AME 🎐 19

522 68 0
                                    

"Aray, itu namaku."

- ? -

.
.
.
.
.

"Ame? Lo Ame, kan?"

Suara itu menyapaku dengan sangsi. Aku mendongak dengan mata yang sembab. Dapat aku lihat seorang laki-laki sedang memandangku terkejut dengan payung yang melindunginya dari hujan. Dia melangkah mendekat, lalu tangannya sedikit terjulur untuk memayungiku.

"Siapa?" tanyaku mencicit pelan.

"Lo lupa sama gue?" tanya balik laki-laki itu.

Aku menatapnya lamat-lamat, mencoba mengingat siapa laki-laki didepanku ini. Garis wajahnya memang tidak terlihat asing, tapi aku lupa dimana pernah bertemu dengannya. Aku menyerah.

"Siapa?" tanyaku lagi.

"Serius lo beneran lupa sama gue, Me?" tanyanya lagi dengan raut wajah separuh kecewa separuh terkejut tak menyangka.

Aku mengangguk patah-patah sebagai jawaban.

"Gue Grey, Grey Rahardiana Mardika. Lo inget?" kata laki-laki yang ternyata bernama Grey.

Aku mengerutkan dahi, kembali mencoba mengingat-ingat nama itu. Grey. Grey Rahardiana Mardika. Dimana aku pernah mendengarnya, ya?

Laki-laki itu terkekeh kecil, "Lo gak berubah ya, masih tetep lucu kayak dulu." ucapnya lalu berjongkok menyejajarkan diri denganku.

"Gue Grey, temen lo yang ngangenin, yang pernah nolong lo malem-malem di taman ini, di deket tong sampah ini, persis kayak sekarang." jelasnya padaku sambil tersenyum, manis sekali senyumnya.

Sedetik, dua detik, dan persis di detik kelima aku ingat siapa laki-laki didepanku. Aku menatapnya tak percaya, mataku kembali berkaca-kaca ketika melihat senyumnya yang selama ini selalu menenangkanku.

Tangisku kembali pecah, dan dibawah payung yang melindungi dari guyuran hujan ini Grey memelukku hangat, sama seperti dulu.

🎐🎐🎐

Sekarang aku dan Grey duduk di halte yang tidak jauh dari taman. Hujan masih deras mengguyur bumi. Hening melingkupi kami berdua, menikmati suasana dengan caranya masing-masing.

Aku melirik jam tanganku, pukul satu siang. Langit memang terlihat gelap, tapi nyatanya masih terlalu siang untuk jam pulang sekolah. Aku baru ingat, kalau aku bolos sekolah tanpa membawa tas, uang dan ponsel. Semuanya masih ada disekolah. Semoga Kanya tidak terlalu mengkhawatirkanku.

Sebenarnya aku ingin pulang, mengurung diri di kamar dengan secangkir coklat panas. Membayangkannya saja sudah terasa hangat, setidaknya khayalanku ini tidak akan mengecewakan karena masih bisa didapat dengan sendirinya, tapi tidak dengan kembalinya Mama maupun Papa, itu terlalu mustahil bukan?

Sudah lama sekali aku memikirkan hal ini, sebenarnya apa definisi hubungan atau ikatan itu? Bagaimana aku membayangkannya dengan konkret ketika hubungan pertamaku yang tidak lain adalah keluarga sudah tidak ada lagi, itu pun hancur karena ulahku. Lalu bagaimana aku bisa mengerti?

Lantas cinta itu seperti apa? Apa benar cinta sejati itu ada? Lalu mengapa Mama dan Papa yang sudah terikat oleh suatu hubungan berdasarkan cinta bisa berpisah karena pengkhiatan Papa? Sebenarnya seperti apa bentuk cinta itu? Apa mungkin itu hanya bualan manusia yang semata-mata  mendefinisikan rasa suka secara berlebihan?

Selama ini aku diam memperhatikan sekitar, menjadi pengamat setiap aktivitas dan emosi orang-orang, tapi aku masih belum mengerti apa itu definisi cinta. Yang ada hanyalah mulut-mulut yang penuh omong kosong yang dengan mudahnya mengutarakan cinta lalu seminggu atau sebulan kemudian mengutarakannya lagi pada orang lain. Apa cinta memang semudah itu hadir dan lenyap?

A M ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang