AME 🎐 29

426 66 14
                                    

Happy reading!!
.
.
.

"Aku bisikan sebuah mantra dan berharap perasaanku tersampaikan padanya."

- Ame -





"Lelet banget!" ketus Yuki ketika aku sampai di meja makan.

Aku melirik Yuki sekilas, lalu melirik Mama yang acuh tanpa menatapku.

"Maaf" gumamku.

"Gapapa. Ayo duduk Ame, kita makan." ajak Ayah memecah kecanggungan disana.

Aku mengangguk lalu duduk disamping Yuki, karena hanya itu satu-satunya kursi yang kosong. Setelah aku duduk, Mama mulai mengambilkan nasi dan lauknya ke piring Ayah. Selepas itu ke piring Nana dan Yuki.

"Yuki mau itu Ma!" seru Yuki sambil menunjuk ayam kecap.

"Iyaa sayang, Mama ambilin." ucap Mama sambil tersenyum lalu mengambilkan ayam yang dimaksud Yuki.

"Mau sama apa lagi?" tanya Mama lembut.

"Udah Ma, itu aja." jawab Yuki lalu mengambil piring yang sudah penuh terisi makanan yang disodorkan Mama.

"Makasih Maa, makin sayang deh sama Mama!" gombal Yuki yang langsung dihadiahi Mama dengan kecupan gemas dipipinya.

Setelahnya Mama mengambil piringnya lantas mengambil nasi dan lauk pauknya, kemudian duduk dan makan.

Aku meremas jari-jariku, tiba-tiba sesak itu muncul disudut hatiku ketika Mama acuh dan tidak mengambilkan nasi untukku. Hanya aku seorang yang tidak Mama pedulikan di meja makan ini. Aku pun ingin diambilkan nasi oleh Mama, dimanja seperti dulu, dielus kepalaku dengan lembut, dikecup pipiku dengan sayang. Tapi kenapa sekarang seperti ini? Apa benar semuanya sudah hilang? Kasih sayang Mama benar-benar sudah beralih pada Yuki dan Nana?

Aku melirik Mama, menelan ludah gugup, "Ma..." panggilku pelan, entah kenapa suaraku terdengar sedikit serak.

Meja makan seketika hening karena panggilanku, mereka semua menatapku kecuali Nana yang asik dengan makanannya sendiri. Mama menoleh padaku, tatapannya sedikit dingin saat menatapku seolah Mama terganggu karena aku telah menyela acara makan mereka.

Aku tersenyum kaku lalu menggeleng pelan, "Gapapa Ma, maaf." lirihku pada akhirnya.

Aku mengambil piringku lalu mengambil nasi sedikit serta lauknya. Hari ini rasanya perutku tidak terasa lapar meski dari malam aku belum makan apapun kecuali oreo.

Aku kembali duduk setelah mengambil nasi secukupnya.

Tang!

Suara sendok jatuh mengalihkan atensiku pada Yuki yang kini sedang menunduk mengambil sendok.

"Pffttt...gue gak bisa nahan buat gak ketawa liat lo diacuhin Mama kek gitu. Lucu banget ngeliatnya" bisik Yuki sambil menahan tawa ketika ia menunduk mengambil sendoknya yang jatuh.

Hatiku mencelos, rasanya perasaanku dipermainkan oleh semua drama atau pun sandiwaranya. Sudah terlalu banyak luka dan hinaan yang dia lontarkan, apalagi perihal mengolok-olok perasaanku, seperti sekarang ini. Pantaskah jika seseorang mengolok-olok perasaan yang kita miliki?

Yuki melirikku dengan tatapan meremehkannya, lalu dalam sekejap merubahnya dengan tatapan polos ketika dia kembali duduk setelah sendok yang entah sengaja atau tidak dia jatuhkan tadi sudah ia ambil.

"Hati-hati kalo makan, jangan buru-buru. Jadinya kan sendoknya jatuh." tegur Mama pada Yuki.

Yuki hanya cengengesan mendengar teguran dari Mama. Kembali dia melirikku sambil tersenyum miring dengan alis yang terangkat sebelah, tatapannya seolah bicara 'Lihat kan? Perlahan lo akan dilupain!'

A M ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang