AME 🎐 24

348 53 3
                                    

"Biarkan semuanya berakhir."

- Ame -





Tidak banyak yang aku lakukan hari ini, karena seharian penuh aku berbaring di UKS. Selepas masalah di taman belakang tadi, kepalaku kembali pusing. Sebelum hilang kesadaran aku cepat-cepat pergi ke UKS, aku tidak mau pingsan dan merepotkan orang lain.

Pikiranku berkecamuk, dadaku masih sesak memikirkan apa yang aku lalui hari ini. Ingin istirahat pun aku tidak tenang.

Ceklek

Aku menoleh saat mendengar suara pintu UKS terbuka. Di sana aku melihat Ettan yang kini melangkah menuju kearahku. Aku tahu kenapa dia bisa sampai menemukanku disini, apalagi kalau bukan untuk memberitahu hukuman apa yang harus aku jalani karena membolos dari jam pertama sekolah dimulai.

Aku yang tadinya berbaring langsung mendudukkan diri dan hendak turun dari brankar.

"Udah duduk aja." ujar Ettan ketika melihatku ingin turun.

Aku mengangguk lalu kembali duduk di atas brankar.

"Hukumannya apa kak?" tanyaku langsung to the point karena hari ini aku ingin sendiri, tanpa gangguan siapapun lagi.

"Lo bolos lagi hari ini? Kenapa? Sakit?" bukannya menjawab dia malah balik bertanya.

"Iya" jawabku pendek.

"Kenapa gak dirumah aja kalo sakit?"

"Males"

"Gak ada lagi yang bisa aku jadikan rumah, percuma."

"Kenapa cuek banget sih!"

Aku hanya diam tidak menjawab kritikan Ettan yang mengatakan kalau aku cuek.

"Lo kenapa?" tanyanya lagi karena aku malah diam.

"Nggak kenapa-kenapa." jawabku.

Hening melingkupi kami berdua. Aku penasaran kenapa Ettan tidak lagi bicara, atau mungkin dia sudah pergi? Aku melirik sekilas ke tempat dimana Ettan berada, yang ternyata Ettan sedang menatapku. Aku yang ketahuan pun langsung memalingkan wajah.

"Di taman belakang, gue liat dan denger semuanya." ujar Ettan tiba-tiba yang mampu membuat tubuhku membeku. Jantungku kembali berdetak cepat ketika mengingat reaksi Ezra kepadaku tadi.

Apa mungkin Ettan akan bereaksi sama seperti Ezra? Pertanyaan itu entah kenapa membuat sekujur tubuhku terasa dingin. Aku belum siap menerima rasa sakit lagi. Aku belum siap mendengar kata-kata jahat lagi. Meski Ettan bukan siapa-siapa dalam hidupku, tapi dia tetaplah orang yang tidak secara langsung terikat hubungan denganku karena masalah kemarin.

Tapi jika memang Ettan akan sama seperti Ezra, apa yang bisa aku perbuat? Semuanya sudah terlanjur terjadi. Nasi sudah menjadi bubur. Maka, aku hanya tinggal menerima saja, meski sakit sekalipun. Setidaknya biarkan hari ini semuanya berakhir, sakit yang aku tanggung mungkin tidak seberapa dengan sakit yang nanti aku rasakan ketika terlalu dalam menikmati hidup menyenangkan yang mereka berikan.

"T-terus?" tanyaku sedikit bergetar.

Ettan mengedikkan bahunya, "Gue mau tau aja kenapa lo lakuin hal itu. Setau gue lo bukan orang yang kayak gitu."

Aku terkejut mendengar responnya. Namun ada yang aneh, kenapa jantungku berdenyut nyeri ketika Ettan mengatakan hal itu. Kenapa harus Ettan? Kenapa bukan Ezra yang percaya kalau aku bukan orang yang seperti itu? Kenapa orang yang aku harapkan selalu membuatku kecewa?

A M ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang