AME 🎐 21

581 68 7
                                    

"Tanpa kamu perjelas sekali pun aku tahu betul apa saja yang telah terenggut dariku."

- Ame -





Suara meongan mengganggu tidurku, ditambah lagi pipiku yang terasa basah karena jilatan salah satu kucingku. Aku membuka mata, tepat didepanku Ou sedang mengeong, dan disamping kiriku Il masih saja terus menjilati pipiku.

Ay dan Ov menyusul naik ke atas perutku, mereka terbilang cukup 'anteng' untuk disebut kucing yang masih kecil. Lihat saja, mereka bukannya ikut membangunkanku eh malah kembali meringkuk, bergulung diatas perutku yang naik turun dengan pelan karena tarikan nafasku.

"Meong"

Ou kembali mengeong, mungkin maksudnya adalah bangun yang dia tujukan padaku.

Aku mengelus pelan kepala Ou pelan, mata si kucing orange itu otomatis terpejam dengan suara gerungan pelannya, tanda nyaman. Dasar Ou si manja!

Il mungkin cemburu, karenanya dia langsung meloncat menyambar Ou sehingga mereka jatuh berguling disampingku. Aku terkekeh pelan melihat mereka yang saling pukul satu sama lain.

"AME BANGUUN!!" teriak Mama dibawah sana.

"Iya Maa!" sahutku parau yang terdengar sumbang, malah terkesan seperti gumaman. Aku bahkan sangsi Mama dapat mendengarnya.

Aku menepuk pelan Ay dan Ov yang masih berada diperutku, membangunkannya, "Ay, Ov, bangun dulu yaa" ucapku sangat pelan.

Mendengar suara dan tepukan pelan dariku mereka segera bangun lalu pindah ke sampingku, melanjutkan tidurnya. Sebenarnya aku pun ingin melanjutkan tidurku, pasalnya kepalaku terasa berat, pandanganku pun terasa goyah dan tak fokus pada satu titik, ditambah lagi suhu badanku yang malah semakin tinggi dibanding malam tadi membuat aku malas turun dari kasur.

Baru saja aku bangun dan menyandarkan kepalaku yang pusing pada kepala ranjang, tiba-tiba suara gebrakan pintu membuatku sangat terkejut, bahkan keempat kucingku pun langsung terlonjak mendengarnya.

"UDAH JAM SEGINI KAMU BARU BANGUN HAH?! JANGAN MALU-MALUIN! LIHAT YUKI SAMA NANA AJA UDAH BANGUN DARI TADI! APA SELAMA MAMA DI JEPANG KAMU SELALU KAYAK GINI HAH?!" teriak Mama langsung setelah membuka pintu kamarku dengan keras.

Jantungku masih berdetak kencang, selain karena terkejut tapi juga karena takut melihat Mama yang semarah ini.

"Ng-nggak gitu Ma" cicitku pelan.

Mama menghela napas keras sambil memijit pelipisnya, "Udahlah Mama capek! Cepet bangun terus sekolah! Mama sibuk mau masak." ujar Mama lalu berbalik hendak pergi.

"Oh ya" Mama menghentikan langkahnya lalu berbalik menghadapku kembali, "kamu buang aja kucing-kucing itu, Mama gak suka liatnya. Itu kucing kampungan, pasti jorok." lanjutnya.

"Gak bisa!" seruku dengan suara bergetar karena terlalu memaksakan diri untuk meninggikan suara disaat kondisiku seperti ini.

Mama mengerutkan dahinya tak senang, "Kamu ngebantah Mama?" tanyanya penuh dengan penekanan.

Aku menunduk, "B-bukan gitu Ma. Tapi Ame suka mereka, Ame janji akan rawat mereka baik-baik. Ame sayang mereka..."

"...karena mereka yang selalu ada buat Ame dan gak akan pernah mengkhianati Ame seperti Mama" lanjutku dalam hati.

Aku memeluk keempat kucingku erat-erat, takut Mama ambil lalu dibuang.

Hening masih melingkupi kamarku sesaat setelah aku bicara, aku masih menunduk karena tidak berani menatap Mama.

A M ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang