AME 🎐 14

652 88 9
                                    

"Kelu rasanya saat gue mau bilang ternyata lo secantik dan seimut itu"

- Ezra -

.
.
.
.
.

Baru saja aku melewati gerbang sekolah, seseorang sudah menarik tanganku dengan kasar menuju belakang sekolah. Punggungku terasa sakit ketika manusia kasar satu ini mendorongku hingga membentur tembok.

Aku meringis bukan hanya karena punggungku sakit, tapi juga karena tatapan Ettan yang sangat menusuk.

"Lo bohong!" geram Ettan, giginya saling bergemeletuk menahan emosi.

Aku menunduk takut, tanganku saling meremas karena gemetar. Bagaimana bisa tatapan seseorang bisa begitu mengintimidasi.

"Katanya lo pulang sama temen lo, tapi apa?! Lo pulang sama cowok lain! Lo bohong sama gue!"

"Lo kira gue segampang itu buat lo bohongin, hah?!" teriaknya lagi.

"Sial!!" umpat Ettan sambil meninju tembok tepat di samping kepalaku.

Tubuhku semakin gemetar mendengar teriakan dan umpatan Ettan. Aku belum terbiasa mendengar teriakan seperti itu lagi semenjak Mama dan Papa bercerai, tubuhku selalu merespon hal tersebut secara berlebihan.

Aku menelan ludahku susah payah, mencoba mengatur nafas sambil memejamkan mata. Sedikit demi sedikit aku mulai membaik, setelahnya aku mendongak menatap Ettan dengan berani.

"Selama ini aku diam bukan berarti aku tidak bisa melawan. Maaf kak, tapi hidupku, semua urusan dan masalahku adalah hak-ku. Kakak tidak punya hak untuk mengaturku, baik dalam hal berteman maupun bersikap. Kakak cukup benahi diri kakak sendiri dari pada ikut campur dalam kehidupan orang lain." ucapku dengan kata seformal mungkin.

Setelahnya aku mendorong tubuh Ettan yang mematung didepanku, lalu berlari secepat mungkin dari taman terkutuk itu, taman yang menjadi awal mula permainan takdirku dimulai.

🎐🎐🎐

Kelas yang tadinya sepi kini mulai ramai, aktivitas semua orang berjalan seperti biasanya, mengobrol, tertawa, bercanda, berlari bahkan berteriak. Pagi yang menyenangkan bagi mereka, namun tidak bagiku.

Sudah hampir setengah jam aku duduk dan menelungkupkan wajahku sambil mendengarkan musik melalui earphone. Aku menghiraukan kebisingan pagi, bahkan menghiraukan Kanya yang sedari tadi bertanya ada apa denganku yang selalu aku jawab dengan gelengan kepala. Sekarang ini aku hanya ingin sendiri.

Ting

Ponselku berbunyi, tanda bahwa ada pesan yang masuk. Aku menegakkan tubuhku, meraih ponsel dan membuka pesan yang ternyata dari Mama.

Mama
Mama pulang

Pesan yang terdiri dari dua kata itu mampu membuat tubuhku membeku. Perasaanku kembali kacau hingga membuatku ingin menangis. Aku mengigit bibirku yang gemetar, menahan luapan perasaan dan emosi yang tidak terkendali.

"Mama pulang" lirihku sangat pelan.

Aku segera mengetik balasan dengan cepat.

Me
Iya
Mama udah dirumah?

Mama
Masih di bandara

A M ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang