AME 🎐 27

956 85 7
                                    

Happy reading!!
.
.
.

"Seperti hewan dan tumbuhan yang memiliki caranya sendiri untuk melindungi diri, begitu pun denganku."

- Ame -





Aku tidak pernah membayangkan kejadian seperti ini terjadi padaku. Menangis didepan orang yang membenciku, apalagi orang itu adalah orang yang aku sukai. Lalu bagaimana sekarang? Tentu saja aku malu, malu berat.

Aku menangis sangat lama dipelukan Ezra sampai hari sudah berganti sore. Saat ini aku tengah menunduk dihadapan Ezra, sesenggukan sesekali masih terdengar dari bibirku akibat menangis terlalu lama setelah menahan semua emosi yang aku pendam.

Aku melirik sekilas pada Ezra yang ternyata tengah menatapku lekat, tatapannya tidak bisa aku tebak, wajahnya masih datar seperti biasanya. Mungkin sekarang Ezra berpikir kalau aku menyedihkan, mata yang sembab, hidung memerah, dan bekas air mata di pipi. Membayangkannya saja sudah membuatku bergidik malu.

"E-ezra" panggilku pelan.

"Hmm"

"T-tentang kejadian hari ini--"

"Lo tenang aja. Gue gak akan bilang siapa-siapa, gue juga akan anggap kejadian hari ini gak pernah terjadi." ucapnya dengan datar. Sungguh aku tidak lagi bisa menebak emosinya, menebak pikirannya.

"Makasih, dan maaf udah ngerepotin." ucapku tulus.

Aku kembali menyampirkan tasku, kini tidak dengan tangan gemetar. Tremorku kembali pulih, yah setidaknya menangis membuat perasaanku sedikit membaik.

"Aku pulang duluan." pamitku lalu pergi meninggalkan kelas yang sepi.

Hujan sudah mereda, tepat setelah aku berada dilapangan aroma tanah basah tercium olehku. Hawa dingin menyelimuti sore ini, untung saja aku memakai hoodie, jadi cukup untuk menghalau dingin.

Aku menghentikan langkahku tepat setelah keluar gerbang. Di sana, tepatnya dibawah pohon disamping plang nama sekolahku berdiri seorang laki-laki yang sudah basah kuyup. Ya, siapa lagi kalau bukan Grey si keras kepala.

Aku yang melihat Grey basah kuyup otomatis berlari kearahnya. Tiba-tiba aku merasa marah melihat Grey menggigil setelah aku berdiri tepat didepannya.

"BODOH!" teriakku kesal, "Kenapa kamu disini?!" tanyaku retorik.

Sebenarnya aku tahu kenapa dia ada disini, karena selama satu bulan terakhir ini Grey selalu menungguku disini sepulang sekolah.

"Nungguin lo" jawabnya lirih.

"Sampe kehujanan gini?! Kamu bodoh apa bego hah?!" rasanya geram sekali melihat tingkah keras kepalanya ini. Sebenarnya apa sih mau nya?

Grey yang mendengar teriakanku meringis kecil, tapi selanjutnya dia malah cengengesan seolah itu bukan sesuatu yang repot atau pun sulit.

Aku menghela napas lelah, "Seenggaknya kamu neduh dulu, jangan maksain sampe kehujanan gini Grey."

"Gue gak maksain diri, ini murni inisiatif diri gue sendiri."

"Tapi aku yang gak suka Grey"

"Maaf udah buat lo gak nyaman--"

Plak

Aku menangkup kedua pipinya, tinggiku yang tidak seberapa ini membuatku harus mendongak dengan sedikit berjinjit. Aku tatap Grey dengan serius.

"Bukan. Bukan itu yang buat aku ngerasa ke ganggu. Awalnya emang iya, tapi sikap kamu yang kayak gini buat aku ngerasa bersalah. Kehujanan nungguin aku? Aku gak mau kamu lakuin itu. Sepenting apapun urusan kamu sama aku, pentingin dulu diri kamu sendiri. Jangan sampe gara-gara hal kayak gini buat kamu celaka atau sakit, Grey. Aku gak mau itu terjadi."

A M ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang