38 ~ Aku hanya Tidak ingin kamu terluka, Kirey!

105 29 0
                                    

01 Agustus 2021

Aku rasa perjalanan kami sudah hampir menjalani satu bulan, aku masih ingat kapan pertama kali aku di kejàr oleh makhluk àneh ketika nyasar di café yang tiba-tiba bisa aku lihat di sekitar kampus. Ah, kampus, mungkin aku sudah merindukan tempat itu. Juga Vira, sahabatku itu, apa kabarnya? Kadang aku mengatakan bahwa aku tidak ingat namanya, meskipun itu adalah sebuah kenaran. Tapi aku tidak bisa berbohong bahwa hatiku nyaman ketika berhubungàn dengan gadis periang itu. Salah satu hal yang aku syukuri adalah, keputusannya untuk tidak ikut denganku melakukan penelitian kemari.

Penelitian? Aku bahkan tidak tahu apakah namaku masih berada di daftar nama kampus atau aku sudah berada di dalam daftar mahasiswa D.O—Drop out—karena tikak memberi kabar selama kurang lebih dari sebulan. 

Aku duduk di atas atap, menatap matahari yang mulai terbit dari peraduaanya. Aku bangun lebih awal, dan merenungi percakapanku dengan Zura semalam. Dia bilang, Travold memberikan sesuatu yang berharga padaku, demi menyelamatkan diriku. Tapi apa? Apa yang sudah diberikan oleh lelaki dingin itu padaku? Zura tidak banyak memberiku petunjuk, dia ingin agar aku mencari tahunya sendiri.

“Kenapa kau bangun cepat sekali Na?”

Aku lekas bangkit berdiri, sebenarnya itu gerakan refleks karena aku cukup terkejut dengan sapaan itu. Karena sejak tadi, aku tidak berada di dalam diriku sendiri, aku sedang memikirkan hal lain sehingga menyita perhatianku.

Aku menatap tubuh Edward yang entah kenapa terasa lebih tinggi dariku sejak penobatannya sebagai seorang raja. Sekarang aku bingung, haruskan aku ikut menundukkan kepala saat berhadapan dengan Edward? Haruskah aku bersikap formal padanya? Rasanya sedikit janggal, karena sejak dulu, sebelum aku tahu identitas Edward sebelumnya, kami sudah saling kenal. Kami memang tidak bicara sejak penobatannya, aku tahu Edward pasti sibuk. Setelah berbicara dengan Zura semalam, aku juga merasa mengantuk sehingga aku tidak sempat menjumpai Edward. 

“Haruskah aku memanggilmu seperti orang lain memanggilmu, Ed? Rasanya sedikit jànggal!”

Alih-alih menunduk atau menghormat pada Ed, aku memilih untuk mengutarakan langsung apa yang ada di dalam pikiranku. Aku tidak tahu apakah sikapku ini hanyalah sebuah kebiasaan atau memang ini adalah sebuah kebenaran. Sejak aku kecil, mama dan ayah sudah mengajarkan kami untuk mengatakan tidak, jika memang kami tidak suka namun harus menyertakan alasan yang valid. Awal melakukannya di depan umum, aku terfokus untuk memikirkan perasaan orang lain. Memikirkan apakah mereka akan senang denganku atau merasa tersinggung dengan sikapku. Namun, semakin aku memikirkan perasaan orang lain, bukannya mendapatkan solusi. Aku malah terjebak di dalam pikiranku sendiri. Dan, semenjak itu, aku menemukan sebuah kesalahan.

Aku fokus pada perasaan orang lain, bukan pada diriku sendiri. Aku terlalu fokus hingga aku melupakan fakta; bahwa diriku sendiri terabaikan dan tidak ada yang memperhatikanku.

“Tidak ada yang bisa memutus tali persaudaraan kita Kirey, sekalipun kita berbeda. Tapi, kau akan tetap menjadi adikku!”

Pelukan Edward terasa hangat, aku balas memeluk Edward dengan erat. Rasanya legah, Edward masih tetap seperti biasa sekalipun dengan gelar barunya. Dia melepaskan pelukan kami lebih dulu, membawaku menatap sunrise—matahari terbit. Aku tidak pernah merasa bosan dengan dunia ini, rasanya aku akan selalu ingat dengan sang pencipta alam semesta. Semakin aku banyak melihat keindahan dunia ini, aku semakin mengagumi bahwa Dia adalah sosok yang begitu besar.

“Kirey, aku membutuhkan pendapatmu atas keputusan yang aku buat!”

Aku menatap Edward, dia sudah menatapku lebih dulu. “Ada apa Ed?”

Edward mengambil tanganku, tatapannya dalam. Aku menarik nafas dalam, apapun keputusan Edward aku akan selalu menghargainya. Aku banyak belajar semenjak terdampar—tidak, aku mungkin tidak lagi menggunakan kata terdampar. Tapi semenjak kami berpetualang di negeri indah ini, aku banyak belajar mengenai ego dan juga kesabaran, menunggu dan tidak menjadi pribadi yang egois.

The Spesial Bride of DragonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang