AME 🎐 23

366 57 1
                                    

"Satu langkah menuju kesendirian, lagi."

- Ame -





Seperti biasa, aku berakhir disini, taman belakang sekolah. Bel masuk sebentar lagi berbunyi, namun aku tidak berniat sama sekali untuk masuk kelas. Rasanya sekarang ini aku terlalu malas melihat makhluk yang bernama manusia.

Aku menatap bibit bunga yang pernah aku tanam beberapa bulan lalu, kini tanaman itu sudah tumbuh dengan lebat, beberapa bunga bahkan terlihat mekar. Bahkan bunga favoritku pun yaitu bunga matahari tumbuh dengan baik, sudah banyak yang mekar, satu dua terlihat masih kuncup. Namun sayang, pagi ini tidak ada sinar matahari, meski begitu bunga-bunga itu tetap menambah kesan cantik pada taman ini.

Aku mengelus pelan daun bunga matahari itu dengan pelan, "Apa aku bisa semenawan kamu saat mekar?" tanyaku entah pada siapa.

Beberapa saat aku terdiam lalu tertawa miris mendengar pertanyaan konyolku sendiri.

"Buat apa cantik dan menawan kalo nantinya bakal disakitin, ya kan? Kamu juga ujung-ujungnya akan dijadiin hiasan, pajangan, terus dibuang kalo udah layu dan gak berguna lagi."

Tidak berguna lagi...

Kata itu entah kenapa terngiang-ngiang dikepala, angin yang berhembus pelan melewati telinga seolah membantu membisikkan kata itu hingga terdengar jelas dalam pikiran.

Aku kembali tertawa, menertawakan kebodohan diri sendiri sampai-sampai air mataku jatuh tanpa diminta. Isakan kecil sesekali menyela, membuat tawaku malah terdengar menyedihkan.

Aku memang menyedihkan.

"Lo salah kalo bandingin diri lo sendiri sama bunga, karena jelas banget bedanya." ucap seseorang sambil mengelus kepalaku yang tertunduk.

Aku mendongak dan mendapati Kanya yang tersenyum, "Karena lo jelas lebih cantik dan imut dibanding bunga matahari itu!" lanjutnya sambil mencubit pipiku dengan gemas.

Aku kembali menunduk setelah Kanya melepas cubitan, hatiku gelisah melihat senyum tulus Kanya yang ditujukan padaku. Aku tidak ingin tekadku goyah lagi untuk memutus semua hubungan yang terjalin denganku.

"Kenapa hmm?" tanya Kanya setelah jongkok menyejajarkan tubuhnya dengan tubuhku, tangannya mengelus lembut kepalaku.

"Kalo ada masalah cerita sama gue, jangan main ilang-ilangan kayak kemaren. Lo tau sekhawatir apa gue waktu lo kemaren bolos ampe pulang sekolah? Mana hp lo gak aktif lagi, gimana gue bisa hubungin lo coba!" serunya.

Aku hanya diam sambil sesekali menghapus air mata dipipi. Aku ingin bicara, tapi bingung harus mulai dari mana.

"Ame?" panggil Kanya karena tidak mendapat respon dariku.

"Lo kenapa sih? Kok diem aja? Kan gue udah bilang kalo ada masalah lo bisa cerita ke gue, jangan lo pendem sendiri!" Kanya kembali bertanya, ada nada kesal dalam intonasi suaranya, namun tak dipungkiri kalau rasa khawatirnya bisa aku rasakan.

Aku meremas tanganku yang dingin, melihat Kanya yang seperti ini entah kenapa membuat sebagian sudut hatiku terluka, membuatku semakin ragu untuk menjauh darinya dan dari semua orang yang terlibat denganku.

Aku menggelengkan kepalaku kuat-kuat, mencoba mengenyahkan rasa raguku. Jika aku tidak mengakhiri disini, maka perasaan ragu itu akan membesar yang akibatnya akan membuatku semakin jatuh dalam pusaran masa lalu.

Aku tidak mau itu kembali terjadi.

Aku menepis tangan Kanya yang mencoba meraih tanganku, "Jangan sentuh!"

A M ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang