada Pak Sakti dan Pak Joko. Aku meminta waktu sebentar untuk mengambil kembali box telur yang disita divisi keamanan. Setelah selesai mengambil box telurku, kami semua menuju parkiran dan naik ke dalam kendaraan berwarna putih. Kendaraan ini sama besarnya dengan kendaraan yang mengangkut kami ke museum. Berkat bantuan Pak Sakti, aku dan Adit bisa keluar dari tempat ini.

Badai pasir masih belum reda. Kami sekali lagi berkendara di bawah amukan badai pasir. Sama seperti sebelumnya, Adit kembali melihat ke arah badai pasir. Tiba-tiba, ada hantaman yang mengenai bagian bawah kendaraan. Pak Joko yang dari tadi mengemudikan kendaraan dengan tenang berubah menjadi panik.

"Sepertinya kendaraan ini tidak berjalan semenjak terkena hantaman tadi. Bisa jadi kita sedang tersangkut atau terjebak saat ini," terang Pak Joko.

"Apakah di sini ada baju khusus? Saya bisa periksa ke luar jika diperlukan," kata Adit.

"Tidak ada. Saya sekarang sedang mengirim sinyal untuk meminta bantuan kepada Flat," balas Pak Joko.

Tiba-tiba, bagian samping kanan kendaraan ditembus dengan sebuah logam panjang sebesar gagang sapu. Posisinya dekat dengan tempat Adit duduk. Untungnya, Adit tidak terluka akibat kejadian itu. Adit memberi isyarat untuk menunduk, kami semua mengikutinya. Setelah beberapa menit, samar-samar aku mendengar suara langkah kaki yang menuju ke arah kami. Setelah hening beberapa detik, pintu geser kendaraan terbuka. Dua orang masuk dengan cepat lewat pintu tadi. Kini ada dua orang dengan baju khusus tepat di depan kami. Aku tidak bisa melihat bagian dalam kaca helm baju khusus itu. Seorang dari mereka menenteng benda seperti pegangan pacul berwarna hitam. Seorang yang lain membawa empat buah masker respirator.

KATHAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang