"Ingin menampik tapi tidak mau membodohi diri. Jujur, aku sangat rindu"
- Ame -
Sinar matahari masuk melalui celah tirai yang sedikit terbuka. Pagi yang biasanya tenang kini akan selalu berisik karena ketiga teman kecilku. Aku bangun, membuka tirai dan pintu balkon, meresapi angin dan embun pagi yang berhembus menerpa wajah. Lonceng angin yang tergantung pun mulai mengalunkan melodinya, menyambut sang fajar yang malu menampakan diri.
Miauw
Miauw
Miauw
Ah jangan lupakan juga sapaan teman kecilku. Aku menoleh ke belakang mendapati ketiga anak kucing itu menghampiriku. Dengan manja, mereka mengeluskan kepalanya ke kakiku. Aku tersenyum, memangku salah satu dari mereka kemudian beranjak pergi ke dapur.
Hari ini aku berniat membersihkan mereka lalu belanja semua keperluan kucingku. Pasalnya kemarin aku tidak sempat untuk melakukan apapun, hanya mengeringkan bulu halus mereka dengan hairdryer.
Segera aku membuat sarapan sekaligus makanan seadanya dulu untuk kucingku. Setelah selesai sarapan, begitu juga dengan kucing-kucingku, aku mulai membereskan rumah seperti biasanya.
Aku memang tipe orang yang pemalas, tapi jika mengenai kebersihan itu beda lagi ceritanya. Meski masih malas juga kalau bersih-bersih setiap hari, makanya aku selalu melakukannya setiap satu minggu sekali, dimana hanya weekend saja waktu luangku.
Aku ikat rambut sebahuku seperti biasa. Lagian ini dirumah, jadi tidak mungkin ada yang melihatku seperti ini kan? Mengingat hal ini, tiba-tiba sekelebat memori terbayang dikepalaku, dimana ada satu orang yang melihat wajahku tanpa ada halangan dari poniku baru-baru ini.
Aku memejamkan mata sesaat sambil memukul kepalaku pelan, mencoba mengenyahkan semua pikiran aneh itu.
"Oke Ame, stop mengingat hal yang memalukan" ucapku.
Aku beralih mengambil sapu dan lap kecil untuk membersihkan debu, kemudian memulai pekerjaanku. Saat tiba didepan pintu berwarna coklat, aku termenung sesaat. Ragu. Sudah lama sekali aku tidak membuka pintu ini dan tidak membersihkannya.
"Apa aku harus membukanya?" tanyaku, lebih pada diri sendiri.
Aku menghela nafas pelan sebelum memberanikan diri membukanya. Suara derit pintu terdengar pelan, tiba-tiba rasa sesak muncul. Entah karena debu yang jarang dibersihkan atau karena alasan lain. Aku tidak peduli dan tidak mau memikirkannya.
Aku melangkah masuk. Aroma lavender tercium samar di hidung, mengingatkan sosok Ibu yang aku rindu. Mataku menjelajah sekitar, semuanya masih tetap sama seperti baru kemarin ditinggalkan pemiliknya.
Tak!!
Pikiranku teralihkan ketika mendengar suara benda jatuh. Aku menoleh ke belakang, melihat salah satu kucingku yang berwarna putih dengan polet oranye samar dikepalanya tengah memainkan lampu tidur diatas nakas samping tempat tidur. Tatapanku jatuh ke bawah, melihat sebuah bingkai foto tercecer disana.
Aku meraihnya kemudian membalikkan bingkai yang sudah tidak utuh itu. Disana terpampang foto keluarga kecil, dimana Papa merangkul Mama sambil menggendongku. Semuanya tampak bahagia. Kehangatan terpancar dari sana. Tapi kini, kehangatan itu menghilang.
Tanpa sadar air mataku luruh, menimbulkan isak kecil yang tertahan. Sesak dan sesal ini tidak pernah hilang sedikitpun. Bertahun-tahun memendamnya malah semakin memupuk rasa bersalah itu sendiri.

KAMU SEDANG MEMBACA
A M E
Teen Fiction[HARAP FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Aku tidaklah istimewa. Masih sama seperti manusia pada umumnya, butuh makan, mandi, dan tidur. Meski tidur yang ku sebutkan terlalu berlebihan. Yahh, aku memang suka tidur. Ame. Namaku Ame. Hanya Ame, mungkin. Peranku...